LPendekatan alias PDKT adalah seni mengenal dan mendekatkan hati. Tapi seiring waktu, cara kita melakukannya ikut berubah. Dari surat wangi yang ditulis tangan hingga story Instagram yang dibalas dengan emoji, pergeseran ini bukan sekadar soal teknologi---tapi juga soal makna, niat, dan kedalaman.
Dari Surat Wangi ke Story Instagram: Transisi yang Tak Sekadar Gaya
Aku tumbuh di masa transisi---ketika surat cinta masih sempat jadi primadona, tapi DM Instagram mulai mengambil alih. Aku pernah merasakan deg-degan saat menunggu balasan surat yang aku selipkan di laci meja kelas, dan sekarang, aku juga tahu rasanya menunggu centang biru berubah jadi dua.
Dulu, pendekatan itu soal keberanian. Telepon rumah, surat bertabur parfum, atau titip salam lewat radio. Ada rasa malu, tapi juga rasa hormat. Semua dilakukan dengan niat dan waktu.
Sekarang? Satu reply story bisa dianggap sinyal cinta. Tapi apakah pendekatan digital benar-benar lebih mudah? Atau justru lebih membingungkan?
Perubahan Cara Ekspresi Rasa Suka: Dari Manual ke Instan
PDKT zaman dulu menuntut usaha manual. Menulis surat, menunggu pos datang, atau nekat menelepon rumah gebetan dan berharap bukan ayahnya yang angkat. Ada rasa malu, tapi juga rasa hormat. Semua dilakukan dengan niat dan waktu.
Zaman sekarang, pendekatan bisa dimulai dengan satu emoji. Satu like di foto lama, satu komen di TikTok, atau satu pesan "lagi ngapain?" di tengah malam. Cepat, instan, dan kadang... terlalu mudah.
Pendekatan dulu lebih personal dan penuh makna, sementara sekarang lebih praktis tapi sering kali kehilangan kedalaman.
Kelebihan dan Kekurangan PDKT Digital: Cepat Tapi Rentan Salah Tafsir
Aku pernah PDKT lewat chat. Intens, seru, dan bisa dilakukan kapan saja. Tapi aku juga pernah merasa bingung: apakah dia benar-benar tertarik, atau cuma iseng? Di era digital, sinyal bisa datang dari mana saja---tapi juga bisa hilang tanpa jejak.
Kelebihannya jelas: kita bisa mengenal seseorang lebih cepat, lebih luas, dan lebih fleksibel. Tapi kekurangannya juga nyata: pendekatan jadi penuh interpretasi. Satu pesan bisa berarti banyak hal, atau tidak berarti apa-apa.
PDKT sekarang sering diwarnai tarik ulur, sinyal samar, dan ketegangan yang kadang bikin baper. Semua serba "main aman," tapi justru bikin banyak yang tersesat.
Refleksi: Kedekatan atau Sekadar Interaksi?
Aku mulai bertanya: apakah kedekatan digital benar-benar kedekatan? Apakah kita mengenal seseorang lewat chat, atau hanya mengenal versi online-nya?
Dulu, aku harus menunggu seminggu untuk balasan surat. Tapi saat balasan itu datang, rasanya seperti hadiah. Sekarang, aku bisa dapat balasan dalam hitungan detik, tapi kadang tak tahu apakah itu tulus atau sekadar basa-basi.
Kedekatan yang sehat bukan soal seberapa cepat kita terhubung, tapi seberapa dalam kita saling mengenal. Dan itu tak bisa digantikan oleh emoji atau stiker lucu.
Penutup: PDKT Butuh Niat, Bukan Sekadar Akses
Zaman boleh berubah, tapi esensi pendekatan tetap sama: niat, usaha, dan kejelasan. Entah lewat surat atau DM, pendekatan yang sehat adalah yang jujur dan tidak menggantung.
Kalau kamu bertanya, "PDKT zaman dulu vs sekarang?" Jawabanku: sekarang lebih cepat, tapi belum tentu lebih dalam. Dan kalau kamu merasa baper karena satu like atau satu chat, mungkin saatnya bertanya: apakah kamu sedang dekat, atauÂ
hanya merasa dekat?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI