Aku sangat sedih hari ini.
Kue pukis yang dibelikan ibu, sekarang hilang di bawa lari Si Beto gara-gara aku lupa menutup pintu kandang. Baru beberapa saat yang lalu, aku memasukkan bekatul ke kandang agar di makan ayam itu, tapi eh- 'Bruakk!' aku mendengar suara benda jatuh.Â
Aku yang kaget, langsung lari ke jalan. Ternyata Budhe Karti jatuh sewaktu ingin berbelok masuk ke halaman. Motornya masuk ke parit. Aku langsung menolong budhe yang basah oleh lumpur, sementara ayamku, Si Beto terbang keluar kandang dan masuk ke dalam rumah.
"Budi, budhe tidak apa-apa kan?"
Aku hampir tidak memperhatikan ibu karena sedih, melihat Si Beto terbang keluar menggondol kue pukisku di paruhnya.
'Hiks..'
Tidak, aku tidak boleh menangis. Meski aku kehilangan satu-satunya kue yang dibelikan ibu dari seberang pulau, jangan sampai teman-teman menganggapku cengeng! Ibu yang sibuk berkemas, mungkin tidak memperhatikan wajahku yang mati-matian menahan tangis. Aku mandi, lantas memakai seragam untuk sekolah. Sebelum naik kapal, ibu terheran melihatku memalingkan muka ke lautan.
"Lho? Ada sesuatu yang terjadi? Biasanya kau riang kalau pergi sekolah.."
Aku ber-puh sebal. "Tidak. Tidak ada apa-apa.."
Aku yakin, ibu menahan ketawa melihat wajah sebalku. Memang biasanya aku riang ketika pergi sekolah naik perahu, sebab kubisa ketemu teman-teman kelas tiga SD di seberang. Dia sebenarnya tahu, tapi diam saja tersenyum. Laut Natuna terlihat indah di pagi hari.
Sebuah perahu cap 'Berkah Laut' melintas membawa karung-karung cengkih 'Swuuss..' airnya hampir menciprat wajahku. Aku tahu perahu itu menuju pasar pulau seberang untuk menjual cengkih.