Mohon tunggu...
fatmasari titien
fatmasari titien Mohon Tunggu... Penulis - abadikan jejak kebaikan, jadikan hidup penuh manfaat

ibu profesional, pembelajar dan pegiat sosial.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pilkada dan Hari Anti Korupsi Sedunia

9 Desember 2020   12:38 Diperbarui: 9 Desember 2020   12:40 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

30 Oktober 2003 silam, Koffi Annan berbicara di hadapan 119 anggota Majelis Sidang Umum PBB membahas tentang masalah korupsi. 

"Korupsi menjadi penyebab utama memburuknya perekonomian suatu bangsa, dan menjadi penghalang upaya mengurangi kemiskinan dan pembangunan." (Koffi Annan)

 31 Oktober 2003, Sidang Umum menyetujui Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa melawan Korupsi. Usai pidato itulah, dunia melalui PBB menyetujui perjanjian anti korupsi tepatnya pada 9 Desember 2003. Perjanjian tersebut ditandatangani di Merdia, Meksiko pada 9-11 Desember 2003. Dalam sidang tersebut juga ditetapkan 9 Desember sebagai Hari Anti Korupsi Sedunia. Hari itu dibuat untuk meningkatkan kesadaran tentang korupsi dan peran konvensi dalam memerangi dan mencegahnya. Konvensi mulai berlaku pada bulan Desember 2005.

Agaknya fenomena korupsi memang sudah mendunia sejak lama. Pemerintahan Orde Baru harus tumbang 1998 pun salah satu alasannya adalah mengguritanya KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Faktanya fenomena korupsi ini sudah demikian menggurita hingga sampai saat ini pun, 22 tahun sejak jatuhnya Orde Baru, korupsi masih saja tetap ada. Kasus terbaru justru melibatkan dua mentri yang menjadi tumpuan harapan masyarakat di tengah terpuruknya ekonomi karena wabah pandemi.

9 Desember 2020, bertepatan dengan Hari Anti Korupsi Sedunia, sebagian wilayah Indonesia sedang mengadakan perhelatan besar, pemilihan kepala daerah secara langsung. Entah apa alasannya pemerintah bersikukuh tetap mengadakan pemilu kada serentak  dan tidak mau menundanya setidaknya sampai tahun depan. Sebagian masyarakat menanggapi positif, mungkin memang selayaknya kepala daerah segera diganti dengan yang lebih kompeten dan lebih peduli. Sebagian lagi berasumsi negatif bahwa pemilu kada merupakan salah satu lahan subur untuk korupsi. Mulai dari pengadaan surat suara, tinta, bilik tps, operasional pilkada termasuk honor para petugasnya. Semuanya berpotensi besar untuk disunat. 

"Corruption is a cancer, a cancer that eats away at a citizen's faith in democracy, diminishes the instinct for innovation.(Korupsi adalah kanker, kanker yang menggerogoti kepercayaan warga negara pada demokrasi, menghilangkan naluri untuk berinovasi)." Joe Biden, Politisi AS.

Publik bisa menilai sepinya TPS dari pemilih, karena sebagian masyarakat sudah kehilangan kepercayaan pada proses demokrasi. Nyatanya berganti pemimpin, korupsi tetap merajalela. Kalaupun mereka tetap menggunakan hak pilihnya, sebagian beralasan karena sudah dapat amplop pilkada (pilih yang bayar karena tak ada pilihan). Sebagian lagi terpaksa tidak menggunakan hak pilihnya karena terpapar covid 19, dan berrisiko menularkan virus kepada orang lain. 

Pemerintah harus memperbaiki lembaga negara dan kinerjanya untuk memperoleh kembali kepercayaan masyarakat. Setidaknya kasus-kasus korupsi harus segera diusut tuntas dan pelakunya dihukum seberat-beratnya. Selama ini, pemerintah terkesan slow motion dalam menghadapi kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat dan orang-orang terdekatnya. 

"Without strong watchdog institutions, impunity becomes the very foundation upon which systems of corruption are built. And if impunity is not demolished, all efforts to bring an end to corruption are in vain. (Tanpa lembaga pengawas yang kuat, impunitas menjadi fondasi yang sangat mendasar di mana sistem korupsi dibangun. Dan jika impunitas tidak dihancurkan, semua upaya untuk mengakhiri korupsi akan sia-sia)."- Rigoberta Mench, penerima Hadiah Nobel. 

Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Prof Hibnu Nugroho mendorong KPK menuntut hukuman mati bagi pelaku korupsi di masa pandemic COVID-19. Prof Hibnu mengatakan, dalam penjelasan Pasal 2 ayat 2 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa kejahatan korupsi yang dilakukan pada saat bencana alam, krisis ekonomi, dan sebagainya dapat dipidana dengan hukuman mati. 

Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyebutkan 'Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)'. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun