"Soalnya sosmed itu memberi anonimitas ke orang-orang, orang-orang merasa bebas menghujat karena apapun yang dikatakan di sosmed ga akan terlalu berimbas ke dunia nyata, intinya mereka merasa free" (F, 2023).Â
Responden juga mengenali dan membedakan antara perilaku cyberbullying dari interaksi secara online dan narasumber menyatakan bahwa cyberbullying membuatnya menjadi kurang percaya diri.
"Kalo perilaku cyberbullying tuh cenderung menyudutkan korbannya dengan kata-kata yang kurang pantas dan perkataan yang menyakiti orang. Karena cyberbullying, aku jadi kayak kurang percaya diri dan jadi trauma" (V, 2023)Â
Untuk menjaga kesehatan mentalnya sebagai seseorang yang pernah mengalami cyberbullying responden memilih untuk menonaktifkan akun sosial media selama beberapa hari.Â
"Kalo mulai tertekan gara-gara komen-komennya aku diemin aja, ga buka sosmed selama beberapa hari gitu" (F, 2023). Â
Secara keseluruhan, hasil wawancara menunjukkan bahwa pengguna social media yang pernah mengalami kasus cyberbullying merasa bahwa cyberbullying membuat narasumber menjadi kurang percaya diri. Perubahan juga terjadi pada kehidupan, mereka menjadi lebih selektif dalam menilai mana komentar yang negatif dan mana komentar yang positif yang diberikan dan jika terjadi kejadian yang sama mereka dapat mengatasinya kembali. Mereka juga menginginkan agar kasus cyberbullying ini tidak terjadi lagi di kalangan manapun.Â
KesimpulanÂ
Dari penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa mayoritas pengguna sosial media adalah perempuan (77,1%) dan sebagian besar berusia 19 - 21 tahun, menunjukkan bahwa besar kemungkinan terjadinya kasus cyberbullying di media sosial dan akan berpengaruh pada kesehatan mental seseorang. Mereka juga mengharapkan agar semua kasus cyberbullying yang terjadi di media sosial tidak terjadi lagi dan tidak merugikan pihak manapun. Penelitian ini memberikan pemahaman dan pengalaman korban yang lebih mendalam mengenai kasus cyberbullying yang terjadi di media sosial dan berdampak pada kesehatan mental.