Mohon tunggu...
Faridz Artha
Faridz Artha Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Psychological Analyst, State Islamic University of Maulana Malik Ibrahim Malang

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Torehan Luka Lama yang Menggurui

10 November 2012   17:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:39 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1352567394316664979

Sumber Gambar: http://kumpulan-fotogambar.blogspot.com/2012/06/gambar-gambar-hati-love.html “Bangun-bangun… Uda sholat maghrib belum?” teriak seorang teman membangunkanku, maghrib tadi. Memang badan ini terasa letih. Tidur normal yang semestinya kujalani, dengan terpaksa dan belajar ikhlas kubalik ritmenya sehingga tidurku malam, berubah jadi pagi, sore, atau malam diluar jam penting kuliah dan organisasi. Ya, tiap malam kecenderunganku ialah kerja. Bak kelelawar malam yang mencari makan ditengah kegelapan. Ketika ada hal penting berkaitan dengan kedua aktifitas tersebut pun, jika mata ini sudah sayu, tak bisa kupaksa sehingga aku harus tidur. Berlanjut kecerita tadi mengenai pola membangunkan dengan cara cerdas, memaksaku lantas menungguku yang lagi melipat lutut, memusatkan kosentrasi di pojok ranjang kasur tanpa dipan. Pemandangan mengherankan kenapa dia tahu pola tidur dan bangunku lantas ku dibangunkannya sambil ku ditunggu, sebab bila tidak ditunggu maka aku akan lenyap kealam imajinatif tanpa batas lagi (baca: tidur). Pada akhirnya ku terbangun. Setelah itu, memoriku langsung begitu saja merecall masalalu, seseorang yang pernah membangunkanku dengan pola memaksa seperti ini. Meski tadi orang yang membangunkanku dari kaum hawa, namun sengatan perasaan itu tidak ada diantara kami sehingga biasa saja melainkan malah aku diingatkannya pada seseorang yang pernah membangunkanku dengan pola tadi. Perbedaan fundamentalnya, waktu itu dia memaksaku disertai sengatan dari dalam raga dan jiwanya, membuat tubuh ini sontak bukan hanya terbangun, namun juga semangat beraktifitas. Sebuah karunia Tuhan mungkin yang disematkan padanya. Lantas, tadi ku hubungi dia sesekali menanyakan kabar serta hal lain yang tidak penting. Kaku obrolan SMS itu jadinya, kututup dengan ucapan terimakasih.

Entah perasaan apa yang ada, aku juga tak tahu dan bertanya pada Tuhan. Aku takut tidak siap menerima kekecewaan dari Tuhan akibat jawabannya, tentang dia.Jika dikatakan dosa, mungkin iya sebab ketidak syukuranku. Tapi yang penting harapanku semoga tetap cintaNya padaku ada. Ketika aku bingung, ku yakin dia tidak bingun mungkin karena rasanya yang pudar karena mantan kekasihnya sebelum diriku lebih tau apa yang dia mau dikebutuhannya saat ini, sementara aku tak selesai dengan urusan pribadiku sehingga pantas, bahkan logis, dia tidak akan bergumam dalam lintas tujuan masa depannya, bersamaku. Sebagai orang yang waras aku harus meyakini itu, sedikit ataupun banyak ku menyebut namanya dalam bait-bait mimpi ini, kututup rapat, sedikit orang saja yang tau seperti orang yang sudah bak saudara. Semoga dia bahagia dijalan hidupnya, meski tak bersamaku, aku pun turut bahagia. Jangan bilang aku masih mengharapkannya disela rasaku yang masih menyala sejak dua tahun lalu, tak pernah padam, dan tak tersirat rasa pengharapan yang mendalam sebab kupahami sisi silogisme rasa yang sementara ini ku percaya,

“Berikan dulu apa yang mampu kamu beri kepadanya baik itu perhatian dengan memanjakan, mengantarkannya ke tempat-tempat yang mau dia kunjungi, rajin sms setiap waktu, rajin menelpon disela-sela waktu, mampu menjadi medan magnet perekat hubungan (intimacy relationship) dalam berkomitmen selama satu tahun rata-rata. Jika kurang dari itu mending jangan.”

Prinsip tersebut mampu kulihat dari teman-temanku, bahkan pun saudari terdekatku. Ketika seorang lelaki dengan sisi maskulinitasnya mampu bertindak bak super hero dalam perlindungan dan kasih sayangnya yang hangat, disertai dengan pengorbanan materi, bukan menjadi hal yang mudah bagi seorang lelaki membahagiakan seseorang yang dia cintai. Oleh sebab itu, aku harus sadar diri, bahwa saat ini bukan saatnya diri ini tertarik dipusaran lingkaran itu. Alasannya sederhana saja, bahwa aku disini bisa kuliah merupakan anugerah yang luar biasa, kemudian aku kerja untuk menambah kebutuhan orangtuaku ketika mengirimiku uang saku selain adik kandungku, serta mengikuti organisasi yang kupilih untuk belajar menjadi orang yang berintegritas untuk masadepan bangsaku. Semua itu sudah saatnya aku sadari kembali. Lingkaran itu memang sangat menarik, namun lingkaran yang membutuhkanku untuk berbuat sesuatu dengan mengejar masa depanku disela orang tua yang belum punya rumah dan adik ku yang sedang kuliah juga demi masa depannya terpenuhi harapan serta cita-citanya. Aku harus mengubur jauh-jauh harapan itu sebisa mungkin, meski tampatknya tak mudah, namun aku yakin suatu saat nanti ada suatu masa (bila diberikan kehidupan oleh Tuhan) bahwa aku menerima pasangan yang pas, bila aku ‘nakal’ seperti ini jodohku kan ‘nakal’ juga. Dia memberiku pelajaran berharga tentang silogisme cinta yang mesti dianut oleh kebanyakan orang, tanpa pangkat sosial, harta, intensitas kebaikan yang menyebabkan rasa terimakasih, itu bukan hal yang mudah menyatu dalam hatinya sehingga menerima perhatian dari lelaki yang mencintainya. Membelokkan pandangan ini pada pemandangan yang benar-benar harus aku pandang, yakni ibuku dengan mukanya yang semakin kusut dengan ayahku yang matanya kian merabun harus aku peluk, bagaimanapun caranya dengan apa yang bisa aku perbuat saat ini. Menjadikan ditiap-tiap aktifitasku kerap berorientasi pada beliau-beliau pahlawan sesungguhnya dalam kehidupan ini. Adik yang sesekali butuh perhatian ini untuk melejit, lama sudah tak ku pegang sisi imajinatifnya untuk melesat jauh menembus sekat-sekat tirai mimpi menjadi yang terbaik untuk Tuhan, supaya adik kun anti bahagia. Kuucapkan terimakasih padamu, mantan pembelajar kehidupan ini yang memberiku pemahaman mengenai silogisme perasaan, disela rasaku yang tak kunjung padam namun lunglai tanpa berharap, kecuali menjadi teman baikmu sebagaimana yang lain seperti mereka. Semoga dirimu mendapatkan yang baik, dengan belajar pantas dicintai oleh sebaik-baiknya orang, seperti yang kau ungkapkan waktu itu. Dan semoga dirimu tau bahwa setelah denganmu aku dengan yang lain karena aku ingin dirimu cemburu dilangkah bodoh itu, namun ternyata kusadari kusalah langkah. Sekali lagi terimakasih dan mohon maaf. Sukses selalu buat yang merasakannya…

10 November 2012

Malang, 13:16

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun