Dua Adra
Hari berganti minggu. Dan Adra---jika itu masih bisa disebut namanya---mulai terbiasa hidup dua kehidupan.
Pagi ia bangun sebagai manajer kreatif berkilau, mengenakan makeup sempurna dan berdiskusi dalam bahasa Inggris tentang demografi pasar.
Malamnya, ia tidur dan kembali bangun sebagai ibu dua anak, memasak sambil menonton sinetron sore, mencuci baju dengan tangan, dan bertanya-tanya bagaimana cicilan motor bulan ini akan dibayar.
Yang membuatnya terguncang bukan hanya perbedaan dunia itu---tetapi kenyataan bahwa semuanya terasa nyata.
Rasa lapar. Sentuhan kulit anaknya. Lelah di mata. Tawa rekan kerja.
Bahkan emosi yang muncul berbeda.
Di kantor, ia merasa tajam, cepat, terampil, dihormati.
Di rumah, ia merasa... penuh. Dicintai. Diperlukan.
Dan yang lebih mengganggu, masing-masing Adra punya keinginan yang berbeda.
Satu ingin menyerah dan pulang.
Satu ingin lari dan terus naik.
***
Tabrakan
Pada suatu malam, Adra duduk termenung di dapur rumah kecil, anak-anak sudah tidur, suaminya sudah lelap. Ia memandang dinding, lalu melirik kalender.
Tanggal 28.
Hari ulang tahun anak sulungnya.
Ia janji akan memasak, memotong kue, dan menyanyikan lagu ulang tahun bersama.