Mohon tunggu...
fatma ariyanti
fatma ariyanti Mohon Tunggu... Buruh - Citizen

Point of view orang ke-3

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Banyak Manusia Nocturnal?

29 September 2022   15:10 Diperbarui: 29 September 2022   15:14 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena insomnia, overthinking larut malam, jam tidur yang bermasalah, sampai hypersomnia atau oversleep sangat populer akhir-akhir ini. Penyakit-penyakit mental yang terlihat sepele ini banyak menyerang kaum milenial zaman sekarang. Jika dilebih-lebihkan memang terdengar masalah besar, namun jika dibiarkan, penyakit ini bisa tumbuh lebih besar dan lebih tinggi dari tinggi badanmu. 

Nasihat bijaksana dan petuah atau wejangan atau apapun namanya, seolah bounce ball dalam pikiran kita, yaitu memantul dan sama sekali tak berpengaruh. Kutipan penyemangat, quotes kehidupan, quotes kesuksesan yang lalu lalang, seolah mental, masuk otak kanan dan keluar dari otak kiri. 

Sebenarnya apa yang terjadi pada society? Apa yang terjadi pada kita? Mengapa kita insomnia di malam hari? Mengapa kita banyak tidur di siang hari? Mengapa kita lelah padahal tidak ngapa-ngapain? 

Mengapa kita kecanduan sosial media dan betah mengamati hidup orang-orang yang nampak nyaman di internet, padahal kita tahu itu berpengaruh buruk? Kita tahu itu tidak berpengaruh apa-apa pada hidup kita tapi masih dilakukan, mengapa?

Kita hanyalah manusia over over overthinker yang hidup dimana society lebih kuat dari pada pikiran kita. Setiap malam memikirkan apa yang sudah kita lalui hari ini, sebanyak apa usaha kita, sebesar apa rasa sabar kita, kaum-kaum malas yang mendoktrin untuk tetap di atas dunia kasur sembari men-scrool instagram. 

Orang-orang good-looking di mana-mana, orang-orang sosialita yang banyak menghabiskan uang untuk jalan-jalan, pergi ke kafe, belanja tanpa memikirkan seberapa akan kurus kering dompet mereka. 

Ya, tentu, self-reward. Itu bukan dosa, kecuali untuk 1 jenis orang, yaitu pemalas yang enggan lari dari zona nyaman. Apakah itu saya? Apakah itu kamu? Entah. Tidak ada yang jelas akhir-akhir ini, termasuk eksistensi diri kita sendiri.

Kita memikirkan banyak hal, mulai dari seberapa banyak kekurangan kita, seberapa sering kita membandingkan diri. Belum lagi kalau melihat orang seumuran kita yang lebih sukses, bahkan jika itu adalah orang yang tidak kita kenal di sosial media. 

Intinya kita iri dengan hidup orang lain. Tapi apakah ada yang bisa mencegah pikiran itu? Adakah yang memiliki tali yang cukup kuat untuk menarik otak kita yang terjerumus dalam sumur perbandingan diri? Jawabannya tidak ada.

Bahkan ketika membaca ini, kamu merasa, "Ya, ya, ini adalah saya". Menariknya itu tidak mengubah apapun. Oh jelas! Quotes panjang lebar, nasihat sobar sabar, petuah perdamaian diri seolah membakar. Dari tulang ke kulit sampai ubun-ubun bak jiwa-jiwa yang tepar. Memang ngeri-ngeri sangar. Namanya juga hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun