Pengaruh ideologi atau  paham radikalisme yang berujung aksi teror semakin merisaukan kehidupan masyarakat.Â
Aksi Terorisme Jawa Timur yang terjadi di lima lokasi yaitu  Geraja Katolik Santa Maria Jl. Ngagel Madya Utara, Gereja GKI Jl. Diponegoro,  Gereja Pantai Kusta  di Jl Arjuna, Rusunawa Sidoarjo dan Mapolresta Surabaya  bukti nyata gerakan kelompok radikal ini semakin hari semakin pesat perkembangannya dan mengancan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta merusak sendi sendi beragama bangsa Indonesia.
Berdasarkan penjelasan Kapolri, Aksi keji itu dilakukan oleh tiga keluarga dengan melibatkan anak anak yang masih usia remaja (pemuda) yang sebenarnya saatnya mereka tumbuh berkembang melahirkan karya untuk keluarga dan bangsa.Â
Mengapa redikaalisme yang berujung terorisme seringkali melibatkan kalangan kaula muda? Tulisan ini akan mencoba melihat bagaimana paham radikalisme yang berujung aksi terors bisa diterima kalangan pemuda atau mahasiswa.
Radikalisme adalah suatu paham yang menghendaki adanya perubahan, perombakan dan pergantian terhadap suatu sistem sosial sampai ke akarnya dan dilakukan secara total.Â
Apabila dianggap sangat perlu maka bisa saja dilakukan dengan menggunakan cara-cara kekerasan. Karena itu radikalisme agama merupakan masalah sosial yang kehadirannya tidak diinginkan oleh masyarakat.Â
Ideologi atau paham radikalisme dan gerakan terorisme  menyebar begitu massif hingga merasuki pikiran orang-orang di berbagai lapisan, tak terkecuali para pemuda.Â
Pemuda sebagai pionir pergerakan bangsa justru dicekoki oleh orang atau kelompok yang tidak bertanggung jawab dengan doktrin-doktrin agama yang telah diplesetkan atau melenceng dari ajaran agama.
Menurut survei yang dirilis oleh Badan Intelijen Negara (BIN) pada tahun 2017, didapati sebanyak 39 persen mahasiswa di Indonesia sudah terpapar paham radikalisme.Â
Hal ini sungguh mengejutkan dimana mahasiswa yang dianggap sebagai kaum terpelajar justru telah terpengaruh oleh ajaran sesat radikalisme. Fakta lain yang tak kalah mengejutkan adalah survei yang dilakukan Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) terhadap 100 sekolah menegah di Jakarta dan sekitarnya, ditemukan hampir 50 persen pelajar mendukung cara-cara kekerasan dalam menghadapi masalah moralitas dan konflik keagamaan.Â
Bahkan, belasan diantara mereka meneyetujui aksi bom bunuh diri. Dan terbaru aksi penyerangan dan bom bunuh diri di Surabaya yang dilakukan oleh satu keluarga juga ikut menyertakan anak-anaknya yang masih muda bahkan dibawah umur. Â