Mohon tunggu...
Fatmi Sunarya
Fatmi Sunarya Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pujangga

Penulis Sederhana - Best in Fiction Kompasiana Award 2022- Kompasianer Teraktif 2020/2021/2022 - ^Puisi adalah suara sekaligus kaki bagi hati^

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tentang Hidup Sederhana

21 Juni 2020   16:40 Diperbarui: 21 Juni 2020   16:42 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi https://www.tumblr.com/Amy Jade

Pada hari Minggu tanggal 21 Juni 2020, di kota kami berlaku pemadaman listrik total dari jam 06.00 wib - 15.00 wib. PLN sudah memberi pengumuman jauh hari sebelumnya. Kalau listrik padam, sinyal untuk internet atau HP juga ikut tenggelam. Jadi mohon maaf, di hari minggu ini saya tidak berkunjung ke artikel-artikel sahabat kompasiana.

Hari minggu adalah hari saya untuk berbelanja mingguan. Karena saya kadang WFH (Work From Home) dan kadang juga WFO (Work From Office), saya mesti masak pagi-pagi. Untuk itu harus selalu ada tersedia bahan makanan untuk dimasak. Mungkin bagi orang lain lebih praktis beli dari pada masak. Tapi saya tetap mengusahakan memasak tiap hari. Menu rumah makan, kebetulan disini banyak rumah makan Padang, menunya tetap itu-itu saja. Seperti rendang, dendeng, ikan bakar, gulai ikan, dll. Kalau terus-terusan beli membosankan juga.

Lagian di daerah kami terdapat ketersediaan bahan makanan yang beraneka ragam. Beraneka jenis ikan dari Danau Kerinci, ikan-ikan sungai, belut dari sawah (bukan budidaya), ikan-ikan laut dari pesisir juga banyak. Karena daerah kami bukan dipinggir laut, ikan-ikan laut didatangkan dari kabupaten tetangga yaitu Kabupaten Pesisir Selatan/Prov. Sumatera Barat.

Nah dengan keanekaragaman bahan lauk pauk, begitu juga sayur mayur, mau masak apa saja rasanya lebih mudah. Memasak sendiri juga lebih menyehatkan, apalagi di masa pandemi ini. Jika kita memasak sendiri, kebersihannya terjamin, tanpa bumbu penyedap, garam mungkin bisa kita kurangi.

Ketika listrik padam, Ibu-ibu yang punya ketergantungan pada listrik resah. Kalau saya sih santai saja. Memasak lauk-pauk dan sayur bisa di kompor, tidak masalah. Memasak nasi saya menggunakan periuk/dandang/kukusan. Mencuci pakaian bisa direndam di baskom, dikucek lalu di bilas, selesai. Tidak perlu memakai mesin cuci. Menyetrika? Kalau dulu, orang-orang membakar tempurung lalu di masukan ke setrikaan manual. Namanya setrika arang. Dulu keluarga kami punya, tapi kini sudah rusak. Untuk menyetrika pakaian kita pending saja dulu.

Ketika pekerjaan rumah saya selesai, HP saya juga sudah terkapar kehabisan batere, saya bertandang kerumah tetangga. Keluarga muda, tapi punya anak empat. Saya tanya, sudah selesai masak apa belum. Dia bilang, beli saja lah. Listrik kan padam, tidak bisa masak nasi pakai magic com. Lho kan bisa masak nasi di kompor seperti saya. Tidak bisa katanya. Ya ampun, kenapa tidak bisa masak nasi?
Dengan 4 orang anak ditambah Ibu dan Bapak, totalnya enam orang jadi kalau beli 6 bungkus nasi dong. Itupun hanya untuk sekali makan.

Akhirnya saya turun kedapur, mengajari Ibu muda ini memasak nasi. Resepnya sederhana saja, setelah beras di bersihkan, dimasukkan ke dalam periuk dan ditambah air dengan ukuran dari permukaan.beras ke permukaan air jaraknya 1 ruas telunjuk. Dah itu sudah pas. Dimasak sampai mengering,  lalu di kukus sebentar. Di jamin nasinya ngga mentah. Beda kalau memasak beras ketan, beras dan air sejajar. Tidak berjarak sama sekali. Mudah-mudahan ngerti ya.

Akhirnya saya selesai membantu tetangga saya memasak nasi, menggoreng telor dadar, menggoreng ikan asin balado, dengan sayur genjer. Sederhana, murah dan sedap kan ya, dari pada beli nasi bungkus. Waktu saya masih kecil, ibu saya kalau di bulan puasa bangunnya jam 2 dini hari untuk masak nasi. Pakai kayu bakar pula. Dulu mana ada magic com.

Saya kalau ke kantor juga membawa nasi plus lauk sendiri. Karena saya punya gangguan pencernaan gastritis alias maag. Jadi mesti sering diisi dengan porsi sedikit. Makanya kalau saya beli nasi bungkus, saya akan membuang nasinya 2/3, karena yang saya makan hanya 1/3. Nah kan jadi mubazir. Perut saya tidak bisa diisi penuh, malah akan muntah jika dipaksa diisi penuh.

Apakah saya terlalu hemat atau pelit? Hingga tidak mau beli makanan jadi. Tidak juga, kalau saya tidak sempat memasak juga sering beli lauk pauknya. Tapi nasi tetap dimasak sendiri. Makan diluar juga sering, melepas selera kata orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun