Mohon tunggu...
Fauzan Fikri
Fauzan Fikri Mohon Tunggu... Lainnya - An aspiring linguist and cognitive scientist

A linguist

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dekonstruksi Bahasa: Menziarahi Makna "Romantis" yang Sejati

6 Oktober 2021   22:43 Diperbarui: 6 Oktober 2021   22:58 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: www.unsplash.com)

Hal ini berujung pada naiknya angka pengangguran serta kemiskinan. Kemajuan zaman, nalar, dan teknologi yang kerap menuntut rasionalitas serta menekan perasaan emosional akhirnya hanyalah menambah penderitaan manusia sebagai makhluk perasa. Modernisme tak ubahnya bisa ular yang lambat laun meracuni aspek-aspek alamiah manusia. 

Romantisisme, pun akhirnya, lahir sebagai bentuk perlawanan mereka yang tertindas, mereka yang ingin memanusiakan manusia.

Gerakan atau aliran romantisisme merupakan perayaan atas bebasnya manusia dari berbagai belenggu sosial dan glorofikasi imaji atas rasionalitas. Penghargaan tak lagi diarahkan pada pencapaian sains, logika dan kontrol diri, melainkan pada kebebasan dalam segala aspek serta apresiasi terhadap alam. 

Kehidupan pedesaan dipandang jauh lebih baik ketimbang kehidupan urban di pusat kota. Kesederhanaan dalam hidup dianggap dapat "memurnikan" jiwa-jiwa yang ternodai materialisme duniawi. 

Bagi kaum romantik, dunia hanyalah jeruji yang mengekang hasrat-hasrat yang tak kunjung terwujud. Oleh sebab itu, perasaan irasional subjek individu menjadi fokus utama. 

Hal ini membuat para romantis menjunjung tinggi perbuatan-perbuatan yang dilatarbelakangi oleh dorongan emosional. Salah satunya adalah cinta. 

Tetapi, cinta bukanlah satu-satunya perasaan manusia. Kebencian, dendam, amarah, dan kekesalan juga merupakan ragam emosi yang kerap dialami. 

Maka dari itu, romantisisme merangkul semua rasa tersebut yang mana di kemudian hari disebut sebagai Dark Romanticism. Maka dari itu, dalam artian yang sesungguhnya, bukan hanya cinta, bahkan perang dan pembunuhan pun bisa romantis.     

Mereka yang benar-benar romantis, adalah mereka yang menjunjung tinggi kebebasan, imajinasi, spontanitas, perasaan, dan irasionalitas. Mereka yang masih berpikir dalam urusan cinta bukanlah seorang romantis. 

Orang-orang seringkali memproklamirkan diri atau pasangannya sebagai individu yang romantis namun ironisnya tak sedikit dari mereka masih ragu akan komitmen pernikahan karena setelah dipikir matang merasa belum mapan. Cinta tak butuh berpikir, rayakanlah cinta dan jadilah romantis sejati.

Referensi:

Carter, Ronald & McRae, John. 1997. The Routledge History of Literature in English. London: Routledge.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun