Mohon tunggu...
Fauzi FI
Fauzi FI Mohon Tunggu... Pengacara - UNMA Banten

Kawal Keadilan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pembuktian Digital pada Media Sosial Facebook dalam Penanganan Pelanggaran Tindak Pidana Pemilu

30 November 2022   15:08 Diperbarui: 30 November 2022   15:13 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Urgensi Pembuktian dalam Proses penanganan Pelanggaran Pemilu

 Pada tahun 2019 telah dilaksanakan pemilihan umum, Pemilihan tersebut berjalan lancar, damai, dan tertib. penegakan hukum pidana merupakan faktor penunjang pemilihan umum tersebut. akan tetapi, proses penegakan hukum pidana tersebut mengalami banyak tantangan serta hambatan, di antaranya karena kurangnya kesepahaman pemenuhan unsur pidana pemilu pada proses pembuktian dalam pembahasan Sentra Penegakan Hukum Terpadu. Terhadap proses pembuktian dalam aplikasi media sosial mislanya membutuhkan proses digitalisasi terhadap pemenuhan syarat pembuktian tersebut, kalau melihat pasal 184. alat bukti yang sah adalah keterangan ahli.[13] salah satunya keterangan ahli yang masuk katagori pembuktian tersebut yang harus mampu mengkwalifikasikan tersebut, hal itu disebabkan kurangnya alat bukti tindak pidana dalam pembuktian tindak pidana pemilu. maka menjadi persoalan penanganan pelanggaran lewat medsos aplikasi facebook harus di lakukan secara Forensik digital yang merupakan bidang keilmuan yang harus di dapatkan dari keterangan ahli yang bersangkutan untuk mengambil, menganalisis, dan melaporkan bukti elektronik yang terkait tindak pidana untuk di lakukan uji pembuktian. maka dalam proses penulisan ini merupakan penelitian pendekatan kasusistik hukum yuridis normatif dan menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach), yang di dasarkan pada pendekatan kasus (case approach), dan pendekatan komparatif (comparative approach). Penelitian ini dilakukan dengan melakukan penelitian kepustakaan dan terhadap kasus yang pernah terjadi. sedangkan metode analisa data yang digunakan yakni analisis kuantitatif. hasil penelitian ini menunjukan bahwa terhadap pembuktian dengan forensik digital berperan penting dalam pengungkapan perkara pada pristiwa tindak pidana pemilu lewat media sosial dan pembuktian penanganan perkara tindak pidana pemilu secara efisien dan efektif. berkaca dari kelebihannya tersebut penulis merekomendasikan Sentra Penegakan Hukum Terpadu membentuk unit khusus untuk forensik digital yang langsung terhubung dengan kepolisian agar membantu penanganan perkara tindak pidana pemilu.

Konsep Pembuktian Digital Dalam Desain Tindak Pidana Pemilu

Pembuktian merupakan proses penting untuk menentukan salah atau tidaknya seseorang dan juga terang atau tidak terangnya suatu perkara, pengetian pembuktian adalah suatu perbuatan membuktikan. Membuktikan berarti memberikan atau memperlihatkan bukti, melakukan sesuatu kebenaran, melaksanakan menandakan menyaksikan dan meyakinkan. Menurut Prof. Dr. Eddy O.S. Hiariej dalam bukunya Teori dan Hukum Pembuktian hukum pembuktian sebagai ketentuan-ketentuan mengenai pembuktian dalam pasal 184.[14] ayat (1) KUHAP yaitu Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Surat, Petunjuk, Keterangan Terdakwa. yang meliputi alat, bukti, barang bukti, cara mengumpulkan dan memperoleh bukti sampai pada penyampaian bukti di pengadilan serta kekuatan pembuktian dan beban pembuktian.

Alat Bukti

Alat bukti dapat didefinisikan sebagai segala hal yang dapat digunakan untuk membuktikan perihal kebenaran suatu peristiwa di pengadilan. KUHAP menganut sistem pembuktian secara negatif (Negatief Wettelijk Stelsel) sebagaimana ketentuan Pasal 183 KUHAP bahwa “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia peroleh keyakinan bahwa suatu tidak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Adapun alat bukti yang sah menurut Pasal 184 Ayat (1) KUHAP adalah “Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat, Petunjuk dan Keterangan Terdakwa” Kemudian bagaimanakah dengan bukti elektronik, Bagaimana pengaturan bukti elektronik dapat menjadi suatu alat bukti di pengadilan,


Dasar Hukum

Bukti elektronik peetama kali diperkenalkan dalam Pasal 26A Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kemudian pengaturan bukti elektronik diatur lebih rinci lagi pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terdapat 19 bentuk tindak pidana penghinaan khusus, yang di muat pada pasal 27 ayat 3 UU ITE menyebut melarang “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik” sebagaimana ketentuan dalam pasal 27 bahwa bisa di jadikan alatbukti tertesut terhadap dokumen elektronik tersebut.[15] sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 atau Selanjutnya disebut UU ITE. 

Bukti Elektronik

Memberikan definisi Mengenai digital evidence sebagai informasi atau data, disimpan atau dikirim dalam bentuk biner (bineryform) yang diandalkan sebagai bukti. dalam buku hukum pidana positif penghinaan karangan Drs. H. Adami Chazawi. S.H pengertian bukti elektronik adalah data tersimpan yang ditransmisikan melalui sebuah perangkat elektronik, jaringan atau sistem komunikasi. Jadi data-data yang tersimpan inilah yang dibutuhkan untuk membuktikan adanya suatu tindak pidana yang terjadi, yang pembuktiannya akan diuji kebenarannya di depan persidangan.[16]

Secara prinsip Internasional penanganan bukti elektronik secara Terpeliharanya integritas data, adanya personel yang kompeten, terpeliharanya chain of custody, kepatuhan terhadap regulasi. Berbeda dengan alat bukti menurut Pasal 184 KUHAP, bukti elekronik memiliki karakteristik yang khusus yakni tak terlihat, sangat rapuh karena mudah berubah, mudah rusak karena sensitive terhadap waktu, dan mudah dimusnahkan atau mudah dimodofikasi (rekayasa). Bukti elektronik juga dapat berpindah dengan mudah, serta jika akan melihat atau membacanya memerlukan bantuan alat, baik alat yang berupa perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun