Mohon tunggu...
Farianty Gunawan
Farianty Gunawan Mohon Tunggu... Lainnya - Smart Traveller, Travel Consultant, Christian-Holyland Expert, Happy Baking Learner,

A wife for best husband and a mother of wonderful best two grown up daugther and son. Being in Travel Industry since 1992. Love to learn the new right things. Pray first and do the best

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Dreaming of Winter in Wonderland: Yamagata, Ginzan Onsen

17 Mei 2021   19:30 Diperbarui: 18 Mei 2021   21:42 1693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Winter in wonderland… ngga usah jauh ke Eropa… temukan salah satunya di Yamagata. Bagi yang biasa tinggal di negara tropis, siap-siap menikmati dingin yang asyiikkk di sini.

By the way, bagi yang lebih suka menonton, silahkan mampir di Youtube channel Farianty Gunawan, video perjalanan Ginzan Onsen  atau follow juga Instagram saya di link : https://www.instagram.com/farigudztravel/

Terima kasih


Unforgettable moment-After sunset. Sumber : koleksi pribadi
Unforgettable moment-After sunset. Sumber : koleksi pribadi

Yang di dalam garis orange adalah Wilayah Prefektur Yamagata. Sumber : Google Maps
Yang di dalam garis orange adalah Wilayah Prefektur Yamagata. Sumber : Google Maps

Negara Jepang memiliki  47 prefektur/provinsi. Prefektur Yamagata termasuk dalam wilayah Tōhoku (東北地方 Tōhoku-chihō), yang terletak di bagian utara Pulau Honshu, pulau terbesar di Jepang. Wilayah tradisional ini terdiri dari enam prefektur (ken): Akita, Aomori, Fukushima, Iwate, Miyagi, dan Yamagata.

Prefektur Yamagata terletak di garis pantai wilayah Tōhoku. Prefektur ini terbagi menjadi empat daerah yaitu Mogami yang terkenal dengan Sungai Mogami, Shonai yang menghadap ke Laut Jepang yang kaya dengan makanan laut yang melimpah, Okitama yang terkenal dengan daging sapi Yonezawa, Murayama di mana ibu kota prefektur yaitu Kota Yamagata terletak yang terkenal dengan onsennya karena memiliki 229 lokasi onsen.

Di antaranya adalah Tendo Onsen, Zao Onsen yang juga terkenal dengan ski resort di mana terdapat gigantic snow monsters, dan Ginzan Onsen yang kami kunjungi di medio Feb 2018 dengan pemandangan alamnya serta penghasil buah cherry dan beras varietas unggul (setiap tahun diadakan pertandingan untuk mutu beras terunggul). 

Intinya, selain sumber air panas (sehingga memiliki banyak lokasi onsen), kita dapat menikmati pemandangan laut dan pegunungan, budaya, sejarah termasuk kuil dan rumah tradisional, suasana pedesaan dengan keindahan alamnya, produksi pertanian dan perkebunan seperti buah-buahan (cherry), wagyu, ramen, sake lokal, dan makanan khas lainnya.

Fokus tulisan kali ini adalah Ginzan Onsen yang memiliki alamat Tourist Information :  429 Ginzanshinhata, Obanazawa, Yamagata 999-4333, Jepang

Jadwal kereta api cepat Shinkansen dari Tokyo. Sumber : koleksi foto pribadi
Jadwal kereta api cepat Shinkansen dari Tokyo. Sumber : koleksi foto pribadi

Hari ke-1 : Tokyo – Yamagata

Medio Februari, musim dingin… kami berdua memulai perjalanan dari Omiya Station di Saitama, menumpang kereta Tsubasa di jalur Yamagata Shinkansen. Perjalanan ditempuh dalam waktu sekitar 2 jam 45 menit  dengan jarak 350 km. Ada cerita seru saat kami memulai perjalanan….

Kami sengaja datang lebih pagi dari jadwal supaya bisa dapat antrian di depan karena kami tidak membeli tiket dengan tempat duduk, alias free seat ticket. Di peron, kami harus mengantri di bagian khusus antrian untuk free seat cars (gerbong), ini cukup mudah dengan cara membaca di lantai peron (misalnya 1-4 Non-reserved Cars). 

Kami memilih gerbong ke-4 dan mendapatkan tempat duduk. Lama perjalanan bervariasi tergantung hari, jam dan kereta yang dipilih. Kami menempuh perjalanan selama lebih dari 3 jam dengan biaya sekitar JP¥ 12.000.

Dua lokomotif yang bersatu dari Tokyo, tapi berpisah di Fukushima. Sumber : koleksi pribadi
Dua lokomotif yang bersatu dari Tokyo, tapi berpisah di Fukushima. Sumber : koleksi pribadi

Jalan kereta api ketika mendekati wilayah Yamagata. Sumber : koleksi pribadi
Jalan kereta api ketika mendekati wilayah Yamagata. Sumber : koleksi pribadi

Ketika kami sedang ngobrol, terdengar samar pengumuman berbahasa Inggris (sebelumnya pasti ada pengumuman berbahasa Jepang, hanya karena kami tidak mengerti jadi kami ngga bereaksi) yang memberitahukan bahwa di Fukushima Station, gerbong (cars) no. 1 – 10 akan memisahkan diri menuju ke Sendai, sedangakan cars nomor 11-17 akan menuju ke Yamagata. 

Tentu saja kami agak panik, karena kami sedang berada di gerbong ke-4 dan harus pindah ke gerbong antara 11 – 17, sedangkan kereta berjalan kencang dan yang kami tahu waktu transit di tiap perhentian adalah sangat sebentar. Berdasarkan hal itu, kami langsung mengambil tas dan memakai jaket dingin lalu langsung berjalan tertatih (karena goncangan kereta) menuju ke gerbong 16. 

Namun saat mencapai gerbong 10 ternyata ngga nembus ke gerbong 11-17 karena , gerbong 17 sudah disambungkan dengan loko. Mungkin supaya siap dilepaskan dan memisahkan diri. 

Akhirnya kami menunggu kereta berhenti di Fukushima. Sesaat kereta berhenti kami langsung keluar gerbong 10 dan masuk ke gerbong terdekat yaitu nomor 17 yang dipisahkan oleh loko. Puji TUHAN, dapat tempat duduk lagi di gerbong 16. Ternyata kereta cukup lama berhenti, mungkin karena beberapa gerbong harus memisahkan diri. So... pastikan kita berada di gerbong yang benar supaya tiba di tujuan yang benar. 

Kereta api menuju Murayama Station. Sumber : koleksi pribadi
Kereta api menuju Murayama Station. Sumber : koleksi pribadi

Tiba di Yamagata Station, kami melanjutkan perjalanan dengan kereta juga sekitar 30 menit ke Murayama Station karena penginapan yang kami pilih dari aplikasi AirBnb berada di daerah Murayama. 

Dari sini kami naik taxi sekitar 7 menit saja menuju KOMEYAKATA GUESTHOUSE, Jepang, 〒995-0014 Yamagata, Murayama, 2, 楯岡鶴ヶ町2−2−6. Sebenarnya bisa berjalan kaki sekitar 30 menit, namun salju turun tiada henti, dingin nya udara dan perasaan takut nyasar menambah enggan kami melangkahkan kaki.

Berpose dengan salah satu staff dan anak pemilik penginapan. Sumber : koleksi pribadi
Berpose dengan salah satu staff dan anak pemilik penginapan. Sumber : koleksi pribadi

Well… here we are… di tengah pedesaan. Ternyata Guest House itu adalah juga toko beras yang sudah diturunkan dari ayah kepada anak-anaknya. Mantappp… bisa melihat mereka bertransaksi jual beli. Banyak produk beras, jam/selai dan sebagainya yang sebagian besar diproduksi sendiri dan tentunya organik. Staff nya ramah dan helpful. Minuman teh kopi air sudah termasuk dalam biaya penginapan. Bahkan jika mau bisa masak nasi juga, tapi lauknya beli sendiri.

Petunjuk cara menggelar dan membereskan perlengkapan tidur dan futton/kasur. Sumber : koleksi pribadi
Petunjuk cara menggelar dan membereskan perlengkapan tidur dan futton/kasur. Sumber : koleksi pribadi

Setelah ngobrol sejenak dengan para staff, kami diantar ke kamar, ternyataaaaa… kamarnya tidak ada daun pintu dan daun jendela hahahahahahaha…. Hanya ada tirai khas Jepang… sampai bingung mau ganti baju di mana? Tidur juga serasa diliatin para penonton hahahahaha…. Semua kamar tamu di penginapan ini terletak di mezzanin, tepatnya di attic (di bawah atap). 

Namun demikian… kamar nya homey, tipe tatami dengan futon (kasur lipat tipis) dan sprai yang disarankan untuk disiapkan sendiri (ada kartu petunjuk untuk menggelar kasur). Ada meja kecil dan lampu tidur juga. Kamar kami memiliki jendela yang menghadap ke jalan yang kadang tertutup salju.

Pemandangan dari jendela kamar loteng penginapan. Sumber : koleksi pribadi
Pemandangan dari jendela kamar loteng penginapan. Sumber : koleksi pribadi

Penginapan ini hanya menyediakan toilet (laki dan perempuan dipisah) tetapi tidak menyediakan kamar mandi, so… jika mau mandi mereka menyediakan free shuttle car (mobil kecil dikemudikan oleh staff nya) setiap jam 18.00 menuju ke permandian umum (public bath) dengan membayar sekitar JP¥ 300. 

Kami janjian jam berapa akan dijemput lagi. Dalam keadaan dingin di bawah nol derajat Celcius, pastinya jarang orang mau mandi tiap hari ya hahahahaha…sebagai informasi bahwa musim turis paling ramai di daerah ini adalah saat musim dingin.

Sesaat sebelum kami diantar ke public bath, kami berkenalan dengan tamu lain yaitu seorang pemuda Jepang (solo traveller) dari Osaka yang datang untuk menikmati Yamagata. Jadilah kami ber-3 dalam satu mobil menuju public bath.

Cepat akrab karena penginapan mungil yang berada dalam toko dan rumah pemilik.  Sumber : koleksi pribadi
Cepat akrab karena penginapan mungil yang berada dalam toko dan rumah pemilik.  Sumber : koleksi pribadi

Tentang public bath ini, ternyata tidak hanya diminati oleh turis, tapi penduduk setempat juga banyak yang membersihkan dan menghangatkan tubuh di sini, karena tidak hanya mandi tapi juga ada tempat berendam air panas alam yang terus mengalir, dan sangat menyegarkan di tengah dinginnya udara Yamagata.

Cara mandinya seperti menikmati onsen… Pengunjung laki dan perempuan dipisah. Setelah membayar biaya nya, pengunjung dipinjamkan sandal dan dipersilahkan masuk ke dalam ruangan di mana tersedia banyak loker dengan kunci pengaman. 

Lepaskan semua pakaian, dan dengan telanjang masuk ke ruangan umum yang sudah disekat selebar 1 meter dan tersedia sabun shampoo dan gayung serta ember kecil serta kursi kecil. 

Semua tamu, tua muda besar kecil membersihkan diri dulu di sana, setelah itu silahkan berendam menikmati air hangat/panas alam di beberapa kolam, ada yang di dalam dan di luar ruangan. 

Tidak ada pembicaraan di antara para tamu yang tidak saling kenal itu. Tidak terlihat rasa malu karena tidak ada sehelai benang pun yang melekat di tubuh. Hanya ada pembicaraan di antara pengunjung yang saling kenal atau yang memiliki anak.

Setelah puas berendam, silahkan membilas diri lagi dengan sabun atau langsung membilas dengan air dingin sebelum mengeringkan tubuh dan berdandan. Benar-benar unforgettable memory bagi kita bangsa Indonesia. 

Tapi benar lho, sampai saat ini aku ngga ingat wajah dan bentuk tubuh mereka yang saat itu sama2 bertelanjang mandi dan berendam hahahahaha….

Sesuai kesepakatan, kami dijemput oleh staff penginapan, untuk kembali ke Komeyakata Guest House, tapi saat kami banyak ngobrol dengan si Pemuda Osaka, akhirnya dia tahu kalau saya berulang tahun esok hari… akhirnya dia minta mobil mengantar kami dinner di resto Jepang. 

Di tengah keterbatasan Bahasa (campur antara English dan Bahasa Jepang) kami ngobrol dan dia hanya makan sedikit tapi banyak nge-beer, pantas badannya kurus hahahahaha…

Peta yang dilukis oleh pemilik penginapan. Sumber : koleksi pribadi
Peta yang dilukis oleh pemilik penginapan. Sumber : koleksi pribadi

Dari resto menuju ke penginapan dengan taxi. Sampai di penginapan kami masih meneruskan ngobrol dengan staff penginapan yang ramah dan kami juga membeli dua kantong beras hasil produksi nya dan dua botol selai buah peach… 

Staff ini juga memperlihatkan jenis beras yang memenangkan kompetisi beras terbaik yang diadakan tiap tahun. Beras itu hanya dipamerkan dan tidak dijual. Malam kian larut…. Good nite everyone…

Gosok gigi di dapur sebelum naik ke kamar loteng. Pemanas alami berada di bawah lantai dasar ini. Sumber : dokumen pribadi
Gosok gigi di dapur sebelum naik ke kamar loteng. Pemanas alami berada di bawah lantai dasar ini. Sumber : dokumen pribadi

 Hari ke – 2 : Kunjungan ke Ginzan Onsen di Yamagata 

Untuk sarapan bisa pilih juga yoghurt madu, roti dan selai produksi penginapan. Sumber : koleksi pribadi
Untuk sarapan bisa pilih juga yoghurt madu, roti dan selai produksi penginapan. Sumber : koleksi pribadi

Pagi hari, suhu di gadget menunjukan temperature: -3 feels like -6 … Bangun pagi langsung masak nasi di lantai dasar, lalu goreng telor dadar dari telor ayam (organic) yang diternakan oleh pemilik penginapan… sarapan nikmat dengan teh hangat … mantappp… 

Setelah usai urusan ke toilet, tepat jam 09.00 kami menumpang taxi selama 5 menit menuju Murayama Station lalu jam 09.20 dengan kereta menuju Oishida Station, di depan stasiun di sebelah kiri ada shuttle bus menuju Ginzan Onsen Village . 

Bus hanya beroperasi 5 kali dalam sehari PP. Biaya naik bus sekitar JP¥ 710 sekali jalan selama sekitar 35 menit menuju ke wilayah Ginzan Onsen.

Ginzan Onsen terletak agak tersembunyi dan mencakup wilayah Obanazawa dan Sungai Mogami. Obanazawa terkenal dengan sebutan kota permandian air panas yang konon sudah ada sejak abad 18, yaitu  sejak periode Taisho hingga periode Showa, dan sampai sekarang, masih dapat ditemukan rumah-rumah tua yang sebagian dijadikan restoran, café, souvenir shop dan onsen serta ryokan. 

Foto lama yang digantungkan dalam shelter di jalan masuk ke Ginzan Onsen. Sumber : koleksi pribadi
Foto lama yang digantungkan dalam shelter di jalan masuk ke Ginzan Onsen. Sumber : koleksi pribadi

Foto kedua yang juga digantungkan dalam shelter yang juga terdapat vending machine untuk minuman hangat. Sumber : koleksi pribadi
Foto kedua yang juga digantungkan dalam shelter yang juga terdapat vending machine untuk minuman hangat. Sumber : koleksi pribadi

Di awal periode Edo, sekitar 500 tahun lalu, di daerah ini juga ditemukan tambang perak dan pertambangan ini pernah menjadi urat nadi kehidupan pada masa itu. Dari tambang perak itulah, asal usul nama Ginzan yang artinya Gunung Perak.  Bekas pertambangan juga masih dapat dilihat hingga saat ini, pengunjung seolah dibawa kembali ke suasana masa lalu kota tersebut. 

Selain bekas pertambangan, air terjun setinggi 22 meter di balik Ginzan Onsen juga hanya dapat dilihat dan dikunjungi saat musim panas dan gugur (musim dingin dan awal musim semi tidak dapat dilihat dan dikunjungi karena jalan masuk tertutup salju tebal). Sedangkan di musim panas, pengunjung dapat melakukan hiking dan berperahu menyusuri Sungai Mogami.

Mau cobain
Mau cobain "rasa" salju. Sumber : koleksi pribadi

Salju masih terus turun dan menyambut kami turun di desa Ginzan Onsen ini, dengan berjalan kaki di atas salju tebal, kami tertatih… ada mesin pemindah tumpukan salju dengan cara menyedot dan menyemprotkan salju ke tempat lain.

Ada juga mobil yang mendorong tumpukan salju supaya jalanan dapat digunakan mobil yang terus berdatangan dan…banyak mobil-mobil kecil dan minibus berisi turis dari China, setelah turun dari bus mereka menyeret koper-koper besar menuju penginapan- penginapan yang terletak di kedua sisi sungai.  Maaf …ngga ada porter di sini ya hehehehehe….

Waktu menunjukkan tengah hari, tapi hari tampak sendu karena tidak ada sinar matahari, seperti mendung menggantung… kami menyibukkan diri dan terus bergerak serta berfoto ria untuk melawan dingin yang menusuk… sambil sesekali mampir untuk jajan… tapi sebenarnya numpang menghangatkan tubuh dan duduk karena di luar rumah-rumah itu, hanya tersedia satu tempat duduk umum yaitu di sebuah “bilik” kaca yang dihiasi foto-foto Ginzan Onsen dalam 4 musim dan di situ tersedia dua buah tempat duduk agak panjang dan mesin penjual minuman panas.

Our lunch di resto yang juga ryokan di ujung jalan buntu (saat winter jalan lanjutannya ditutup karena salju tebal). Sumber : koleksi pribadi
Our lunch di resto yang juga ryokan di ujung jalan buntu (saat winter jalan lanjutannya ditutup karena salju tebal). Sumber : koleksi pribadi

Kami makan siang di Resto Soba Takamikan sambil terus berfoto karena resto nya yang juga adalah ryokan berjendela besar dan kami dapat mengambil banyak video foto salju yang sedang turun deras. Usai santap siang, kami berjalan menyusuri sungai yang membelah desa itu dan pernah dijadikan tempat shooting film Oshin yang sangat terkenal di Indonesia tahun 1980 an.

Jembatan di depan resto soba Takamikan. Sumber : koleksi pribadi
Jembatan di depan resto soba Takamikan. Sumber : koleksi pribadi

Menunggu sunset… kami menyempatkan diri untuk …nyemplung dulu di Shiroganeyu (modern) Onsen.

Handuk Shiroganeyu Onsen. Sumber : koleksi pribadi
Handuk Shiroganeyu Onsen. Sumber : koleksi pribadi

Shirogane-yu Onsen (modern)  yang berlokasi agak di ujung wilayah utama Ginzan Onsen. Pintu masuk nya kecil mungkin karena musim dingin sehingga ditutup oleh tirai plastik keras penghalau udara dingin masuk ke dalam. 

Ada kakek tua yang menjaga dan mengatur arus tamu masuk dan keluar dan merangkap sebagai kasir juga. Tiap orang dibatasi waktu sekitar 45 menit sudah termasuk bilasan. Kami cukup lama antri menunggu tamu2 yang sudah berada di dalam. 

Onsen ini kecil dan sederhana sesuai dengan tarif yang murah meriah, yaitu  JP¥ 500 untuk dewasa, dan JP¥ 200 untuk siswa sekolah, di tempat tunggu hanya tersedia tempat duduk untuk 6 orang, yang lain silahkan berdiri.

Kakek pengurus onsen, tegas sesuai aturan. Sumber : koleksi pribadi
Kakek pengurus onsen, tegas sesuai aturan. Sumber : koleksi pribadi

Bagian laki dan perempuan dipisah. Yang wanita harus naik ke lantai atas. Di sana sudah tersedia keranjang2 untuk tempat barang2 tamu disusun di rak2 tanpa pintu dan kunci pengaman. 

Percaya aja deeeh (mungkin demikian pikiran pemilik/pengelola, tap ikan ada banyak turis dari mancanegara dengan segudang latar belakang J)… Setelah menanggalkan seluruh pakaian, kali ini kami langsung berjalan cepat ke arah bak air panas (hanya ada satu bak) yang di depannya hanya tersedia 2 bangku kecil (jejongkok) untuk membersihkan dan membilas tubuh sesaat sebelum dan sesudah berendam.

Ketika masuk bak/kolam air panas alami itu, tubuh terasa sangat panas karena udara di atas air sangat dingin, tetapi tubuh beradaptasi sangat cepat. Kami menikmati kehangatan air panas alami, sekitar 20 menit, lalu kami bangun dari kolam dan langsung membilas diri tepat di depan bak itu (dilihatin oleh tamu lain yang sedang berendam wow…) karena memang onsen ini kecil sederhana murmer hehhehehe…. Semua terbatas, termasuk kalau mau pakai hair dryer silahkan pinjam kepada kakek tua pengurus onsen.

Segarrrr rasanya setelah ber-onsen ria….

Public Foot Bath (gratis). Sumber : koleksi pribadi
Public Foot Bath (gratis). Sumber : koleksi pribadi

Hari semakin tua… di mana-mana semua pengunjung bersiap menyambut sunset. Ada yang memasang tripod dengan kamera lensa panjang dan besar, ada yang bersiap dengan posisi kamera saku dan mobile phone, tapi ada juga yang masih asyik menghangatkan diri di dalam café dan resto sepanjang tepi sungai. Kedua tepi sungai dihubungkan oleh beberapa jembatan yang menambah artistik pemandangan.  

Di tepi sungai juga ada bagian yang sengaja ditata dengan beberapa tempat duduk dari beton untuk pejalan kaki dapat duduk dan berendam kaki (Public Foots Bath) di air panas yang mengalir.

Dari foto-foto yang beredar di dunia maya, dan kami buktikan itu benar adanya… saat hari sore berganti malam… pemandangan alam dan rumah-rumah desa tradisional sungguh menakjubkan… 

Semua turis berebut berfoto dengan sunset… padahal Ginzan Onsen cukup luas tapi karena begitu banyak pengunjung… hampir mustahil mendapatkan foto yang bersih tanpa ada pengunjung lain sebagai latar belakang foto. Sementara itu salju terus turun ke bumi…

Dalam kebekuan musim dingin, cukup sulit untuk tersenyum. Sumber : koleksi pribadi
Dalam kebekuan musim dingin, cukup sulit untuk tersenyum. Sumber : koleksi pribadi

Di musim dingin, selama berada di Ginzan Onsen, nikmatilah beberapa makanan dan minuman khas dari daerah ini. Kami mencicipi beberapa di antaranya :

Haikarasan Curry Pan (roti kari) , mochi and tea

Resto Soba Takamikan (ada ryokan juga onsen) di ujung jalan saat winter termasuk soba tea and soba mochi. Pemiliknya adalah kokinya dan anak-anaknya pelayannya… homey banged dan pelayanannya sangat personal.

Menikmati ice cream yang ngga dingin. Sumber : koleksi pribadi
Menikmati ice cream yang ngga dingin. Sumber : koleksi pribadi

Ingat juga nyobain Izu no hana soba ice cream… es yang ngga terasa dingin di musim dingin.

Cafe Izu no hana soba ice cream. Pilih di lantai atas supaya dapat lihat pemandangan lebih luas. Sumber : koleksi pribadi
Cafe Izu no hana soba ice cream. Pilih di lantai atas supaya dapat lihat pemandangan lebih luas. Sumber : koleksi pribadi

Time to go home. Sumber : koleksi pribadi
Time to go home. Sumber : koleksi pribadi

Malam sudah tiba…saatnya pulang ke penginapan di Murayama… berdasarkan jadwal shuttle bus terakhir jam 18.21, kami bergegas menuju halte. Kami adalah termasuk orang-orang pertama yang mengantri di halte mungil. 

Calon penumpang bus terus berdatangan dan halte sudah tak sanggup menampung lagi.. akhirnya di tengah derasnya hujan salju dan dingin yang semakin menggigit, kami keluar dari halte karena kuatir tidak akan kebagian bus, jika kami tidak berdiri di antrian paling depan. 

Kebanyakan calon penumpang berasal dari mainland China. Rasanya lama sekali kami menunggu… akhirnya bus datang juga… karena berasal dari budaya yang berbeda, tidak semua calon penumpang bisa antri, terjadilah system “siapa cepat dia dapat.” Beruntung kami antri di bagian depan, tidak lama kami naik dan bayar tarif bus dengan uang pas. Yang lain banyak yang menunggu lama karena tidak ada uang pas sesuai tarif bus.

Bus sudah penuh sesak (banyak yang berdiri)… setelah tidak bisa menerima penumpang lagi… sebelum bus kami berangkat… kami memperhatikan pengemudi menghubungi kantor pusat untuk meminta bus tambahan… ketika bus yang kami tumpangi meninggalkan halte, bus tambahan sudah bisa terlihat yang siap mengangkut calon penumpang yang masih tertinggal tadi. 

Sungguh pemerintah daerah setempat sangat tanggap dengan kebutuhan wisatawan. Ngga kebayang kalau ketinggalan bus terakhir. Sama sekali ngga ada taxi atau transportasi lain. 

Mungkin harus rela merogoh kantong untuk mencari penginapan yang tarifnya cukup mahal di Ginzan Onsen ini karena Februari termasuk peak season, itu pun jika masih ada kamar kosong.

Tiba di Oishida station, langsung kami menumpang kereta ke Murayama station selama 11 menit. Tiba di Murayama station kami menunggu cukup lama untuk mendapatkan taxi, namun tidak ada taxi yang stand by di station karena malam sudah larut dan salju turun cukup deras. Akhirnya kami menelpon pemilik penginapan yang kebetulan sedang berkendara mobil dan dia bersedia menjemput kami di station. Puji TUHAN.

Tiba di Komeyakata Guest House… langsung masuk toilet, lalu  sikat gigi cuci muka, minum teh hangat dan bersiap tidurrrrr….enaknya kehangatan dari penghangat di bawah lantai tanah terasa hingga ke lantai attic/loteng ini. Sebuah kemewahan sangat…

Japanese pencinta kucing, so no wonder, buku ini tersedia untuk dibaca di penginapan. Sumber : koleksi pribadi
Japanese pencinta kucing, so no wonder, buku ini tersedia untuk dibaca di penginapan. Sumber : koleksi pribadi

 

Hari ke – 3 : Murayama – Tokyo 

Sesuai dengan jadwal kereta, pagi hari usai sarapan kami bergegas untuk ke Murayama station. Staff penginapan yang baik hati meminta kami berfoto dengan gaya yang menyerupai huruf K yang merupakan initial Komeyakata untuk diposting di sosmed nya untuk promosi dan... yah kita numpang terkenal deh. 

Lalu dia dengan gesit menyedok tumpukan salju di atas mobil nya dan di jalan depan rumah supaya mobil bisa dijalankan dan mengantarkan kami ke station. See you Komeyakata … Yamagata… till we meet again.

Komeyakata Guest House-Murayama, Yamagata. Sumber : koleksi pribadi
Komeyakata Guest House-Murayama, Yamagata. Sumber : koleksi pribadi

Note : 

  • Kalau ada cukup waktu dan dana, lebih baik kunjungan ke Ginzan Onsen tidak dilakukan sebagai perjalanan pergi pulang di hari yang sama, tetapi menginaplah minimal satu malam di salah satu ryokan (penginapan tradisional) yang dibangun sejak jaman Showa. Banyak penginapan di sepanjang kedua tepi sungai yang menyediakan yukata saat musim panas atau semi dan gugur untuk tamu dapat berjalan-jalan menikmati indahnya suasana alam di malam hari, sangat romantis.
  • Ryokan secara tradisional biasanya adalah bangunan yang terdiri dari 3 atau 4 tingkat dan terbuat dari banyak unsur kayu, sangat menonjolkan seni pahat kayu dengan tembok yang diwarnai putih.
  • Di akhir musim semi dan musim panas serta awal musim gugur, pengunjung dapat melakukan hiking di perbukitan dan melihat serta mengunjungi air terjun dan bekas tambang perak yang ditemukan 500 tahun lalu. Aktifitas tersebut tidak dapat dilakukan saat musim dingin dan awal musim semi karena salju.
  • Nikmati juga berendam di permandian air panas alami / onsen yang sangat berguna untuk kesehatan.
  • Selain Yamagata, di kawasan Tohoku juga ada daerah wisata cantik di musim dingin yaitu Zao Onsen Ski Resort yang terkenal dengan snow monster nya.
  • Menyewa sepeda dari Stasiun Yamagata untuk berkeliling kota.

Akses Transportasi ke Yamagata :

  • Dengan pesawat:

Jika berangkat dari Tokyo / bandara Haneda, dapat naik pesawat ke Bandara Yamagata dengan penerbangan selama 60 menit. Dilanjutkan dengan naik bus sekitar 30 menit menuju Stasiun Yamagata.

  • Dengan kereta:

Dari Stasiun Tokyo dengan shinkansen menuju Stasiun Yamagata selama sekitar 2 - 3  jam, tergantung dari jenis shinkansen yang dipilih.

  • Dengan menyewa mobil dari stasiun Yamagata. Bisa parkir di tempat parkir umum dan berjalan kaki sekitar 10 menit ke Ginzan Onsen. Para tamu ryokan banyak dijemput dari tempat itu untuk menginap.

Aktivitas pengunjung Ginzan Onsen, di luar musim dingin dan awal musim semi : 

  • Kunjungan ke Air Terjun setinggi 22 meter.
  • Kunjungan ke bekas bangunan tambang perak yang ditemukan 500 tahun lalu.
  • Menyusuri Sungai Mogami dengan naik perahu.
  • Hot Sping Onsen

Ginzan Onsen di musim panas. Sumber : www.infojepang.net
Ginzan Onsen di musim panas. Sumber : www.infojepang.net

Zao Onsen Ski Resort-Gigantic Snow Monsters. Foto oleh Araisyohei
Zao Onsen Ski Resort-Gigantic Snow Monsters. Foto oleh Araisyohei

Sekian dulu sharing perjalanan kami ke Ginzan Onsen di wilayah Murayama-Yamagata. 

Terima kasih sudah membaca tulisan ini, semoga bermanfaat.

Tetap semangat, jaga kesehatan, stay happy and GOD bless all

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun