Mohon tunggu...
Jamalludin Rahmat
Jamalludin Rahmat Mohon Tunggu... Penjahit - HA HU HUM

JuNu_Just Nulis_

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tentang Puisi Sosial WS Rendra

20 April 2019   18:50 Diperbarui: 21 April 2019   01:21 1542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Komitmen saya kepada daya hidup menyebabkan saya sering melontarkan kritik sosial lewat sajak-sajak saya. Bukan karena ideologi politik
- Rendra

Aku mendengar suara
Jerit hewan yang terluka
Ada yang memanah rembulan
Ada anak burung terjatuh dari sarangnya
Orang-orang harus dibangunkan
Kesaksian harus diberikan
Agar kehidupan kita terjaga

_WS Rendra_ Jogya 1974

(Illustrated by wattpad.com)
(Illustrated by wattpad.com)
Riwayat Kesastrawanan Rendra

Burung Merak adalah julukan yang diberikan kepada Rendra oleh sahabatnya asal Australia. Kala berjalan-jalan ke kebun binatang Gembiraloka Yogyakarta bersama sahabatnya dari Australia dan melihat seekor burung Merak Jantan dan berkata "Itu Rendra!"

Lanjut sahabat Australianya itu lagi "Dia orangnya suka pamer. Umpama burung merak jantan yang suka memamerkan bulu-bulu indahnya," ujar Edi Haryono, sahabat dekat Rendra yang menemaninya saat ke Gembiraloka. Dan begitulah kisah Willybordus Surendra Broto Rendra yang akrab dipanggil "Rendra" sehingga dijuluki "Burung Merak" oleh teman-temannya di Jogja.

Nama lengkap Rendra adalah Willybordus Surendra Broto Rendra. Lahir di Kampung Jayengan, Kota Surakarta, Jawa Tengah pada 17 November 1935 dan wafat 6 Agustus 2009 di Depok. Di bulan Maret tahun 2008, setahun lebih sebelum wafatnya, Rendra dikukuhkan sebagai Doktor Honoris Causa (HC) dari UGM dalam bidang sastra Indonesia karena kontribusinya bagi kebesaran nama sastra Indonesia di pentas dunia.

Ayah Rendra bernama Brotoatmojo, guru Bahasa Indonesia dan Jawa Kuno berleluhur dari pihak ayah para Tumenggung jago perang dan dan guru-guru beladiri. Sedangkan ibu bernama Ismadillah, anak seorang wedana keraton bernama Raden Wedono Sosrowinoto II yang mengurus minuman (ahli kalender) Barat dan Timur. Juga, memiliki kegemaran mencatat pengisahan suatu cerita dalang wayang kulit dengan berbagai adegan.

Rendra punya cerita tersendiri tentang sang ayah. Sugeng adalah nama kecil sang ayah dan sangat suka pada ilmu pengetahuan. Berusia remaja Sugeng berteman dengan beberapa orang bruder dan pastor. Kedekatan perkawanan ini membuat Sugeng remaja mengenal filsafat Barat, ilmu jiwa dan ilmu pendidikan. 

Kemudian ia dibaptis menjadi penganut Katolik dan nama baptisnya Cyprianus. Misi Katolik Belanda mendirikan sekolah guru rendah (Normaal School) di Desa Muntilan, Jawa Tengah dan Sugeng bersekolah disana. Setelahnya ia pernah di Ambarawa, Jawa Tengah  menjadi guru sekolah rendah yang dimiliki oleh yayasan Kanisius. 

Di Ambarawa inilah ayah Rendra merasa dadi wong (jadi orang) yang dalam pengertian orang Jawa untuk dadi wong maka seseorang itu harus mampu punya keris (punya mata pencaharian tetap), punya kuda (alat transportasi bisa mobil, motor atau sepeda), rumah, burung (sarana hiburan berupa radio, televisi), dan jodoh.  Maka nama Sugeng berubah menjadi Raden Cyprianus Sugeng Brotoatmojo dipanggil Brotoatmojo. 

Jika menelisik asal usul keluarga Rendra diatas maka diketahui 'darah' kesenimanan (satrawan) telah mengalir dari eyang buyut dari pihak ayah dan ibu. Dan juga Rendra memiliki keturunan darah ningrat atau biru. Sesuatu yang bertolak belakang dengan alam pikiran Rendra.

(Illustrated by jenarheningw.twitter.com)
(Illustrated by jenarheningw.twitter.com)
Pendidikan Model Montessori dan Froebel di Sekolah Belanda

Ketika sudah berusia sekolah Taman Kanak-Kanak maka Rendra oleh Ayah dan Ibunya rencana semula dimasukkan ke sekolah Belanda tapi ditentang oleh Eyang Sosrowinoto yang justru ingin menyekolahkan Rendra ke sekolah anak kaum ningrat yaitu Sekolah Kasatrian di Solo.

Terjadilah perundingan dan debat panjang tentang sekolah terbaik yang akan dimasuki oleh Rendra. Akhirnya Willy (nama panggilan Rendra ketika kecil) bersekolah TK Marsudirini milik Yayasan Kanisius, yang dikelola oleh suster Fransiskan dari Misi Katolik Belanda. Metode pendidikan Montessori dan Froebel dilakukan di sekolah ini.

Model pendidikan Montessori diambil dari ahli pendidikan Italia bernama Maria Montessori (1870-1952 Masehi) yang berfokus pada pembebasan kepribadian anak didik. 

Sedangkan model pendidikan Froebel, diambil dari ahli pendidikan Jerman bernama Friedrich Wilhelm August Froebel (1782-1852 Masehi) yang bertumpu pada pemerhatian unsur-unsur naluri dan bisikan hati (intuisi) dalam pendidikan. Kedua metode tokoh pendidikan ini di benci oleh kelas mapan masyarakat Eropa kala itu tapi dilaksanakan oleh kaum misionaris Belanda.

Model pendidikan yang ditempuh Rendra di sekolah Barat modern yang dilalui dari Taman Kanak-Kanak sampai Sekolah Menengah Atas di masa itu beri pengaruh kepada kepribadiannya yang berani mengungkapkan diri dengan bebas, jelas dan teratur serta mengerti akan demokrasi, hak asasi manusia.

Lebih lanjut ia menyatakan, "kami dilatih menguraikan (analisis) suatu persoalan yang muncul secara ilmiah, dengan keras dan tuntas serta kenyataan yang kebenarannya diterima secara sepakat oleh semua orang (objektif) dan betul-betul di beri ruang dalam pertimbangan pikiran." (Edi Haryono (ed), 2004: 428).

Drama "Kaki Palsu" pernah dipentaskan Rendra ketika SMP dan kala SMA menampilkan sebuah drama dengan berjudul "Orang-Orang di Tikungan Jalan" dan memperoleh juara 1 di Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Yogyakarta.

Setamat dari SMA, Rendra berkuliah di Jurusan Sastra Barat, Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Semasa kuliah inilah Rendra lebih intens bergelut dengan dunia puisi dan makin matangnya berpuisi serta memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan pemuisi semasanya. Beberapa puisinya di muat di majalah Siasat, Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru.

Pemerintah Amerika Serikat di tahun 1954 mengundang Rendra untuk menghadiri seminar tentang kesusastraan di Universitas Harvard selama 2 bulan dan Rendra berkeliling Amerika Serikat untuk mengenal lebih dekat kehidupan kesusastraan di Amerika Serikat.

Sepulangnya dari Amerika Serikat Rendra di tahun 1961 mendirikan kelompok teater di Yogyakarta. Tapi di tahun 1964 ia mendapat beasiswa lagi dari American Academy of Dramatical Art (AADA) untuk belajar drama dan seni. Keberangkatannya ke Amerika Serikat yang kedua kali ini membuat kegiatan teaternya di Yogyakarta terhenti.

Pendidikan di AADA diselesaikan Rendra tahun 1967. Tahun 1968 sepulang dari Amerika Serikat Rendra mendirikan Bengkel Teater yang kemudian menjadi sangat terkenal di Indonesia karena memberi warna dan suasana baru dalam kehidupan teater bukan hanya di Yogyakrta tapi juga di Indonesia. Pementasan Teater Bengkel Rendra yang dipentaskan bak Broadway di Amerika Serikat yang megah riah dengan kostum, tata panggung dan improvisasi lakon. 

(Illustrated by goodreads.com)
(Illustrated by goodreads.com)
Olah Kesadaran dari Mas Janadi

Lain di sekolah lain pula di rumah metode dan pendidikan yang diperoleh dan ditempuh Rendra. Di rumah Rendra diasuh dan dididik oleh seorang kerabat karib yang disebutnya Mas Janadi. Rendra diajari 3 olah kesadaran yaitu "kesadaran pancaindra", "kesadaran pikiran" dan "kesadaran naluri."

Secara detail Rendra menjelaskan bagaimana cara-cara Mas Janadi menempa ketiga "olah kesadaran" tersebut. "Saya diajari meraba-raba sebatang besi, kayu dan pentungan karet, serta cara membedakan sifat benda-benda tersebut melalui indra perasa tangan. Melalui indra perabaan, saya juga dilatih menghayati pasir, tanah liat, abu, kerikil, permukaan kaca, berbagai daun, lantai, tembok, dan sebagainya. Seterusnya saya juga diajari menghayati lingkungan melalui pendengaran, penciuman, pengecapan, dan penglihatan." (Ibid,429)

Saling mengisi dan melengkapinya pendidikan di sekolah dan pendidikan di rumah membuat jiwa kesenimanan Rendra yang bertumbuh wujud dalam puisi yang menghargai pentingnya realis dan mengkritisinya juga dengan puisi jika kenyatan riilnya keadaan sosial masyarakat pincang, ditindas penguasa dan rakyat sengsara.

(Illustrated by goodreads.com)
(Illustrated by goodreads.com)
Puisi Sosial Rendra
"Puisi" adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Sedangkan kata "sosial" di sini merujuk kepada Kamus Besar Bahasa Indonesi versi web yaitu berkenaan dengan masyarakat. Dan Rendra adalah seorang penyair dan sastrawan penting dan ternama Indonesia era modern. Rendra banyak melahirkan karya puisi, naskah drama, dan cerpen. 

Diantara puisi Rendra yaitu Sajak Sebatang Lisong, Bersatulah Pelacur-Pelacur Jakarta, Khotbah, Catatan 1967, Nyanyian Adinda kepada Saija, Empat Kumpulan Sajak dan Kesaksian Mastodon-Mastodon. Pementasan teater diantara yang dimainkan Bib Bob Rambate Rate Rata, SEKDA, Selamatan Anak Cucu Sulaiman, Barzanji. Di masa Orde Baru pementasan teater dan baca puisi Rendra dicekal karena dianggap menyinggung penguasa ketika itu. Harga dari sebuah perlawanan kata-kata yang menggugat keotoriteran penguasa di berbagai bidang kehidupan masyarakat.  

Berkat tangan dingin Rendra sejumlah tokoh teater Indonesia modern lahir seperti Arifin C. Noer dan Putu Wijaya. Di tahun 1970 Rendra masuk agama Islam (muallaf) dan setelahnya bersama Setiawan Djodi, Iwan Fals, Jockie Suryoprajogo dan Sawung Jabo, Rendra pernah membuat pementasan terbesar yang diberi nama Kantata Takwa. Ia pun ikut terlibat aktif untuk membuat lirik-lirik lagu Kantata Takwa yang penuh dakwah kritik sosial. 

Rendra juga pembaca puisi yang memukau penonton. Ia pernah baca puisi di depan publik di Newyork, Belanda, Jepang, Jerman, Australia dengan gaya Burung Meraknya itu. Pernah di luar negeri setelah baca puisi Rendra dipeluk oleh Pablo Neruda-sastrawan ternama dunia-karena saking terpukaunya pada gaya Burung Merak itu kala baca puisi.

Jika digabung ketiga kata maka "Puisi Sosial Rendra" yang dilihat adalah puisi-puisi dibuat oleh Rendra yang ada kritik sosial terhadap penguasa atau siapa pun yang mencukongi dan buat rakyat ditindas,miskin sengsara atau orang-orang "kuat" yang menindas orang-orang lemah.

Sebagaimana ditulis diatas bahwa dihargainya realitas oleh Rendra tapi bukan berdiam diri dengan ketimpangan realitas yang ada dan terjadi sengaja dibuat oleh penguasa saat itu tapi dilawan oleh Rendra dengan dituangkan dan ditumpahkannya dalam kata-kata (puisi) dan dituliskan serta dipentaskan di berbagai tempat dan kota supaya membakar amarah rakyat yang menolak tunduk patuh pada ketertindasan atas nama "politik sebagai panglima."

Bacalah puisi sosial Rendra dibawah ini yang berkisah situasi keadilan negeri yang justru dilakukan rakyat dengan penuh lika-liku kesulitan bukan dilakukan oleh penguasa tiran yang jauh dari kata adil.

Keadilan di dalam alam
boleh dilihat, boleh ditunggu.
Keadilan di masyarakat
harus dijaga tanpa ragu.
Keadilan di masyarakat 
tidak datang dari langit
harus dibina dengan keringat
harus dicapai walaupun sulit.

Atau lewat cinta murkanya, Rendra memberi penyadaran pada penonton betapa roh (sosial) manusia akan tetap kecewa bila waktu hidupnya tak diisi sikap yang bulat menentang.

Sekarang setelah aku mati
Baru aku menyadari
Bahwa ketakutan membantu penindasan,
Dan sikap tak berdaya
Menyuburkan ketidakadilan

(Kesaksian Bapak Saija)

Nyanyian Adinda Saijah, tentang seorang gadis desa lemah yang dipukau seorang mandor kuat dan terjerembab ke dunia pelacuran hingga terlunta-lunta dan terbuang ke pinggir jalan. Pengusaha dan penguasa tutup mata terhadap pelacuran pabrik. 

Pabrik dan pelacuran
adalah satu pasangan
Orang Korea, Jepang dan Jerman
Semua sudah aku rasakan
Adalah Cilegon aku pertama terkena rajasinga,
bagaikan barang rongsongkan
nilaiku merosot
menjadi pelacur ketengan

....

Aku bercampur dengan mereka
Cendawan-cendawan kehidupan

.....

menghibur lelaki kumuh
yang pura-pura lupa kemiskinan

Bacalah puisi di bawah ini tentang bagaimana Rendra melukiskan wajah kaum miskin bergubuk reot, wajah nelayan miskin muram,

Dengan latar belakang gubuk-gubuk karton
aku terkenang akan wajahmu
di atas debu kemiskinan
aku berdiri menghadapmu
Usaplah wajahku, Widuri

Dan puisi penutup dari Rendra yang terkenal "Sajak Sebatang Lisong" yang menelanjangi kebobrokan penguasa Orde Baru dan kaki tangannya bernama aparat desa, militer yang sembunyi dibalik "era Pembangunan tinggal landas," dan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita I sampai V). 

Menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya,
mendengar 130 juta rakyat,
dan di langit
dua tiga cukong mengangkang,
berak di atas kepala mereka

Matahari terbit.
Fajar tiba.
Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak
tanpa pendidikan.

Aku bertanya,
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet,
dan papantulis-papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan.

Delapan juta kanak-kanak
menghadapi satu jalan panjang,
tanpa pilihan,
tanpa pepohonan,
tanpa dangau persinggahan,
tanpa ada bayangan ujungnya.

Menghisap udara
yang disemprot deodorant,
aku melihat sarjana-sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya;
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiun.

Dan di langit;
para tekhnokrat berkata :

bahwa bangsa kita adalah malas,
bahwa bangsa mesti dibangun;
mesti di-up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor

Gunung-gunung menjulang.
Langit pesta warna di dalam senjakala
Dan aku melihat
protes-protes yang terpendam,
terhimpit di bawah tilam.

Aku bertanya,
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan
termangu-mangu di kaki dewi kesenian.

Bunga-bunga bangsa tahun depan
berkunang-kunang pandang matanya,
di bawah iklan berlampu neon,
Berjuta-juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau,
menjadi karang di bawah muka samodra.

Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing.
Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.
Kita mesti keluar ke jalan raya,
keluar ke desa-desa,
mencatat sendiri semua gejala,
dan menghayati persoalan yang nyata.

Inilah sajakku
Pamplet masa darurat.
Apakah artinya kesenian,
bila terpisah dari derita lingkungan.
Apakah artinya berpikir,
bila terpisah dari masalah kehidupan.

19 Agustus 1977
ITB Bandung
Potret Pembangunan dalam Puisi

 ***

JR
Curup
20.04.2019.

Taman Bacaan:
Edi Haryono (ed), Kumpulan Artikel: Ketika Rendra Baca Sajak. Burung Merak Press. Yogyakarta. 2009.
Ensiklopedia.kemdikbud.go.id
Kbbi.web.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun