Mohon tunggu...
fatmasari titien
fatmasari titien Mohon Tunggu... Penulis - abadikan jejak kebaikan, jadikan hidup penuh manfaat

ibu profesional, pembelajar dan pegiat sosial.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dongeng untuk Calon Pemimpin Bunda

30 November 2020   23:26 Diperbarui: 30 November 2020   23:33 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam itu, hujan mengguyur ibukota. Suara petir bersahutan dengan titik hujan yang jatuh di atas atap baja. Sesekali kilat menyambar-nyambar membuat suasana malam terasa mencekam. Bagus, Gagah dan Ilmi serempak menghampiri Bunda yang sedang asyik di depan laptop kerjanya. 

"Eh, kenapa kalian belum tidur? Enggak usah nunggu Ayah, Ayah masih di luar kota, lusa baru kembali," tegur Bunda.

"Bunda, temani...,kami takut...," rengek mereka   serempak.

Bunda bergegas menyimpan kertas kerjanya dan mematikan laptop. Dipandangnya si kembar tiga yang sekarang duduk di kelas dua Sekolah Dasar itu. Mereka adalah aset masa depan, pikirnya. Calon pemimpin nih, jadi harus disiapkan sedini mungkin dengan baik.

"Oke, cuacanya memang sedang tidak ramah. Gimana kalau Bunda mendongeng untuk kalian?"

"Mau... mau... mau...!"

"Bunda akan cerita tentang Kerajaan Pelangi. Kalian tahu pelangi kan?'

"Yang warna-warni indah di langit itu kan, Bun?" sela Bagus dengan gembira.

"Iya, yang itu, mjikuhibiniu...!" seru Gagah tak mau kalah.

"Aku juga suka pelangi, merah. jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu, indah sekali," imbuh Ilmi sambil mengerjap,"tapi sekarang hujan, gelap lagi. Jadi enggak bisa melihat pelangi," keluhnya sedih.

Bunda membimbing anak-anak untuk masuk ke kamar.  Karena Ayah masih di luar kota, anak-anak boleh tidur di kamar Bunda malam ini. Bunda mengambil tempat di atas kasur dan duduk bersandar. Di sebelah kanannya ada Bagus dan Gagah dan di sebelah kirinya ada Ilmi. Mereka menarik-narik tangan Bunda, tak sabar ingin mendengar Bunda bercerita.

"Siap dengerin Bunda, ya. Begini ceritanya, 

Kerajaan Pelangi dirundung duka. Raja Awan sudah semakin tua dan sering sakit-sakitan, sementara itu permaisuri juga sudah mangkat tanpa meninggalkan seorang putra. Hanya ada Pangeran Angin, Pangeran Petir dan Putri Hujan, keponakan-keponakan baginda yang masih sangat belia. Mereka bertiga adalah putra-putri dari Pangeran Kilat dan Putri Mega. Pangeran Kilat adalah adik kandung Raja Awan yang gugur pada perang bintang membela Kerajaan Pelangi, sehingga Putri Mega beserta putra-putrinya kemudian menjadi tanggungan Raja Awan. Baginda sungguh bingung, harus mewariskan tahta kepada siapa. Maka dipanggillah penasehatnya yang bijaksana bernama Resi Semesta ke kamarnya.

"Ada titah apakah sehingga Paduka memanggil hamba?" tanya Resi Semesta penuh hormat.

"Aku bingung, Resi. Usiaku sudah tua, Putri Mega juga demikian. Kepada siapa tahta ini harus kuwariskan? Siapa yang lebih pantas m??enurutmu? Pangeran Angin, Pangeran Petir atau Putri Hujan?" tanya sang Raja.

"Bagaimana bila kita adakan ujian untuk mereka bertiga, Paduka?" usul Resi Semesta.

"Ujian ? Ujian yang bagaimana menurutmu?"

"Bukankah tongkat pusaka kerajaan berada dalam menara Langit? Bukankah tongkat tersebut hanya bisa diambil setelah melewati tiga pintu? Pintu merah, pintu kuning dan pintu biru? Bukankah pintu-pintu itu hanya bisa dibuka dengan kunci keberanian, kejujuran dan kesetiakawanan?" tanya sang Resi lagi.

"Kau benar. Jadi, mereka harus mencari kunci-kunci itu dan memasangkannya di setiap pintu lalu membawakan tongkat pusaka itu kepadaku?"

"Benar sekali, Baginda. Hanya yang bisa membawakan tongkat pusaka untuk Bagindalah, yang layak mewarisi kerajaan Baginda. Adil, bukan?"

"Ya, cukup adil kurasa. Usia mereka kurasa juga sudah cukup dewasa untuk berusaha mendapatkannya. Sekarang, tolong panggil mereka kemari."

Tak lama kemudian, mereka bertiga pun dihadirkan di hadapan Raja Awan.

"Keponakan-keponakanku sayang, usiaku mungkin tak lama lagi. Aku tak memiliki pengganti selain kalian. Tapi, hanya satu yang berhak menjadi raja, karenanya ada ujian yang harus kalian jalani. Hanya dia yang dapat membuka pintu-pintu masuk ruang pusaka. Dan hanya dia yang berhasil mengangkat tongkat pusaka Kerajaan Pelangi dan membawakannya kepadaku yang layak menjadi Raja," titah sang Raja.

"Bagaimana cara kami masuk ke sana, Paduka?" tanya Pangeran Petir penasaran.

"Kalian hanya perlu meletakkan tangan kalian di atas tempat khusus di setiap pintu. Hanya pemilik kunci-kunci itu yang bisa membukanya. Hanya yang terpilih yang dapat membukanya dengan tangannya sendiri," jelas sang Resi.

"Baiklah, kami akan segera mengambilnya," kata Pangeran Petir lagi.

"Tunggu dulu, Pangeran. Ruang pusaka itu ada dalam menara Langit yang terletak agak jauh di luar istana. Akan ada tiga pintu yang harus kalian lewati untuk masuk ke ruangan pusaka. Warnanya merah, kuning dan biru. Masing-masing pintu itu harus kalian buka. Berhati-hatilah, sesuatu yang tak terduga bisa terjadi. ," kata Resi Semesta memperingatkan.

Pangeran Angin, Pangeran Petir dan Putri Hujan segera memacu kudanya untuk melaksanakan titah baginda. Pangeran Angin dan Pangeran Petir lebih dulu sampai di depan menara. Ternyata, menara itu dikelilingi danau buatan yang penuh dengan buaya. Serentak, mereka melemparkan tali-tali dengan pengait di ujungnya ke arah dinding menara. Dengan tali itu mereka berayun melewati danau.

Pangeran Petir lebih dulu sampai di pintu merah. Diletakkannya tangannya di atas relief tangan di samping pintu lalu pintu pun terbuka. Dia pun sampai pada kebun strawberi yang indah. Buah-buah strawberi itu terlihat sangat ranum dan menggoda. Pangeran Petir pun tak tahan untuk tidak memetik dan mencicipinya.

Sementara itu, Pangeran Angin terus memasuki pintu yang sudah terbuka. Tak dihiraukannya Pangeran Petir yang masih asyik memetik buah strawberi dan segera mencari pintu kedua yang berwarna kuning. Setelah didapatkannya, diletakkannya tangannya di atas relief tangan di samping pintu. Tak lama kemudian, pintu pun terbuka.

Putri Hujan baru saja sampai di depan danau penuh buaya, dia pun segera memainkan serulingnya yang selalu dibawanya. Ajaib, buaya-buaya itu segera berbaris rapi seperti dikomando. Sang Putri pun dengan sigap meloncat di atas kepala buaya-buaya itu menyeberangi danau. Dia pun bebas melenggang melewati pintu merah.  Dilihatnya Pangeran Petir asyik memetik buah stawberi dan memakannya.

"Apa yang kaulakukan, Pangeran? Buah-buahan itu bukan milikmu, kau tak boleh mengambil tanpa seijin pemiliknya. Bukankah Paduka memerintahkan kita mengambil tongkat pusaka?" tegurnya halus, tak urung mengagetkan sang Pangeran.

Pangeran Petir seperti baru terbangun dari  tidurnya. Mereka pun bergegas melewati pintu kedua yang sudah terbuka.

Sementara itu, Pangeran Angin sudah sampai di depan pintu biru. Berulang kali diletakkannya tangannya di atas relief namun pintu tetap tidak mau terbuka.

"Biar kucoba, Pangeran," kata Pangeran Petir yang sudah berada di belakangnya. Pangeran Angin pun membiarkan adiknya mencoba. Seperti kakaknya, Pangeran Petir meletakkan tangannya di atas relief, pintu tak juga terbuka. Berulang kali dia mencoba, hasilnya pun tetap sama.

Sekarang giliran Putri Hujan, dia pun meletakkan tangannya di atas relief dan pintu pun segera terbuka. Mereka kini berada tepat di depan tongkat pusaka yang menancap kuat di lantai ruang pusaka.

Putri Hujan mempersilahkan kedua kakaknya untuk mengambilnya. Namun, walau seluruh tenaga mereka kerahkan, tongkat tersebut tetap tak mau tercabut dari tempatnya.

Ajaib, ketika tangan sang Putri menyentuh tongkat pusaka tersebut, keluarlah cahaya warna-warni dari tangannya melingkupi tongkat tersebut. Tongkat pusaka itu pun dengan mudah terangkat oleh Putri Hujan.

"Paduka telah berhasil, Tuan Putri. Paduka telah mewarisi sifat-sifat keberanian, kejujuran dan kesetiakawanan. Sifat-sifat itu memang harus dimiliki oleh seorang raja, agar dia bisa bertindak adil dan bijaksana," kata sang Resi diikuti para punggawa istana. Ternyata diam-diam mereka mengikuti dan mengawasinya.

Putri Hujan pun segera dilantik menjadi Ratu, kedua kakaknya ikut membantunya menjalankan roda pemerintahan. Kerajaan Pelangi pun aman sejahtera."

"Alhamdulillah, terima kasih, Bunda" sahut Ilmi sambil menguap. Menguap itu menular rupanya. Diliriknya  kedua saudaranya yang juga sama-sama menguap.   Suara hujan sudah mulai lirih. 

"Baiklah, menurut kalian, apa isi cerita Bunda tadi?"

"Untuk berhasil harus punya sifat keberanian, kejujuran dan kesetiakawanan, Bunda," jawab mereka serempak dengan mata terpejam. 

"Oke, seratus buat kalian. Sifat-sifat itu juga harus kalian pegang ya. Oke, sekarang kalian tidurlah. Ayo baca doa tidur dulu."

"Bismika allahumma ahya wa amut."

Bunda  pun menyelimuti dan mencium kening mereka satu per satu. Semoga kelak kalian menjadi pemimpin-pemimpin yang salih dan adil bijaksana.Aamiin.

#Demak,30112020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun