Mohon tunggu...
Fatwa Azmi
Fatwa Azmi Mohon Tunggu... Novelis - Hi, I am, Azmi.

Anak ingusan yang mengetik dengan jari kecilnya, memandang dengan dua bola mata indahnya, dan mempunyai hati sebagaimana hati manusia. Read more at https://www.indonesiana.id/profil/1223/fatwazmi@gmail.com#kbDjWqS1PpfLmjOW.99

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menikmati Posisi Insanun Adilun

19 September 2019   00:34 Diperbarui: 19 September 2019   00:41 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diteliti berabad-abad lamanya dengan ribuan ulama ahli hanya menghasilkan jawaban berupa semua pendapat dan dalil yang diungkapkan beliau-beliau itu tepat serta masuk akal semua. Illat mereka sangat kuat bahkan hingga seorang santri harus berulang kali melepas kopiah dan mengipas-ngipasi kepalanya sebagai bukti kebingungan mereka dalam mendalaminya itu.

Namun, perbedaan dalam ilmu nahwu seperti itu bersifat hasanah. Mana ada santri yang fanatik terhadap Bashrah kemudian mencaci maki santri Kuffah dengan radikal. Mereka berbeda namun mereka berbuat adil. Itu kuncinya.

Kembali ke dunia pendidikan dimana menjadi asal mula dari perbedaan pandangan terhadap sesuatu. Semakin zaman berkembang, berbagai teori-teori juga semakin melebarkan sayapnya. Hal itu akan sangat dirasakan terutama ketika duduk di bangku perkuliahan.

Menjadi mahasiswa baru bak menjadi daging panggang di kandang singa atau seperti sepotong ikan goreng yang diperebutkan kucing-kucing kampung. Tak peduli bahwa ia sedang bersaing dengan istri atau bahkan anaknya sendiri yang penting ia berhasil mendapatkan mangsanya tersebut. Daging panggang dan ikan goreng itu mengalami 'shock' sehingga tak bisa bergerak kemana-mana. Yang terlihat hanya pemandangan bahwa keduanya sedang diperebutkan oleh berbagai macam dan jenis singa serta kucing yang berbeda. Adanya 'shock' itu seakan-akan menjadi bom waktu bagi mahasiswa untuk memilih dengan tepat kepada siapa ia harus menyerahkan diri. Memilah, memilih, dan menyerahkan.

Dengan waktu yang cukup singkat, seorang mahasiswa dituntut untuk menyerahkan diri dengan cepat. Kemana jalan langkahnya? Kemana lantang suaranya? Kemana arah pandangannya? Untuk kubu Merah? Kuning? Atau Hijau?

Seorang mahasiswa baru dengan semangat baru berkata, "Aku masuk kubu Merah. Di sana aku bisa menjadi orang yang sukses."

Mahasiswa baru idealis berkata, "Aku masuk kubu Kuning saja, mereka satu pemikiran denganku."

Berbeda lagi dengan mahasiswa baru santuyis, "Aku masuk kubu Hijau deh, sepertinya mereka lebih jelas dan tidak macam-macam."

Ketiganya bersuara lantang membanggakan suaranya masing-masing. Bagiku tak apalah. Toh mereka tak saling merendahkan dan saling bersaing dengan sehat. Berbeda pandangan bagiku jika ada mahasiswa baru yang tak bisa aku kategorikan berjenis apa yang tiba-tiba saja bersuara lantang tanpa pengalaman apa-apa kemudian mengatakan bahwa kubunya adalah kubu yang terbaik dan menafikan kubu lainnya.

Bagiku, ranah seperti itu sudah melampui batas. Kamu belum memiliki pengalaman apa-apa, hidupmu pun masih seumur jagung. Jangan hanya karena satu pandanganmu yang sama membuatmu fanatisme buta. Masih adanya ribuan pandanganmu di luar sana yang berpotensi beradu dengan pemikiranmu.

Aku tahu, semua tak sama dan tak bisa disamakan. Tapi setidaknya berbuatlah adil atas dirimu sendiri. Tempatkan dan sesuaikan dirimu. Menyeburkan dirimu yang masih benih ke dalam tanah hanya karena tanahnya empuk akan membahayakanmu. Apa kamu sudah pastikan bahwa tanah itu bebas dari cacing-cacing radikalis yang siap menggerogoti perkembanganmu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun