Mohon tunggu...
faridah S
faridah S Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

pelajar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Peran Sosial Media pada Budaya Politik

9 Januari 2022   22:53 Diperbarui: 9 Januari 2022   23:23 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fungsionalitas jaringan sosial  berubah dari waktu ke waktu, sehingga tidak selalu dinamis dan terkait erat dengan kebutuhan zaman dan pengguna (misalnya, komunitas atau pengguna itu sendiri). Awalnya, jejaring sosial dirancang untuk bertukar informasi dan berkomunikasi dengan cepat dan mudah. Namun, kini tidak hanya beberapa media sosial saja yang menerapkan fitur ini, yang pada awalnya merupakan sarana untuk bertukar informasi  dengan teman dekat, namun keterbatasan tidak lagi menjadi masalah, misalnya seperti pengguna media sosial Facebook, Twitter dan Instagram yang memiliki pengikut atau . dengan banyak orang, banyak pengikut. Sementara Facebook dan beberapa teman atau pelanggan media sosial  lainnya tidak memiliki kebijakan 100+ orang, kebijakan tersebut saat ini kurang karena lebih banyak kebutuhan dan preferensi. Artinya tidak lagi sekedar sarana memberikan informasi, tetapi ada kepentingan lain yaitu bisnis, politik dan kepentingan lain yang ada di jejaring sosial.

Misalnya, pada awal 2014 - 2015, muncul bisnis  media sosial online mulai dari makanan, konveksi, buku, dan peralatan rumah tangga lainnya. Hampir di semua media sosial, ada orang yang membuat akun untuk bisnis online, seperti di Facebook, Twitter, dan Instagram. Seiring dengan fenomena tersebut, akhirnya muncul profesi baru, yaitu profesionalisme, terutama melalui posting video atau kegiatan promosi di jejaring sosial, di mana daya tarik pemasaran produk bisa siapa saja tanpa 'ahli', tetapi selama orang dengan pengetahuan khusus mau. . Banyak pengikut, dan mampu bertindak sebagai pemimpin pemikiran.

Oleh karena itu, saat ini hanya sedikit orang awam yang berusaha meningkatkan followersnya dengan berbagai cara, sehingga menjadi pusat perhatian dan memiliki banyak penggemar. Di antara sekian banyak media sosial, Instagram memang menjadi media sosial yang paling banyak digunakan untuk bisnis dan intranet, juga muncul di Instagram. Sejak saat itulah muncul istilah baru untuk fenomena ini yaitu selebritis atau selebritis Instagram yang mengira dirinya artis. atau Artis yang saat ini sedang populer atau terkenal di media televisi, koran atau majalah, tetapi terkenal dengan menampilkan foto, video atau program yang menarik. Bidang politik adalah fenomena lain, dengan maraknya gerakan politik dan diskusi di bidang politik muncul di media sosial. Sejak Pilpres 2014, gerakan politik dan debat politik bermunculan di Instagram, Twitter, dan Facebook. Banyak akun yang sengaja memberikan konten  berisi kampanye politik dan informasi politik yang lebih mendalam. Terakhir, ada kata "buzzer" di media sosial. "Buzzer" berasal dari kata bahasa Inggris yang berarti bel atau alarm. Buzzer didefinisikan sebagai perangkat yang digunakan untuk mengirim pesan atau mengumumkan sesuatu untuk menyatukan orang. Dalam konteks jejaring sosial, buzzer akan aktif semaksimal mungkin dan mempublikasikan beberapa postingan, tujuannya agar audiens cepat memahaminya, atau saat mempromosikan suatu produk, buzzer biasanya berupa buzzer, karena akan  menimbulkan beberapa masalah. Media sosial.

Media sosial merupakan saluran komunikasi para aktor politik untuk berkomunikasi dengan pendukung dan pemilih. Bentuk komunikasinya adalah membangun opini publik sekaligus menggalang banyak dukungan politik. Penggunaan media sosial juga meningkatkan jaringan komunikasi politik, hubungan politik, dan partisipasi publik dalam pemilu. Media sosial lebih jauh menggambarkannya sebagai menemukan sarana dan basis informasi yang ideal bagi publik tentang kebijakan dan posisi politik, serta membangun dukungan komunitas untuk para politisi yang berkampanye. Banyak penelitian di seluruh dunia menggunakan media sosial untuk menjalin hubungan dengan pemilih dan membentuk diskusi politik dalam dialog langsung dengan publik, menciptakan ruang dialog antara politisi dan publik, serta menarik pemilih / pemilih muda.

Jejaring sosial adalah hutan, dengan hampir tidak ada aturan. Dengan adanya jejaring sosial, para aktor politik juga perlu menyadari bahwa meskipun mereka benar-benar pejabat tinggi atau partai yang berkuasa, status mereka di jejaring sosial masih sama dengan pengguna. Ini adalah awal dari intimidasi dan fitnah terhadap politisi dan pemerintah di suatu negara. Seperti yang terjadi pada kampanye dan pemilu yang dilakukan di media sosial, etika dan suara editor tidak lagi diperhitungkan dalam kegiatan kampanye. Semua ini didasarkan pada negativitas, dan tujuannya adalah untuk membuat opini publik heboh dengan kondisi tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun