Mohon tunggu...
Hanif alfattah
Hanif alfattah Mohon Tunggu... semoga bermakna

tindakan hanya sebatas kewajibanku bukan penentu kesuksesanku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Finlandia : Kemajuan Dengan Pembungkaman

15 September 2025   21:01 Diperbarui: 15 September 2025   21:01 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bayangkan suatu negara demokrasi liberal, membungkam rakyatnya, persnya dan memperpanjang masa jabatan demi stabilitas negara, apakah itu hanya bualan ataukah betulan?

Indonesia lahir dari landasan dasar bahwa kita adalah negara besar dan negara kesejahteraan. Untuk mencapai itu, indonesia menerapkan sistem Pemerintahan Demokrasi yang tertulis di dalam UUD NRI 1945  Pasal 28E ayat (3), yang berbunyi, "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat." dalam prosesnya pun, indonesia tak bisa dipisahkan dari ketikstabilan bentuk pemerintahan. Pernah parlementer, presidensial, semi-presidensial namun pada akhirnya yang dipilih hingga kini yakni presidensial. Selain itu, tafsiran Demokrasi bagi Indonesia awal kemerdekaan juga berubah-ubah, Demokrasi Terpimpin, demokrasi dengan kekuasaan tertinggi di MPR, Demokrasi secara langsung, bahkan pada orde lama, presiden soekarno mengeluarkan dekrit pembubaran DPR dan di ganti dengan DPR-GR sehingga jelas begitu besar kekuasaan Presiden dan banyak anggota DPR masa itu di ganti secara subjektif oleh Presiden. 

Sejarahnya DPR-GR hadir karena munculnya Penetapan Presiden (Penpres) No. 3 Tahun 1960 pada tanggal 5 Maret 1960. Hal ini terjadi karena pada tahun 1955 Pemilu Indonesia memiliki DPR yang dianggap paling demokratis. Anggotanya dipilih langsung oleh rakyat dan seringkali sangat kritis terhadap kebijakan pemerintah. Pada tahun 1960, DPR hasil Pemilu 1955 menolak Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang diajukan oleh pemerintah. Penolakan ini dianggap oleh Presiden Soekarno sebagai tindakan yang menghambat jalannya revolusi. Selain itu, pada tahun 1960, Soekarno juga membubarkan Partai Sosialis Indonesia (PSI) dan Masyumi. Banyak petinggi partai tersebut yang ditangkap dan dipenjara. Misal Mohammad Natsir, Buya Hamka, Syarifudin Prawiranegara, dan Soetan Syahrir. Pembubaran dan penangkapan tersebut terjadi karena terjadinya Protes dengan gerakan PRRI/Permesta (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia / Perjuangan Rakyat Semesta). Protes ini terjadi karena adanya kekecewaan politik, sentralisasi ekonomi dan penolakkan terhadap pengaruh komunis. 

Era reformasi menandai transformasi fundamental demokrasi Indonesia, dengan penerapan pemilihan umum langsung sebagai pilar utamanya. Sistem ini tidak hanya memperkuat institusi presidensial, tetapi juga didukung oleh penguatan kebebasan sipil, seperti kebebasan berekspresi, berserikat, dan pers, serta adanya pembatasan masa jabatan. Upaya untuk menghilangkan hak-hak fundamental tersebut diyakini akan memicu perlawanan publik yang masif, menunjukkan betapa berharganya proses demokrasi saat ini.

Dalam kasusnya, Masa jabatan presiden indonesia terlama di berikan kepada Presiden Soeharto dan pada akhir masa jabatannya di gulingkan oleh masyarakat. Kasus pembungkaman kebebasan berpendapat, pernah dilakukan pada masa Soeharto yakni adanya SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0156/U/1978 mengenai NKK/BKK yang isinya yakni pembubaran Dewan Mahasiswa dan di ganti dengan BKK (Badan Koordinasi Mahasiswa). Hal ini terjadi karena mahasiswa kerap protes dan demo mengenai kebijakan soeharto seperti adanya kasuswa Malari (1974) dan adanya gerakan mahasiswa 1977/1978 menjalang soeharto di pilih kembali aklamasi oleh sidang MPR. dampaknya yakni kampus menjadi steril dari politik dan hilangnya suara kritis mahasiswa. 

Sementara kasus pembungkaman pers pernah terjadi pada masa soeharto yakni adanya Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), ini bukan hanya sekadar izin usaha namun juga sebagai nyawa bagi sebuah media. Pada tahun 1994 terdapat 3 media yang di cabut SIUPP nya yakni Tempo, Detik dan Editor.  Alasannya yakni Tempo dan Editor dianggap melanggar ketentuan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) mengenai kepemilikan saham, sedangkan Detik dianggap menggunakan izin yang tidak sesuai dengan kontennya. Akan tetapi, pemicu utamanya yakni adanya suara kritis media tersebut dalam isu pembelian 39 kapal perang bekas dari Jerman Timur. Adanya penggelembungan harga yang ujungnya ke korupsi dan adanya perbedaan pendapat antara pejabat tinggi ke publik. Sehingga jelas ada perpecahan di dalam kabinet soeharto waktu itu.

Berbeda dengan Finlandia, pembungkaman pers dan suara masyarakat serta memperpanjang masa jabatan tidak hanya sebatas tekanan tetapi di buat Doktrin oleh Pemerintah agar diresapi dan dilaksanakan secara baik oleh masyarakat. Doktrin tersebut bernama doktrin Paasikivi-Kekonen, nama tersebut adalah nama presiden Finlandia tahun 1946-1956 (Paasikivi) dan 1956-1982 (Kekonen). Apakah doktrin ini di kritik oleh masyarakat negara lain? Iyaa doktrin ini pasti dikritik. Doktrin ini di luar dinamakan Filandisasi, New York times 1979 menyatakan bahwa kondisi menyedihkan berupa tetangga yang lemah dan kecil gentar oleh kekuatan dan kekejian politik negara adidaya totaliter, mengalah secara tidak pantas dan memalukan dalam hal kebebasan berdaulatnya, mengganggap bahwa kebijakan tersebut adalah pengecut. Selain itu, Para pengamat eropa dan amerika ngeri melihatnya karena pemilu ditunda, calon presiden membatalkan pencalonannya, penerbit membatalkan buku dan pers menyensor sendiri tulisannya agar uni soviet tidak tersinggung. Hal ini melanggar hak untuk bebas bertindak dalam demokrasi. Sehingga pada masa itu, presiden Kokkenon merangkum kebijakan tersebut dengan "Finlandisasi bukan untuk di ekspor". Tindakan ini merupakan bentuk fleksibiltas bukan memalukan bagi finlandia dan yang finlandia pegang adalah nilai kemerdekaan dan tidak dijajah di atas segalanya meskipun mengorbankan demokrasi.

Contoh pembungkaman yang terjadi yakni 

  1. Saat negara lain mengutuk serbuan soviet ke hungaria dan czechoslovakia dan perang soviet melawan afganistan pemerintah dan pers finlandia diam

  2. Perusahaan penerbit buku membatalkan novel Gulah karya Solzhenitsyn karena khawatir menyinggung soviet

  3. Pada 1971 surat kabar finlandia menyinggung soviet, maka pemerintah finlandia menyerukan kepada pers-persnya untuk bertanggungjawab dan menyensor sendiri pernyataan-pernyataan

  4. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
    Lihat Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun