Namun, bukan berarti jalan ini buntu. Justru di tengah tantangan besar, ada peluang baru:
- Solidaritas global semakin menguat. Negara-negara Barat yang mulai mengakui Palestina memberi sinyal bahwa opini publik dunia telah bergeser.
- Laporan genosida PBB terhadap Israel menjadi senjata hukum yang sah untuk menekan dunia agar bertindak.
- Peran dunia Islam dan masyarakat sipil internasional semakin vital, bukan hanya melalui diplomasi negara, tetapi juga gerakan solidaritas, kampanye boikot, dan tekanan publik.
Kemerdekaan de jure Palestina memang masih jauh, tapi setiap langkah diplomasi, setiap pengakuan negara, dan setiap suara yang menuntut keadilan adalah batu pijakan menuju puncak itu. Pada akhirnya, perjuangan ini bukan hanya tentang satu bangsa di Timur Tengah, tetapi tentang ujian kemanusiaan dunia: apakah kita rela menutup mata pada genosida yang dilakukan Israel, atau berani berdiri untuk sebuah kebenaran yang tertunda terlalu lama.
Penutup
Palestina sudah lama menjadi cermin bagi dunia. Di satu sisi, pengakuan de facto di PBB dan dukungan dari lebih 140 negara menunjukkan bahwa bangsa ini telah lahir sebagai negara di mata dunia. Tetapi di sisi lain, realitas di lapangan tetap berdarah: blokade, pengusiran, dan genosida yang dilakukan Israel masih berlangsung tanpa henti.
Inilah paradoks terbesar abad ini. Dunia mengakuinya, tetapi tidak benar-benar melindunginya. Palestina ada di dalam dokumen resolusi, tetapi tetap terjepit di balik tembok-tembok penjara raksasa. Mereka punya kursi di PBB, tetapi masih kehilangan rumah di tanah sendiri.
Maka, pengakuan de facto bukanlah akhir, melainkan awal dari jalan panjang menuju de jure---kemerdekaan penuh yang dijamin hukum internasional. Perjuangan itu tidak bisa hanya diserahkan pada para diplomat, tetapi juga pada kesadaran global. Setiap suara solidaritas, setiap tekanan terhadap rezim penindas, setiap doa dan aksi nyata, adalah bagian dari perjuangan menuju kedaulatan yang sejati.
Bagi Indonesia, dukungan pada Palestina bukan sekadar politik luar negeri, melainkan amanat konstitusi dan nurani bangsa. Ketika Presiden Prabowo bersuara lantang di PBB, itu adalah gema dari jutaan rakyat Indonesia yang sejak lama berdiri di sisi Palestina.
Akhirnya, perjuangan Palestina adalah ujian bagi kemanusiaan dunia. Apakah kita akan membiarkan genosida yang dilakukan Israel tercatat sebagai aib sejarah, ataukah kita berani memastikan bahwa suatu hari nanti, bendera Palestina berkibar bukan hanya di ruang sidang PBB, tapi juga di tanah suci Yerusalem---bukan sebagai simbol penderitaan, melainkan sebagai tanda kemerdekaan yang hakiki.
Referensi: