Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Menulis sebagai sebuah Kebahagiaan dan Kepuasan, bukan Materi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Cancel Culture, Bukan Artisnya, tapi Perilaku Amoralnya

11 September 2021   09:11 Diperbarui: 11 September 2021   09:16 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi amoral (pic: the companion.in)

Masalah pelecehan, korupsi, perbuatan cabul, perzinahan dan sejenisnya adalah hal krusial yang tidak bisa dianggap enteng karena dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan terutama moral bangsa

Cancel culture terjadi ketika masyarakat tidak suka dan mulai memblokade public figure. Mungkin terkesan kejam, tapi bila ditujukan pada seseorang yang pernah melakukan tindakan amoral, maka hal itu  pertanda baik, sebab menunjukkan bahwa masyarakat kita masih menjunjung tinggi norma-norma.

Sebaliknya bagi para pemuja tokoh yang amoral, cancel culture adalah kiamat, sebab mereka beranggapan, bahwa jika si tokoh amoral sudah menjalani hukuman di jeruji besi, maka dianggaplah telah menebus dosa dan kesalahan alias bertobat, tapi benarkah benar-.benar tobat? Perlu waktu untuk membuktikan.

Mengelu-elukan tokoh amoral

Sebetulnya perilaku memuja berlebihan terhadap sebuah sosok amoral selepas dari penjara bukan hanya terhadap Saipul Jamil saja, pernah juga terjadi  terhadap vokalis band Ariel, bahkan di luar negeripun sering dijumpai hal seperti itu, misal Bill Cosby dan aktor-aktor Hollywood lainnya.

Jadi apa yang salah dari semua itu? Tak ada yang salah, si tokoh tidak bersalah, tapi yang bersalah adalah perilakunya yang amoral, karena perilakunya lekat dengan sosoknya, maka sudah pasti dia menanggung resikonya.

Jika belum terbukti bertobat sungguh-sungguh namun sudah disambut seperti pahlawan, dielu-dielukan bak super hero, ini sudah jelas salah kaprah. Memangnya dia usai melawan penjajah darimana? Andai yang keluar dari penjara adalah Bung Tomo, atau Pangeran Diponegoro yang berani melawan penjajah Belanda, jelas wajar dielu-elukan bak super hero, namun ini tokoh amoral dengani kesalahan nista melecehkan anak-anak di bawah umur yang seharusnya dilindungi, sudah jelas tidak patut.

Terdapat pola pikir salah kaprah dari sebagian masyarakat yang mengelu-elukan tokoh amoral sebagai sosok yang mereka anggap segalanya, semacam pengkultusan tanpa pemikiran mendalam, ibarat cinta yang membabi buta, bisa Anda bayangkan seperti apa cinta yang membabi buta itu? Sudah jelas salahpun tetap dibela mati-matian.

Salah kaprah kultus Individu

Kultus individu ibarat kisah seorang gadis yang jatuh cinta setengah mati pada kekasihnya, mabuk kepayang, apalagi itu cinta pertamanya. Namun orang tuanya yang lebih mengenal asam garam kehidupan paham bahwa si pemuda bermaksud buruk pada anak gadisnya, memahami ada udang di balik batu. 

Maka dilaranglah si gadis menemui pemuda idamannya itu, bahkan disuruhlah untuk memutuskan cintanya, tapi apa yang terjadi pada si gadis yang telah dibutakan oleh cinta dan nafsu sesaat itu, dia akan melawan, sebab mabuk kepayang telah membutakan mata dan mematikan nuraninya, sehingga enggan berpikir tentang kebenaran, kewaspadaan, dan norma-norma.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun