Mohon tunggu...
Pekik Aulia Rochman
Pekik Aulia Rochman Mohon Tunggu... Petualang Kehidupan Dimensi Manusia yang diabadikan dalam https://theopenlearner333.blogspot.com/

I can't do anything, I don't know anything, and I am nobody. But, I am An Enthusiast in learning of anything.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Mendidik atau Menghukum? Membedah Ulang Cara Kita Memperlakukan Anak-anak 'Nakal'

5 Mei 2025   10:23 Diperbarui: 5 Mei 2025   10:23 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin inilah yang hilang dalam kebijakan barak militer: kepercayaan bahwa anak bisa berubah, bukan karena dipaksa, tapi karena disayangi.

Benang Merah: Dari Kontrol Menuju Kepedulian

Di ujung segala kebijakan pendidikan dan pembinaan, sebenarnya kita sedang berurusan dengan satu hal: hubungan antara orang dewasa dan anak-anak.

Apakah kita memandang mereka sebagai masalah, atau sebagai makhluk yang sedang belajar menjadi manusia? Apakah kita memilih jalan kontrol---mengatur, menekan, bahkan menghukum---atau jalan kepedulian, yang membutuhkan kesabaran, ruang, dan keberanian untuk tidak segera menyalahkan?

Kebijakan barak militer yang digagas Dedi Mulyadi adalah cermin dari kehausan publik terhadap ketertiban. Ia cepat, tegas, dan memberi ilusi bahwa masalah langsung selesai. Tapi seperti obat yang hanya meredakan gejala, pendekatan ini mengabaikan akar persoalan: keluarga yang hancur, sekolah yang tak ramah, ruang publik yang tak mendukung, dan negara yang seringkali absen.

Sementara itu, pendekatan restorative justice, kota ramah anak, sekolah alternatif, dan pengembangan remaja ala Skandinavia bergerak pelan---tapi menumbuhkan. Mereka tak selalu terlihat di headline, tapi meninggalkan jejak panjang dalam jiwa anak-anak.

Disiplin yang bertahan lama bukan dibentuk oleh ketakutan, tapi oleh rasa memiliki. Dan perubahan yang tulus datang bukan karena ditekan, tapi karena dirangkul.

Jika kita benar-benar ingin anak-anak berubah, maka tugas kita bukan mencetak mereka seperti tentara---tapi menemani mereka menjadi manusia.

Penutup: Anak-anak Bukan Musuh Negara

Seorang anak yang bolos sekolah, terlibat tawuran, atau membentak gurunya mungkin sedang berteriak dalam bahasa yang tidak kita mengerti: bahasa luka. Dan seperti luka pada tubuh, luka pada jiwa juga butuh penanganan---bukan tamparan.

Sayangnya, di negeri ini, terlalu sering kita menjawab keresahan anak-anak dengan bentakan. Kita lebih cepat memanggil tentara daripada memanggil konselor. Kita bangga saat mereka berdiri tegap di bawah panas matahari, tapi lupa bertanya: apakah hatinya juga sedang tertata?

Kebijakan barak militer mungkin lahir dari niat baik, tapi niat saja tak cukup. Kita butuh keberanian yang lebih besar: keberanian untuk mendengar, memahami, dan memaafkan.

Karena sejatinya, anak-anak bukan musuh negara. Mereka adalah warga negara yang paling muda---yang berhak atas perlindungan, ruang tumbuh, dan kesempatan kedua. Mereka adalah masa depan yang belum selesai ditulis, bukan masa lalu yang harus dihukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun