Mohon tunggu...
Fawaz Muhammad Ihsan
Fawaz Muhammad Ihsan Mohon Tunggu... Penulis - 19 Tahun

jangan sampai lah ide kalah dengan blokade

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kata Siapa Mahasiswa Harus (Selalu) Melawan?

16 Mei 2021   21:10 Diperbarui: 16 Mei 2021   21:09 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini merupakan hari Ahad di bulan Mei. Aku telah menjadi seorang mahasiswa. Dibanding kisah mahasiswa baru pada tahun-tahun sebelumnya, kisah yang aku jalani sebagai mahasiswa baru sangat berbeda. 

Aku bersama dengan angkatang 2020 belum diberikan kesempatan untuk saling berkumpul dan berdiskusi secara langsung. 

Semua itu disebabkan oleh pandemi yang sampai saat ini masih belum jelas bagaimana cara menyelesaikannya. Aku tidak mau membahas itu, biarlah dr. Tirta sebagai garda terdepan yang bertanggung jawab untuk menjelaskan itu semua. Dia ahlinya.

Seperti biasanya, aku ingin bercerita kepada kalian semua. Kali ini aku ingin bercerita tentang kisah perjalananku selama satu tahun menjadi mahasiswa daring. 

Kita sama-sama tahu bahwa pembelajaran online ini sungguh sangat membosankan. Kita dipaksa untuk duduk di atas kursi yang sama selama sekitar 8 - 12 jam setiap harinya. 

Kita secara terpaksa harus mendengarkan pembelajaran dari dosen melalui gawai yang kita miliki. Hal ini tentu sangat memuakkan. Kita dipaksa untuk memahami apa yang dosen sampaikan, sedangkan kita berada dalam kesendirian. 

Hal ini, untuk sebagian orang memang terasa sulit. Berusaha untuk mencerna perkataan yang dilontarkan oleh dosen tanpa ditemani oleh teman-teman kelas secara langsung itu memang menakutkan. 

Kita tidak diberikan kesempatan untuk saling berbisik memberi jawaban, jauh daripada itu, kita tidak diberikan kesempatan untuk merasa nyaman berada di sekeliling teman-teman. 

Namun mau bagaimana lagi?

Meskipun kita terseret-seret dalam upaya memahami pembelajaran selama kuliah daring, kita tetap harus menempuhnya sekuat tenaga agar kita mendapatkan manfaatnya sebaik mungkin. Mau bagaimana lagi? Jika kita memaksakan diri untuk menyelenggarakan perkuliahan secara luring, apa jaminannya? Jika kita bersikap kekanak-kanakan, memaksakan penyelenggaraan kuliah secara luring, ada berapa nyawa yang terancam gara-gara tindakan tersebut? 

Cukup untuk pembukaannya.

Mari kita mulai kepada cerita utama yang ingin aku sampaikan.

Kata siapa mahasiswa harus (selalu) melawan?

Akhir-akhir ini, aku menemukan berbagai macam orang-orang baru di lingkungan kampus. Aku menemukan beberapa kakak tingkat yang sepertinya akan menjadi panutanku dalam beberapa waktu kedepan. 

Aku belum dapat memastikan bagaimana karakter mereka yang sesungguhnya, oleh karena itu aku belum berani menjadikan mereka sebagai panutanku. 

Namun, sejauh ini mereka sangat ramah dan berprilaku baik kepadaku. Ya mungkin karena aku merupakan mahasiswa baru. 

Beberapa kali diskusi daring digelar oleh mereka untuk memberikan beberapa materi terkait organisasi dan pengembangan diri bagi kami sebagai mahasiswa baru. Selain itu, penyelenggaraan diskusi daring juga berfungsi untuk meningkatkan keakraban hubungan kami sebagai adik dan kakak tingkat.

Dalam beberapa diskusi yang telah digelar, aku berusaha untuk memanfaatkan pertemuan itu sebaik-baiknya. Aku beberapa kali melontarkan pertanyaan, merespon pertanyaan, dan berdebat kecil. 

Semua itu aku lakukan demi menghidupkan diskusi atau untuk sebagian orang, itu dapat dikatan sebagai cara untuk mencari (baca:mencuri) perhatian. Bodo amat.

Namun, ada beberapa lontaran pendapat yang muncul di dalam beberapa diskusi yang membuat aku resah. Salah satunya adalah kumpulan argumentasi-argumentasi kosong yang terlontar dari mulut para mahasiswa baru. Apa itu argumentasi-argumentasi kosong? Aku mendefinisikannya sebagai "pendapat yang tidak disertai fakta dan tanggung jawab".

Dalam beberapa penyelenggaraan diskusi serta penyelenggaran pembelajaran di dalam kelas, aku kerap mendengar argumentasi-argumentasi kosong. Mereka yang melontarkan itu semua, selalu merasa benar dengan apa yang mereka katakan. 

Aku juga merasa jengah dengan respon kakak tingkat juga dosen kepada orang-orang seperti mereka. Kakak tingkat dan dosen selalu merespon perkataan mereka dengan mencari celah pembenaran dari apa yang telah mereka lontarkan. 

Anjing susah sekali menulis pada saat ini, aku lanjutkan kapan-kapan deh.

Jelek amat tulisan ini.

Dadah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun