Mohon tunggu...
Farhan syarif
Farhan syarif Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya adalah seorang penulis yang masih banyak belajar dengan apa yang saya pelajari. saya menulis tergantung dengan suasana hati saya, dan saya senang melakukannya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hubungan Kesehatan Mental dengan Pengaruh Cyberbullying di Media Sosial

27 Juli 2023   14:22 Diperbarui: 27 Juli 2023   14:26 925
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 4. Pendapat responden tentang cyberbullying yang mempengaruhi tingkat percaya diri dan harga diri 

 

Gambar 1. Pendapat responden mengenai kewajaran cyberbully di media sosial 
Gambar 1. Pendapat responden mengenai kewajaran cyberbully di media sosial 
Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa sebanyak 14 responden (40%) memberikan respon sangat tidak setuju (1), 13 responden (37.1%) memberikan respon setuju (3), 6 responden (17.1%) memberikan respon tidak setuju (2), dan 2 responden (5.7%) memberikan respon sangat setuju (4). 

Gambar 2. Pendapat responden tentang cyberbullying yang memberikan dampak negatif bagi kesehatan mental seseorang 
Gambar 2. Pendapat responden tentang cyberbullying yang memberikan dampak negatif bagi kesehatan mental seseorang 
Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa sebanyak 27 responden (77.1%) memberikan sangat setuju (4) bahwa cyberbullying dapat memberikan dampak negatif pada kesehatan mental seseorang dan 8 responden (22.9%) memberikan respon setuju (3) bahwa cyberbullying dapat memberikan dampak negatif pada kesehatan mental. 

Gambar 3. Pendapat responden tentang seseorang yang tidak disukai di bully di media sosial 
Gambar 3. Pendapat responden tentang seseorang yang tidak disukai di bully di media sosial 
Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa sebanyak 13 responden (37.1%) memberikan respon tidak setuju (2), 11 responden (31.4%) memberikan respon sangat tidak setuju (1), 10 responden (28.6%) memberikan respon setuju (3), dan 1 responden (2.9%) memberikan respon sangat setuju (4). 

Gambar 4. Pendapat responden tentang cyberbullying yang mempengaruhi tingkat percaya diri dan harga diri 
Gambar 4. Pendapat responden tentang cyberbullying yang mempengaruhi tingkat percaya diri dan harga diri 

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa sebanyak 25 responden (71.4%) memberikan respon sangat setuju (4), 9 responden (25.7%) memberikan respon setuju (3), dan 1 responden (2.9%) memberikan respon tidak setuju (2) bahwa cyberbullying dapat mempengaruhi tingkat percaya diri dan harga diri. 

Gambar 5. Pendapat responden tentang anonimitas pelaku cyberbullying 
Gambar 5. Pendapat responden tentang anonimitas pelaku cyberbullying 
Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa sebanyak 19 responden (54.3%) memberikan respon setuju (3), 7 responden (20%) memberikan respon sangat setuju (4), 7 responden (20%) memberikan respon tidak setuju (2), dan 2 responden (5.7%) memberikan respon sangat tidak setuju (1) bahwa seseorang melakukan cyberbullying karena merasa anonim dan terlindungi dari konsekuensi. 


cyberbullying juga memiliki dampak negatif terhadap harga diri korban (Patchin dan Hinduja, 2010; O'Brien dan Moules, 2013). Penelitian terbaru yang menyelidiki hubungan antara cyberbullying dan harga diri menemukan bahwa korban cyberbullying menunjukkan harga diri yang lebih rendah (Chang et al., 2013; Cnat et al., 2014). 

Beberapa peneliti menyatakan bahwa korban perundungan yang menggunakan internet untuk melecehkan dan mengejek lebih memungkinkan untuk mengembangkan harga diri yang rendah sehingga dapat menimbulkan konsekuensi yang parah bagi kesejahteraan dan penyesuaian psikologis anak muda (Palermiti et al., 2017), termasuk meningkatkan risiko bunuh diri. Pelaku bullying biasanya bersifat anonim, menggunakan nama lain atau berpura-pura sebagai orang lain, lalu kejadiannya bisa kapan saja dan dimana saja, karena segala sesuatu yang dilakukan di dunia maya tidak terbatas ruang dan waktu (Rudi, 2010:15). 

Pada penelitian ini, ditemukan sebanyak 17 responden (48.6%) yang sangat setuju bahwa cyberbullying dapat menyebabkan stres yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari, terdapat 16 responden (45.7%) yang setuju bahwa cyberbullying dapat menyebabkan stres yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari, dan 2 responden (5.7%) yang tidak setuju mengenai hal tersebut. Cyberbullying dapat menyebabkan korban memiliki perasaan harga diri rendah, depresi atau menderita stress yang dapat berakhir dengan bunuh diri seperti kasus-kasus yang marak terjadi di seluruh belahan dunia (Rudi, 2010:5). Sebanyak 23 responden (65.7%) setuju bahwa seseorang melakukan cyberbullying di media sosial sebagai hasil dari perasaan rendah diri dan ketidakpuasan terhadap diri sendiri yang mempengaruhi kesehatan mental mereka, sedangkan 7 responden (20%) merasa tidak setuju akan hal tersebut. Pola perilaku bully cenderung impulsif, agresif, intimidatif dan suka memukul, motivasi seseorang untuk melakukan bullying bisa berdasarkan kebencian, perasaan iri dan dendam. Bisa juga karena untuk menyembunyikan rasa malu dan kegelisahan, atau untuk mendorong rasa percaya diri dengan menganggap orang lain tidak ada artinya. Bullying tentu mengakibatkan dampak yang negatif, memang terkadang bagi pelaku bully, tindakan bullying yang dilakukannya kadang tidak disadari (Rudi, 2010:5)

Terdapat 19 responden (54.3%) yang setuju bahwa korban cyberbullying di media sosial rentan mengalami gangguan kecemasan yang memengaruhi kesehatan mental mereka, dan sebanyak 15 responden (42.9%) sangat setuju bahwa korban cyberbullying di media sosial rentan mengalami gangguan kecemasan, sedangkan 2 responden lainnya (2.9%) merasa tidak setuju. Menurut Roland (Roland & Vaaland, 2006) Sebagian besar korban merasa agak cemas. Mereka sering menunjukkan tanda-tanda ketidakberdayaan, stress dalam situasi sosial, dengan merasa takut, atau mudah menangis ketika ada hal-hal yang bertentangan dengan mereka. Korban memiliki perasaan lebih cemas dan tidak aman dibandingkan siswa pada umumnya, mereka sering bersikap berhati-hati, peka dan diam (James, 2010). Pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa 18 responden (51.4%) setuju bahwa korban cyberbullying dapat merasakan perasaan isolasi dan kesepian, sebanyak 13 responden (37.1%) sangat setuju, dan 4 responden (11.4%) tidak setuju. Korban sering kesepian dan terabaikan di sekolah. Jika korban adalah siswa laki-laki, kemungkinan memiliki kondisi fisik lebih lemah dibanding siswa laki-laki secara umum (James, 2010). Menurut Olweus (O'Connell, 2003) pelaku bully memiliki kesempatan lebih tinggi mengembangkan perilaku kriminal dibandingkan siswa lain. Dalam beberapa kasus, bullying dapat menjadi langkah dalam pengembangan lebih luas pola perilaku negatif. Penelitian Swearer (Swearer dkk, 2010) telah menunjukkan bahwa siswa-siswa yang diganggu kemungkinan akan menghindari sekolah atau bahkan drop out. 

Adapun hasil dari penelitian kualitatif yang dilakukan melalui metode wawancara dimana beberapa responden berbagi pengalaman dan sudut pandang mereka mengenai cyberbullying. Pertama, yaitu responden memberikan pengalaman serta pendapatnya Tentang mengapa cyberbullying itu bisa terjadi karena social media memberikan anonimitas ke orang-orang sehingga mereka bebas menghujat karena tidak berdampak secara langsung ke dunia nyata. Hal ini dinyatakan kedua narasumber sebagai berikut:  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun