Mohon tunggu...
Fatmah
Fatmah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - pelajar

menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Stop Jangan Golput

7 Februari 2024   10:34 Diperbarui: 7 Februari 2024   10:53 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan Umum (pemilu) adalah proses demokratis untuk memilih wakil rakyat atau pejabat pemerintahan secara langsung oleh warga negara suatu negara.

Tujuan utama dari pemilu adalah memberikan kesempatan kepada warga negara untuk menyampaikan suara mereka dan memilih para pemimpin yang akan mewakili mereka di pemerintahan.

Pada 14 Februari tahun 2024 mendatang, kita akan memilih Calon Presiden dan DPR/DPRD/DPD. Menariknya, pada pemilihan umum nanti, pemilih yang terdaftar itu didominasi oleh para pemilih muda.
Berdasarkan data KPU, ada sebanyak 56,4% pemilih muda, yang artinya sudah melebihi setengah dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Kalau melihat dari kategori generasinya, pemilih milenial mencapai 66,8 juta orang dan pemilih generasi Z mencapai 46,8 juta orang. Itu artinya suara Gen Z dan milenial akan sangat menentukan hasil pemilu 2024.

Di pemilihan umum berlangsung di bawah bayang bayang  tingginya angka golongan putih yakni mereka yang tidak  menggunakan hak pilihnya.
Istilah Golongan Putih atau Golput muncul sebelum Pemilu 5 Juli 1971 digelar. Tepatnya pada 28 Mei 1971 yang dideklarasikan bersama-sama oleh Arief Budiman Cs di Jakarta.

Golput menjadi istilah yang digunakan untuk merepresentasikan kelompok masyarakat yang enggan memberikan suaranya kepada partai politik di pemilu. Lebih karena alasan politis. Bukan teknis seperti tak bisa datang ke tempat pemilihan umum.
Potensi golput pun semakin besar dengan adanya perubahan sistem pencoblosan ini menjadi pencontrengan atau memberi centang.

Melansir dari aclc.kpk.go.id Ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang memilih golput atau menjadi tidak bisa mencobolos, antara lain:

- APATIS TERHADAP POLITIK
Masyarakat yang bersikap apatis terhadap politik menjadi salah satu penyebab tingginya angka golput. Masyarakat dengan tipe seperti ini tidak lagi peduli dengan urusan politik, bahkan tidak juga mencari tahu apa itu golput dan risiko jika memilih untuk golput pada setiap pemilu.

- TIDAK ADAKNYA PEMILU
Pemberitaan pemilu di media massa atau media sosial, ternyata tidak membuat semua orang mengetahui tanggal pasti diadakannya pemilu. Pada Pemilu 2019, hasil survei LSI yang diadakan sebulan sebelum hari pencoblosan menunjukkan mayoritas tidak mengetahui tanggal pasti diadakannya pemilu.

-TIDAK TERFASILITASI
Penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dengan warga negara Indonesia lainnya untuk memberikan suara di hari pemilu. Sayangnya, keterbatasan yang dimiliki seringkali menghambat mereka dalam mencoblos. Misalnya tidak ada bantuan untuk pergi menuju ke lokasi TPS dan tidak tersedianya surat suara khusus bagi disabilitas.

Banyak yang akhirnya berujung pada golput, yang memiliki dampak-dampak beragam, yang sebenarnya juga merugikan diri mereka sendiri. Apa sajakah dampak dari golput tersebut antara lain :

1. Proyek Pembangunan Pemerintah Kurang Terdukung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun