Assalamu'alaikum, teman-teman, selamat malam. Hari ini penulis cukup resah, banyak sekali pikiran berkecamuk usai menyandang status fresh graduate, memang banyak sekali pencapaian yang penulis dapatkan, tapi di sini penulis tiba-tiba merasa hampa. Ternyata, tidak ada bedanya antara cacian dengan pujian, tatapan kebanggaan maupun tatapan sinis, jadi kebanggaan maupun pecundang. Semua rasanya sama saja.Â
Banyak sekali kegundahan dalam diri penulis, utamanya mengenai quarter life crisis, biasanya diartikan sebagai krisis identitas ketika manusia memasuki usia seperempat abad, ada banyak perdebatan dalam dirinya, mulai dari keinginan untuk melanjutkan studi, menikah, bekerja dan lain sebagainya. Meski pun dengan status baru ini penulis memiliki banyak sekali peluang bekerja menghasilkan uang, nyatanya penulis justru sering termenung, ini adalah masa paling mengerikan, timeless, penantian ajal.
Masa setelah sarjana ternyata lebih mengerikan dibanding kelulusan-kelulusan sebelumnya, bahkan di saat orang-orang mengunggah foto pasca sidang, penulis justru merenung lama, hanya membuat sebuah ucapan cinta untuk orang-orang yang membantu penulis bertumbuh sepanjang empat tahun, tulisan itu pun segera menjadi arsip, usai laman komentar, likes, dm dan chat whatsapp penulis dihunjami oleh ucapan selamat, pujian dan doa. Apa gunanya validasi? Jika kita sendiri bahkan tidak menemukan ketenangan di dalam batin kita sendiri, bukankah dunia luar dan orang lain tidak akan pernah habis dan kita tidak akan pernah puas? Lantas apa hubungannya dengan penantian ajal?
Pikiran penulis melayang-layang, tidak ada batas setelah ini untuk mengejar, mencapai ini dan itu kecuali ajal, saat penulis sudah tidak dapat lagi berbuat apa-apa. Dalam menuliskan ini pun, penulis cukup merinding. Entah mengapa pikiran tersebut menghantui penulis beberapa waktu ini. Penulis merasa perlu memberikan peran pada sekeliling penulis, penulis berharap tulisan-tulisan penulis dapat bermanfaat bagi para pembaca.Â
Dalam fase ini juga penulis merasa telah lelah berkompetisi, penulis hanya ingin menjadi original dengan menggunakan perasaan dan cinta dalam apapun yang sedang penulis kerjakan. Penulis ingin bahagia denga apa yang penulis bisa lakukan di detik-detik kehidupan ini. Mungkin selama ini penulis telah salah mengambil sudut pandang hingga mengaburkan fitrah diri, memang benar, fastabiqul khairat, berlomba-lombalah dalam kebaikan, tentu saja dengan cara yang baik, bukan? Bukan menghalalkan segala cara.
Status fresh graduate entah mengapa justru membuat penulis terbawa pada dimensi lain, kematian di ambang batas, dimana seluruh perbuatan yang penulis perbuat nanti akan dipertanggungjawabkan. Hari ini bahkan penulis cukup merasa burn out dengan segala kegiatan yang menguras kognitif, seperti rasanya ingin beristirahat yang panjang dan tenang, menikmati nikmat Allah paling sederhana, masih hidup, diberi kesempatan bertaubat dan memberi manfaat bagi sesama. Alhamdulillah 'ala kulli hal. Terima kasih ya Allah untuk segala karunia-Mu yang bahkan hamba tak kuasa menghitungnya.