Mohon tunggu...
Fatihnokturnal
Fatihnokturnal Mohon Tunggu... Pelajar -

Orang malam yang membicarakan terang ngefapfapfap.wordpress.com Al Ain, UAE

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Director Review: Woody Allen

16 September 2016   21:03 Diperbarui: 16 September 2016   22:00 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: woodyallenpages.com

Nama: Woody Allen

Genre: Comedy, Romance, Philosophy (is it a genre tho? Haha)

Pertama tau Woody Allen dari Raditya Dika, and it was long long timee ago pas Radit masih aktif ngepost di blognya (radityadika.com), itu pun gak langsung tertarik buat nonton filmnya--secara dulu juga gak begitu suka nonton film.

Begitu hidup di asrama dan kadang bingung mau ngapain kalo udah gak ada kerjaan, nonton film menjadi salah satu hobi gue (selain baca buku yang emang udah dari dulu).

Gue pertama ngira style film Woody Allen akan persis seperti Raditya Dika, secara gue ngakak kalo nonton film-filmnya Raditya Dika... tapi ternyata beda banget.

Filmnya yang gue pertama nonton adalah Annie Hall (karena Radit banyak ngomongin itu begitu juga review-review yang bertebaran di internet), dan gue nunggu momen yang akan bikin ketawa hingga akhirnya gue kecewa karena sampai akhir film gue gak ngakak sama sekali--dan mungkin itu kenapa gue gak begitu suka Annie Hall.

Setelah Annie Hall, gue sempat vakum beberapa saat nonton film-filmnya Woody Allen, saat gue mencoba lagi, gue mencoba Midnight in Paris, and I really enjoyed that movie!

Midnight in Paris mempunyai sinematografi yang bener-bener memanjakan mata gue, dan apa yang disampaikan di film itu adalah apa yang gue saat itu lagi gelisahkan--golden age thinking. Gue waktu itu lagi gelisah-gelisahnya soal LDR (Long Distance Relationpret), karena menurut gue LDR jaman dulu dimana dua sejoli saling surat menyurat sambil menunggu dengan rindu akan balasan surat lebih baik daripada LDR jaman sekarang yang ngechat tiap hari tanpa henti sampai kehilangan ruang buat rindu itu sendiri. 

Dari situ gue tau, bahwa film-film Woody Allen itu philosophical-comedy, bukan comedy-philosophical, humor-humornya pun cenderung harus dicerna dulu untuk dimengerti, tapi yang jelas, bagi gue film-film Woody Allen itu nilai plusnya bukan di sisi komedi, tapi di sisi filosofinya. Mungkin itu yang membuatnya 

Maka mulailah gue menonton film-filmnya... dan sampai sekarang belum selesai karena ternyata filmnya itu banyak banget wkwk. Sampai sekarang udah sekitar belasan filmnya yang gue tonton.. (Tentu aja nonton film bukan satu-satunya kegiatan gue).

Psuedo-intellectual, dari Woody Allen gue tau kata-kata itu (karena dia sering ngomong itu di film-filmnya) dan gue pun ngucapinnya dengan logat-nya Woody Allen. Psuedo-intellectual adalah istilah buat orang-orang yang sok pinter atau sok intelektual baik dari cara bicara dan bersikap. Tapi kadang gue merasa bahwa Woody Allen justru salah satu psuedo-intellectual dari caranya menggabungkan filosofi dan komedi yang kadang agak sok cerdas.  Bahkan pernah ada yang mengatakan bahwa Woody Allen itu seperti pemikir yang berkata; "Aku berbelanja, maka aku ada!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun