Pondok Pesantren Lirboyo Kediri sudah tidak asing lagi di Indonesia. Pondok ini dikenal sebagai pencetak para kyai-kyai yang kredibilitas dalam memahami ilmu agama.Â
Sebelum pergi, saya membeli tape yang dibungkus dengan daun pisang, kearifan lokal menjadi cita rasa yang khas dalam sebungkus tape ini.Â
Sebenarnya, saya ingin berbincang lebih lama lagi dengan Bapak penjual tape ini. Namun, saya tidak ingin mengganggu waktu Bapak tersebut mencari nafkah.
Bapak ini meminta doa, agar diberi kesehatan dan kelancaran rezekinya. Saya mengaminkan sembari segera membasuh air mata yang menetes. Bapak ini pamit, sembari mengucapkan salam dan senyum bahagia di bibirnya. Â
Saya kembali ke ruangan takmir, tempat saya istirahat. Saya masih terpaku dengan semangat Bapak penjual tape yang dijual dengan pikulan. Saya teringat, sosok Bapak saya dirumah.Â
Saya lebih akrab sama Ibu. Namun, semenjak kepergian Ibu pada tahun 2017 silam. Saya benar-benar belajar arti kehilangan dan keluasan nikmat kesempatan.
Alangkah bersyukur, saya masih mempunyai seorang Bapak. Usianya kini menginjak kepala enam. Tiada hari, saya mendoakan agar diberi kesehatan.
Saat masuk di jenjang menengah atas, orangtua memasukkan saya di salah satu Pondok Pesantren di Lamongan. Sebuah cita-cita baikÂ
Bapak saya hanya mengenyam pendidikan sampai tingkat setara SMP. Namun, ada satu ucapan Bapak yang masih membekas, bahkan menjadi dasar pacuan semangat bagi saya.Â
Sebelum berangkat melepas saya untuk pergi studi di Solo. Bapak berpesan:
"Dadio, wong sing luweh teko bapakmu, Le," ucap Bapak dengan menyeka air mata.