Mohon tunggu...
Farid Mamonto
Farid Mamonto Mohon Tunggu... Freelancer - Nganggur aja

Senang bercanda, sesekali meNUlis suka-suka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keadilan yang Diterlantarkan

29 Februari 2020   12:17 Diperbarui: 6 Maret 2020   23:36 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia"

Saya pikir sila kelima dari pancasila yang di imani rakyat Indonesia sebagai dasar, dan pandangan hidup berbangsa dan bernegara itu sudah lama di rindukan oleh rakyat Indonesia. Pangkal dari segala kekacauan di negeri ini adalah perihal keadilan. Benar kita telah merdeka dari penjajahan negeri-negeri kulit putih. Tetapi benar juga bahwa hari ini kita masih sangat merasa terjajah oleh ketimpangan di sana-sini.

"Keadilan memang belum terwujud, inilah persoalan sangat serius yang akan menentukan nasib masa depan bangsa ini. Dari pantauan saya, sejak proklamasi kemerdekaan tahun 1945 belum ada pola pembangunan Indonesia yang benar-benar berpedoman kepada nilai-nilai pancasila, khususnya sila kelima yang di biarkan terlantar selama sekian puluh tahun. Memang dalam retorika di hormati, dalam pelaksaan dikhianati. Itu artinya kita belum jujur dalam berbangsa dan bernegra. Dengan demikian, jika kita banyak sekali menghadapi masalah kebangsaan kemudian, akar tungganya harus dicari pada kenyataan keras: kata belum bersahabat dengan laku".

(Buya Syafi'I Maarif)

Lebih-lebih lagi kehidupan perkotaan yang menuntut percepatan di sana-sini. Di sudut-sudut kota akan sangat mudah menemukan mereka (rakyat) yang setiap harinya terus berdoa dan berusaha bahwa, keadilan datang menghampiri dan menjadi malaikat penolong, yang mampu mengangkat harkat dan martabat, juga bisa mengakomodir berbagai hal yang selama ini mereka rasakan sebagai bentuk ketidak adilan.

Namun rasanya "ratu adil" yang senantiasa di harapkan itu, seolah dengan semakin menuanya negeri ini justru belum rasanya ada pertanda akan hadir dan menuntaskan berbagai persoalan akar rumput itu. Belum ada yang berani dan benar-benar mau mengakomodir dan menuntaskanya. 

Para elite politik masih terlalu sibuk membangun kekuatan koalisi menjelang pilkada, menebar senyum manis dengan memajang hutan baliho di jalan-jalan kota, kemudian mereka "seolah" lupa ada masyarakat yang hari ini terlunta lunta mencari keadilan untuk sekadar bisa tidur nyenyak oleh karena status kependudukan mereka bisa segera di perjelas.

Berkenaan dengan itu, kemarin saya dan beberapa kawan coba untuk bersilaturahmi dengan masayarakat yang dengan tega di persulit oleh pemerintah kota sehubungan dengan status kependudukan yang masih tidak punya kejelasan apakah mereka terdaftar sebagai masyarakat kota manado atau, masyarakat kabupaten minahasa induk. 

Kira-kira berkisar jam delapan malam kami tiba di kediaman Ibu Fatmawati, beliau adalah salah-satu masyarakat yang senantiasa terus melakukan perjuangan guna mendapatkan hak sebagai warga Negara Indonesia dalam hal ini berkenaan dengan status kependudukan mereka yang belum ada kejelasan. 

Di temani bapak Mustafa, juga seorang masyarakat yang terus berjuang bersama Ibu Fatmawati, kami mulai berbincang hingga tidak terasa hampir tiga jam kami saling bicara dan mendengarkan.

Ibu Ati, sapaan akrabnya menjelaskan bagaimana sulitnya kehidupan mereka yang berada di lingkungan enam pall empat dalam mendapatkan bantuan pemerintah entah itu raskin, BPJS, bantuan dana banjir, dan hal-hal yang sifatnya berkaitan dengan administrative lainya pasti mereka mengalami kesulitan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun