Mohon tunggu...
Fatimatuzzahro Nurazizah
Fatimatuzzahro Nurazizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Saya adalah seorang mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Program Studi Pendidikan Kimia. Saya memiliki hobi membaca novel, menonton drama, dan mendengarkan musik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Checks and Balances - Latar Belakang dan Penerapannya dalam Sistem Pemerintahan Indonesia

23 Juni 2022   23:50 Diperbarui: 23 Juni 2022   23:53 8192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Checks and Balances, hampir semua orang dapat mengartikan sebagai 'memeriksa dan keseimbangan', tetapi apakah kalian tahu bahwa kalimat tersebut adalah salah satu indikator dari terbentuknya sebuah negara demokrasi?.

The Economist Intelligence Unit (EIU) memaparkan bahwa setidaknya ada 60 indikator yang dijadikan sebagai standar untuk menempatkan sebuah negara ke dalam salah satu dari empat jenis rezim. Keempat jenis rezim tersebut diantaranya full democracies, flawed democracies, hybrid regimes, dan authoritarian regimes. Sebuah negara apabila ingin menjadi negara full democracies (demokrasi penuh) setidaknya harus memenuhi 60 indikator yang sudah ditetapkan, salah satunya yaitu indikator checks and balances (Indikator No. 15). Prinsip checks and balances ini berkaitan dengan fungsi pemerintahan (pelaksanaan kewenangan pemerintahan).

Prinsip checks and balances dilatarbelakangi oleh ajaran "trias politica" yang dipopulerkan oleh pemikir politik bernama Montesquieu dan John Locke. Ajaran ini beranggapan bahwa kekuasaan negara terbagi menjadi tiga cabang, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif/federatif. Kekuasaan legislatif difokuskan pada fungsi pembentukan undang-undang, kekuasaan eksekutif sebagai pelaksana undang-undang yang lazimnya dipegang oleh Presiden dalam sistem Presidensial, sementara kekuasaan yudikatif menurut Montesquieu merupakan lembaga yang memiliki fungsi penegakkan undang-undang, dan federatif menurut John Locke terkait hubungan luar negeri.

Prinsip checks and balances dapat diartikan sebagai prinsip kesetaraan dan keterkaitan fungsi, yang saling imbang dan kontrol. Tujuan penerapan prinsip checks and balances adalah memaksimalkan fungsi lembaga negara dan membatasi kesewenang-wenangan lembaga negara yang satu terhadap lembaga negara lainnya. Esensi pokok dari prinsip checks and balances adalah menjamin adanya kebebasan dari masing-masing cabang kekuasaan negara sekaligus menghindari terjadinya dominasi  kekuasaan.

Dalam penerapannya, pemerintah Indonesia baru menerapkan prinsip checks and balances setelah berakhirnya era dua orde (orde lama dan orde baru). Mahfud MD menyatakan bahwa prinsip checks and balances belum diterapkan pada saat Indonesia masih memberlakukan UUD 1945 sebelum amandemen sebagai dasar negara. Pada saat itu UUD 1945 menaruh kekuasaan tertinggi di tangan lembaga eksekutif. Presiden memperalat lembaga pemerintah di bawahnya seperti DPR, MPR, dan MA hanya untuk mempertahankan kekuasaannya. Lembaga negara yang seharusnya ikut mengawasi kekuasaan eksekutif pada akhirnya hanya bisa tunduk dalam perintah sang pemimpin negara.

Bentuk kekuasaan seperti itu pernah dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Besarnya kekuasaan yang dimiliki presiden mengakibatkan prinsip check and balance tidak terlaksana dalam lembaga pemerintahan. Sehingga dengan terpusatnya pemerintahan pada presiden maka bentuk pemerintahan yang tercipta bukanlah pemerintahan yang demokratis, melainkan pemerintahan otoriter. Dari permasalahan itu lah, akhirnya pemerintah Indonesia melakukan amandemen terhadap UUD 1945 yang dilakukan pada tahun 1999-2002. Setelah proses amandemen tersebut maka terbentuk beberapa lembaga negara baru yang memiliki fungsi khusus dan menjadi pengontrol terhadap lembaga yang sudah ada sebelumnya.

Pemerintah Indonesia baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah saat ini sudah menerapkan prinsip checks and balances dalam pelaksanaan kewenangannya. Salah satu tokoh politik Indonesia yang menganggap pentingnya prinsip checks and balances dalam tatanan pemerintahan adalah bapak Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah). Dalam wawancara nya dengan Rudi S. Kamri (Pemimpin Redaksi Kanal Anak Bangsa TV) Gubernur Jawa Tengah tersebut berpendapat bahwa dalam memimpin suatu daerah atau wilayah harus ada checks and balances, transparansi, dan akuntabilitas. Selain itu Indonesia juga sudah menerapkan prinsip checks and balances yang dibuktikan dengan adanya perubahan tatanan pemerintahan dan pembentukan beberapa lembaga negara seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dahulu MPR tercatat sebagai lembaga negara tertinggi, namun saat ini kedudukan MPR sejajar dengan Presiden, DPR, DPD, MA, MK, KY, dan BPK. Selain itu masing-masing lembaga sudah diatur terkait tugas dan wewenangnya dalam Undang-Undang, sehingga tidak ada keikut sertaan atau campur tangan antar lembaga yang satu dengan lembaga lainnya.

Namun beberapa waktu ke belakang, banyak masyarakat yang mulai merasa bahwa ada kejanggalan terkait penerapan prinsip checks and balances dalam tatanan negara. Melansir dari pinterpolitik.com, dijelaskan bahwa saat ini terbentuk hubungan saling menguntungkan antara presiden dan DPR. Anggota parlemen yang saat ini didominasi oleh partai-partai politik pendukung presiden memanfaatkan kedekatannya dengan presiden untuk tetap berada di lingkungan kekuasaan politik yang sedang dominan saat ini.

Dari kedekatan tersebut anggota DPR mendapat manfaat berupa kesempatan untuk ikut serta dalam pembentukan kebijakan dan peraturan pemerintah, selain itu mereka mendapat alokasi bangku kosong untuk menempati jajaran mentri yang bekerja pada kabinet sang presiden. Tidak hanya anggota DPR, Presiden pun mendapat keuntungan dari kedekatan ini. Presiden mendapat manfaat berupa dukungan dan loyalitas dari anggota DPR.

Berdasarkan permasalahan tersebut penulis menganggap bahwa penerapan prinsip checks and balances dalam tatanan pemerintahan Indonesia masih belum berjalan dengan baik. Lembaga pemerintah yang seharusnya melakukan pengontrolan terhadap lembaga lainnya malah bersikap saling memanfaatkan hubungan dan koneksi untuk kepentingan diri masing-masing. Mungkin faktor ini lah yang membuat Indonesia masih termasuk ke dalam negara flawed democracies (demokrasi cacat). 

Penulis berharap, untuk kepemimpinan presiden selanjutnya prinsip check and balance ini dapat diterapkan secara optimal, sehingga Indonesia bisa memenuhi persyaratan untuk masuk sebagai salah satu kelompok negara full democracies.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun