Mohon tunggu...
Fauzan Ismail
Fauzan Ismail Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Sarana Media Creative | Digital Marketing Head - Content Editor | HMI Kom's FISIP USU| Alam Raya Sekolahku, Pengalaman Guruku

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Obrolan Warung Kopi (Refleksi Sosial Kaum Pinggiran)

17 Desember 2015   14:05 Diperbarui: 8 Januari 2016   09:18 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Disini, di kawasan Jabodetabek, memang cukup berbeda, dan bisa saya katakan bahwa angka kesenjangan sosialnya cukup parah dibandingkan kota – kota lainnya. Ditengah gemerlap kota yang mewah, modern dengan barisan gedung – gedung yang menjulang tinggi mencakar langit ibukota. Kita lupa bahwa dibalik itu semua ada kemelaratan yang melanda sebagian masyarakatnya. Tidak perlu jauh – jauh untuk mencari pemandangan suram ibukota hingga sampai ke pedalaman, cukup anda naik kereta commuter line rute Jabodetabek, dan lihatlah bagaimana gambaran masyarakat pinggiran yang bisa anda saksikan langsung dari kaca jendela kereta. Kalau biasanya kita tinggal nyaman dirumah, dengan beberapa kamar tidur, dapur, kamar mandi khusus dan ruang keluarga, maka rumah-rumah yang nantinya kita lihat disana hanyalah sebatas tenda kecil, gelaran tikar dan kasur kecil serta wc umum.

“Hidup di ibukota ini keras mas” Lanjutnya ke saya yang tadi sedikit merenungi kata – katanya

“Iya mas, tapi mas, yang namanya rejeki sudah ada yang mengatur ya, yang penting kita mensyukuri apa yang sudah Tuhan berikan ke kita” Jawab saya sembari lebih mencairkan suasana

“Setidaknya kan kita sudah berusaha” Lanjut saya

“Iya sih mas, apapun mesti kita syukuri mas, saya walaupun kerja beginian, tapi saya bangga mas, mendapatkan penghasilan dengan cara yang halal. Tidak mengakal – akali orang, gak nyusahin orang mas, daripada kerja berbalut jas di gedungan mewah tapi korupsi, malingin uang Negara dari hasil pajak kita – kita rakyat kecil begini, jalan – jalan dan berfoya – foya pakai uang rakyat, jauh lebih mulia mungkin kita - kita yang kerja serabutan gini dibandingkan mereka yang hidup dari jalan penghasilan yang tidak baik” Ujarnya geram

“Iya, bener sih mas, kemuliaan dari pekerjaan bukanlah dinilai dari tempatnya yang mewah, pakaiannya yang necis dan penghasilannya yang besar, tapi dari keikhlasan dan kejujuran kita saat mencari rezeki melalui jalan yang baik” Ujar saya sebagai tanda setuju dengan apa yang disampaikannya.

“Bener mas, kalau kata orang kita dibilang suka ngeluh, pemalas, ya karena mereka saja yang gak tahu gimana sebenarnya masyarakat kecil ini, mungkin mereka sudah nyaman dengan kecukupan hidupnya, jadi tidak begitu tahu gimana kehidupan rakyat kecil. Kalau saja mereka tahu gimana kehidupan kami, dan bagaimana kerasnya kami menjalaninya, pasti gak semudah itu mereka beranggapan begitu” Tegasnya.

Tidak mudah memang menjalani kehidupan dengan himpitan ekonomi yang sulit saat ini. Kebutuhan hidup semakin sulit didapat ditengah melonjaknya harga, biaya pendidikan yang katanya terbantu melalui 20% APBN juga tidak semuanya dirasakan oleh rakyat kecil, yang ada hanyalah pepesan kosong sekolah gratis yang selalu menjadi jualan janji calon – calon pemimpin saat Pemilu dan Pilkada. Begitu juga dengan janji kesehatan murah yang berujung pungutan kolektif masyarakat dengan dalih gotong royong, padahal tidak ada bedanya dengan premi asuransi.

“Ya, setidaknya kita jalaninnya ikhlas mas, bisa jadi entah kedepan kita bisa dapetin pemimpin yang peduli sama rakyatnya, peduli sama kita – kita rakyat kecil, ya, kita doain aja la mas” Jawab saya singkat, sambil bersiap – siap untuk melanjutkan aktifitas, karena ada beberapa tugas yang mesti saya kerjakan hari itu di kantor.

“Iya mas, mudah – mudahan la mas, kita ini mah cuma bisa berharap dan berdoa saja lah” Balasnya singkat

“Saya duluan ya mas” Jawab saya, sambil izin untuk beranjak dari warung tersebut

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun