Mohon tunggu...
Fanni Carmila
Fanni Carmila Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu rumahtanga. Mantan wartawan. Wiraswasta. Hobi mengarang

Asyik kalau bisa berkomunikasi dengan orang yang punya hobi sama.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Balada Gadis Padang Hijau (2)

20 Desember 2021   02:35 Diperbarui: 20 Desember 2021   05:55 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku masih berdiri tertegun sulit mencerna keadaan yang sangat emosional itu tatkala dikejutkan oleh jeritan menyayat dari teras di depan kamar.

Kami tidak sadar ternyata Kencana secara diam-diam membuntuti kami. Entah sejak kapan dia bersembunyi di situ mengikuti pembicaraan kami. Ia berdiri di hadapan kami dengan menyibakkan gorden penyekat kamar ke arah teras. Fungsinya untuk menghalangi sorot matahari yang langsung menimpa ke kamar.

Ledakan situasi ini rupanya berhasil meruntuhkan kestabilan mentalnya yang susah-payah kubangun melalui sikapku yang meyakinkannya, bahwa aku sungguh mencintai dan tidak akan pernah meninggalkannya.

Ia menunjukkan ekspresinya yang sangat kacau. Derai tawa lantangnya langsung disusul jerit tangis menyayat.

"Kalian bertiga penipu!" Ia berteriak kasar sambil memandangi kami  yang bengong sama sekali tidak memperhitungkan kemunculannya. Bola matanya berputar liar. Hatiku hancur melihat ekspresinya yang mirip orang kesurupan.

"Kalian bersekongkol ingin menghancurkanku!"

Ia mengacungkan telunjuknya bergantian ke arah kami bertiga. Lalu tatapannya terpaku terhadap sosok sang ibu. Memandanginya dengan ngeri.

"Aku tidak mau seperti itu!" Tatapannya diwarnai ekspresi jijik. "Aku tidak mau.....!"

Kencana mundur menuju pagar pembatas.

Aku merasakan sekujur tubuhku mendingin. Berusaha mencegahnya mundur lebih jauh dengan beringsut mendekatinya.

"Kencana, " bisikku selembut mungkin. " jangan ke situ. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu dan anak kita." Aku mencoba mengerahkan segenap upaya untuk meredakan ledakan emosi liarnya. Mengulurkan tanganku kepadanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun