Mohon tunggu...
Fani Fazrul Hikam
Fani Fazrul Hikam Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Sastra Indonesia

Kenikmatan yang berlebihan itu tidak baik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pandangan Masyarakat terhadap Rambut Gondrong

3 Januari 2021   18:25 Diperbarui: 28 Desember 2021   02:50 3407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto penulis bersama kawan Gondrongers

Apa salahnya berambut gondrong? Apa yang terlintas dipikiran Anda ketika melihat laki-laki berambut gondrong? Terkesan seperti seseorang yang acuh tak acuh, seseorang yang melakukan tindak kriminal, atau seseorang yang berantakan, urakan, malas, kotor, dan seram? Itu sudah menjadi penilaian setiap orang jika ditanya mengenai laki-laki berambut gondrong.

Setiap gondrongers (sapaan laki-laki berambut gondrong) pasti pernah mendapat celaan seperti "gondrong doang gak nyopet" dan lain sebagainya, karena berambut gondrong identik dengan preman.

Rambut gondrong bukan menjadi patokan seseorang bahwa ia telah melakukan berbagai macam kejahatan. Rambut gondrong adalah selera setiap orang. Sama halnya seperti orang ketika makan bubur ayam, dia suka diaduk atau tidak, itu tergantung selera setiap orang.

Rambut gondrong atau panjang juga identik dengan perempuan. Oleh karena itu, laki-laki yang berambut gondrong disebut laki-laki berjiwa feminim. Pada halnya, rambut adalah mahkota setiap orang. 

Jadi, baik perempuan maupun laki-laki sama saja. Bahkan tidak hanya perempuan saja yang menginginkan rambut panjang dan indah, laki-laki berambut gondrong pun mendambakannya.

Para musisi atau seniman juga identik dengan berambut gondrong, seperti John Lennon, Jim Morrison, Bob Marley, Kurt Cobain, dan masih banyak lagi. Para musisi dalam negeri juga banyak yang berambut gondrong, seperti Ari Lasso, Virzha, Marcello Tahitoe, dan Bimbim Slank salah satunya.

Penulis dan budayawan seperti Sujiwo Tejo, Seno Gumira Ajidarma dan Cak Nun juga memiliki rambut gondrong. Mereka tentu memiliki alasan untuk memanjangkan rambutnya, dan saya pikir mereka memanjangkan rambut tidak untuk mengikuti jejak-jejak preman.

Dalam setiap bidang pekerjaan rambut gondrong juga dipandang negatif. Mungkin hanya seniman atau pekerjaan-pekerjaan di dunia kreatif saja yang terbebas dari pandangan negatif tersebut. Padahal, dalam dunia pekerjaan penilaian kemampuan dalam bekerja lebih diutamakan dibanding penampilan.

Sayangnya, banyak orang yang menilai bahwa penampilan sesuai dengan perilakunya. Mereka yang berambut gondrong, yang sudah dipandang negatif akan mencerminkan sebuah perusahaan. Sehingga banyak perusahaan yang memiliki aturan melarang pekerjanya berambut gondrong.

Dalam sejarahnya pada era Soekarno, orang yang berambut gondrong dianggap kebarat-baratan dan sebuah sikap anti revolusioner. Kemudian pada era Soeharto, laki-laki berambut gondrong dapat perlakuan yang keji.

Mereka dianggap tidak mencerminkan kepribadian bangsa, sehingga pemerintahan Soeharto membentuk organisasi yang dianggap nyeleneh, yaitu Badan Koordinasi Pemberantas Rambut Gondrong atau Bakoperagon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun