Mohon tunggu...
Farhan Abdul Majiid
Farhan Abdul Majiid Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Alumnus Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia | Alumnus SMA Pesantren Unggul Al Bayan | Penikmat Isu Ekonomi Politik Internasional, Lingkungan Hidup, dan Kajian Islam

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama FEATURED

Refleksi Banjir Jakarta, Ubah Cara Pandang Kita Hidup di Tengah Kota

2 Januari 2020   12:44 Diperbarui: 7 Desember 2021   06:10 3958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tampilan banjir Jakarta di kawasan Kampung Melayu, Jakarta Timur, dari helikopter yang mengangkut Kepala BNPB Doni Monardo dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, saat mereka meninjau kondisi banjir terkini pada Rabu (1/1/2020).(DOKUMENTASI BNPB)

Tapi saat penghujan tiba. Apalagi lagi Januari-Februari ketika musim hujan mencapai puncaknya. Air datang melimpah. Di hulu, hutan yang tadinya lebat, sudah berganti dengan vila dan resor wisata.

Di hilir, kanan kiri sungai sudah dibeton. Air tidak bisa masuk ke tanah. Mau ke laut, rupanya permukaan tanah Jakarta sudah 3-5 meter di bawah permukaan laut.

Akhirnya? Yasudah, air meluber ke mana-mana. Lalu kita sebut itu bencana? Iya sih, sebab memang merugikan manusia. Tapi bukannya memang penyebabnya itu manusia sendiri? Meski bukan dia yang terkena langsung. Tapi sama-sama manusia, toh?

Maka, dengan kondisi yang sudah serba "kadung" begini, tidak banyak yang bisa diperbuat. Tidak mungkin juga kan, gedung dan rumah yang sudah ada dibabat habis dijadikan hutan. Toh mereka dulu juga dapat IMB dan tiap tahun bayar pajak. Secara hukum mereka legal dan sah punya rumah di sana.

Akhirnya, yang bisa dilakukan tinggallah adaptasi. Oke, kita hidup di daerah yang secara alami pasti akan terjadi banjir. Tapi bagaimana kita mengantisipasi, agar ketika banjir itu tiba, dia tidak menjadi bencana. 

Banjir tidak jadi bencana, memangnya bisa?

Mungkin susah kalau kita bayangkan sekarang. Karena genangan sedikit pun langsung dipolitisasi buat salah-salahan.

Tapi begini, yang namanya mitigasi kebencanaan itu sejatinya bukan menghilangkan sama sekali potensi bencana, apalagi yang terkait alam. Mustahil kan, kita mencegah gunung meletus dengan mencabut Merapi dari akarnya? Hehehe.

Manajemen kebencanaan sejatinya ialah bagaimana kita mengurangi risiko dan ancaman, dengan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kita, apabila kejadian itu datang. Agar nantinya, kerugian yang kita alami bisa ditekan seminimal mungkin.

Ketika Jakarta sudah kita pahami sebagai tempat yang normal untuk dibanjiri air, kemudian kita tahu bulan-bulan yang rawan terjadi banjir, maka kita masih punya peluang untuk menyiapkan diri ketika banjir itu tiba.

Sebab, betapa pun lebar sungai kita keruk, saat musim hujan tiba, banjir juga bakal ikutan datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun