Mohon tunggu...
Pekik Aulia Rochman
Pekik Aulia Rochman Mohon Tunggu... Petualang Kehidupan Dimensi Manusia yang diabadikan dalam https://theopenlearner333.blogspot.com/

I can't do anything, I don't know anything, and I am nobody. But, I am An Enthusiast in learning of anything.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Maulid Tak Cukup Dirayakan dengan Shalawat?

6 September 2025   19:29 Diperbarui: 6 September 2025   19:56 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: klinikkeluarga.com

Al-Qur'an menyebut adanya barzakh---batas halus antara dunia dan akhirat---sebagai tempat jiwa singgah setelah kematian (QS. Al-Mu'minun:100). Banyak jiwa yang masih terikat di sana, belum sepenuhnya sadar bahwa tubuh fisiknya telah tiada. Mengapa? Karena masih melekat pada harta, jabatan, atau identitas duniawi.

Tasawuf mengajarkan bahwa latihan melepaskan sebaiknya dilakukan sejak hidup. Proses itu disebut takhalli (melepaskan sifat buruk), tahalli (menghias diri dengan kebaikan), dan tajalli (tersingkapnya cahaya Ilahi). Tanpa tahapan ini, jiwa akan kesulitan melangkah ringan saat melewati gerbang barzakh.

Nabi Muhammad menjadi teladan pelepasan total. Beliau hidup sederhana meski ditawari kekuasaan dan harta berlimpah. Saat wafat, beliau meninggalkan dunia dengan warisan utama berupa akhlak, bukan harta benda. Itulah pesan tersirat Maulid: kita merayakan kelahiran beliau, tetapi juga diingatkan untuk menyiapkan kelahiran kita di alam berikutnya---dengan hati yang bebas dari beban dunia.

Pelepasan bukan berarti menjauhi kehidupan, melainkan menjalani peran dengan penuh tanggung jawab tanpa diperbudak olehnya. Semakin kita berlatih melepaskan, semakin ringan langkah jiwa menghadapi kematian. Sebab sejatinya, barzakh hanyalah cermin: ia memantulkan apa yang masih kita genggam, atau sebaliknya, apa yang sudah kita lepaskan.

Menyalakan Nur Muhammad dalam Kehidupan Sehari-hari

Pada akhirnya, inti dari Maulid bukanlah sekadar mengenang kelahiran Nabi Muhammad , melainkan bagaimana kita melahirkan kembali cahaya beliau dalam diri kita. Nur Muhammad bukanlah sesuatu yang jauh di langit, melainkan bisa hadir dalam keputusan-keputusan kecil sehari-hari: memilih jujur meski sulit, bersabar ketika diprovokasi, menolong meski tidak dikenal, atau memaafkan meski hati masih perih. Inilah akhlak Nabi yang harus hidup di zaman kita.

Maulid mengingatkan bahwa setiap orang berpotensi menjadi "rahmat kecil" bagi lingkungannya. Nabi diutus sebagai rahmatan lil 'lamin (QS. Al-Anbiy':107), dan kita, dengan cara sederhana, bisa menyalurkan rahmat itu: menjadi telinga yang mau mendengar, tangan yang mau membantu, atau hati yang mau berempati. Dengan begitu, kita tidak hanya merayakan Maulid di masjid atau majelis, tetapi juga di rumah, kantor, jalanan, dan dunia digital.

Hidup sebagai perjalanan pulang kepada Allah adalah misi roh kita semua. Sementara itu, misi jiwa---pertempuran kecil melawan ego---adalah bekal yang menyiapkan kita untuk sampai. Maka, merayakan Maulid berarti meneguhkan arah: berjalan dengan cahaya Rasul, agar ketika tiba saatnya pulang, kita melangkah ringan dengan hati yang selamat.

Referensi

https://theopenlearner333.blogspot.com/2025/09/misi-jiwa-dan-misi-roh-menemukan.html

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun