Pemilihan umum atau yang biasa disebut pemilu, merupakan pilar penting dalam negara demokrasi seperti Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD NRI 2945”) secara tegas mengatur mekanisme pemilu, salah satunya melalui Pasal 22E yang menegaskan bahwa pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Namun, ketika berbicara tentang pelaksanaan pemilu di Papua, muncul tantangan unik yang tidak hanya bersifat geografis, tapi juga kultural. Kondisi wilayah pegunungan yang sulit dijangkau dan keberadaan masyarakat adat yang memiliki sistem nilai serta tradisi tersendiri, menjadikan pelaksanaan pemilu di Papua memerlukan pendekatan khusus.
Pengertian Sistem Noken
Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita pahami terlebih dahulu arti dari kata “noken”. Noken adalah tas anyaman tradisional yang terbuat dari serat kayu dan biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat papua untuk membawa barang, seperti hasil panen, makanan, dan barang-barang lainnya. Sebagai warisan budaya, noken menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas masyarakat papua dan mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi. Pengakuan terhadap pentingnya warisan budaya ini juga diatur dalam dasar hukum negara Indonesia, seperti Pasal 18B ayat (2) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa “Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Dengan demikian, penghormatan terhadap simbol-simbol budaya seperti noken merupakan bagian dari komitmen negara dalam melindungi hak-hak masyarakat adat sebagai bagian integral dari keberagaman bangsa.
Sejarah Sistem Noken
Dalam konteks pemilihan umum di Papua, sistem noken merujuk pada mekanisme pemungutan dan perhitungan suara yang dilakukan melalui tradisi adat, bukan dengan cara pemungutan suara langsung menggunakan kotak suara seperti pada umumnya. Sistem ini lahir dari kebutuhan masyarakat adat yang tinggal di daerah pegunungan Papua yang sulit diakses, sehingga metode pemilu konvensional sulit diterapkan secara efektif. Seiring waktu, sistem noken berkembang menjadi cara khas dalam memilih pemimpin dengan mengutamakan musyawarah dan keputusan kolektif, yang telah berlangsung selama puluhan bahkan ratusan tahun. Sistem ini bukan hanya soal proses pemilihan, tetapi juga merefleksikan cara masyarakat menjaga harmoni sosial dan kearifan lokal dalam menjalankan proses demokrasi mereka.
Jenis Sistem Noken
Sistem noken terbagi menjadi dua jenis utama, yaitu noken bigman dan noken gantung. Pada sistem noken bigman, seluruh suara masyarakat diwakilkan kepada seorang tokoh adat atau ketua suku yang dihormati, setelah melalui musyawarah bersama warga. Ketua adat kemudian membawa suara kolektif tersebut ke petugas pemilu dan dalam beberapa kasus mencoblos surat suara sesuai kesepakatan bersama. Sistem ini menunjukkan kepercayaan dan ketaatan masyarakat kepada pemimpinnya sebagai wakil final dalam menentukan pilihan politik. Sedangkan pada sistem noken gantung, tas anyaman khas Papua digantung di Tempat Pemungutan Suara (TPS) sebagai pengganti kotak suara. Sebelum pemilihan, masyarakat dan tokoh adat bermusyawarah untuk menentukan pilihan bersama, lalu pemilih memasukkan suara ke dalam noken calon yang telah disepakati secara terbuka dan transparan.
Keabsahan Sistem Noken
Keabsahan sistem noken dalam pelaksanaan pemilihan umum di Papua telah ditegaskan secara konstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui beberapa putusan penting. Misalnya, dalam Putusan Nomor 47-81/PHPU.A-VII/2019 dan Putusan Nomor 07-33/PHPU-DPD/XVII/2019, MK menyatakan bahwa sistem noken sah dan sesuai dengan prinsip demokrasi serta konstitusi Indonesia. Legitimasi sistem noken hanya berlaku secara terbatas, lokal, dan konkret di wilayah Papua yang memang membutuhkan sistem tersebut. Tidak diberlakukan secara umum untuk seluruh wilayah Indonesia karena berbeda dengan prinsip pemilu nasional yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (Luber-Jurdil) Dengan demikian, sistem noken bukanlah bentuk pelanggaran terhadap asas pemilu Luber-Jurdil, melainkan merupakan bagian dari pelaksanaan demokrasi yang menghormati keberagaman budaya dan adat masyarakat Papua. Putusan-putusan MK tersebut menjadi landasan hukum yang kuat bagi legitimasi sistem noken dalam proses demokrasi di Papua.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI