Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Penulis Multitalenta, Pengamat Sosial, Pemerhati AI, Pelaku Pasar Modal

Penulis multidisipliner yang aktif menulis di ranah fiksi dan nonfiksi. Fokus tulisan meliputi pendidikan, politik, hukum, artificial intelligence, sastra, pengetahuan populer, dan kuliner. Menulis sebagai kemerdekaan berpikir, medium refleksi, ekspresi ilmiah, dan kontribusi budaya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sakau Politik: Patologi Demokrasi Pasca Pemilu dan Krisis Substansi Pembangunan

31 Juli 2025   06:51 Diperbarui: 31 Juli 2025   06:51 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi politik (Sumber gambar: Meta AI)

*Krisis Air Bersih melanda NTT dan NTB, sementara publik lebih tertarik pada drama pertemuan elite.

*Pelayanan Publik seperti pendidikan, kesehatan, dan transportasi stagnan, tetapi minim tekanan publik untuk reformasi.

Ironisnya, para pejabat lebih terpacu menyusun narasi citra daripada rencana kerja, sebab ruang publik menuntut sensasi, bukan solusi.

PSIKOLOGI KOLEKTIF DAN ALGORITMA PLATFORM

Rasa "sakau politik" ini diperkuat oleh algoritma media sosial yang mendorong keterlibatan emosional ekstrem (outrage, fanatisme, idolatri). 

Ini mirip dengan filter bubble yang dijelaskan oleh Eli Pariser (2011): ketika publik hanya terpapar informasi yang memperkuat kepercayaan mereka sendiri, bukan memperluas wawasan kolektif.

JALAN KELUAR: ETIKA POLITIK & REHABILITASI PUBLIK

Menghadapi sakau politik, diperlukan rehabilitasi publik, yaitu:

1.Pendidikan politik substantif sejak dini: rakyat harus memahami bahwa demokrasi bukan hanya tentang memilih, tapi juga tentang mengawasi dan menuntut hasil kerja.

2.Reformasi media sosial dan media massa: menghentikan politik sensasi dan menggantinya dengan jurnalistik pembangunan.

3.Kepemimpinan yang visioner: Pemimpin harus mampu memindahkan fokus publik dari konflik ke kinerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun