Yang lebih krusial, fakta persidangan menunjukkan bahwa tidak ada kerugian negara yang nyata dan belum dipulihkan. Audit resmi BPK tidak menemukan adanya kerugian negara untuk Tahun Anggaran 2023. Kelebihan pembayaran untuk TA 2021 dan 2022 telah sepenuhnya dikembalikan ke Kas Daerah, dengan total pengembalian oleh Terdakwa mencapai Rp 4.562.907.216. Seluruh kegiatan NPCI Jawa Barat Tahun 2021, 2022, dan 2023 juga telah terlaksana tepat waktu dan sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB). Berdasarkan teori actual loss  dan Putusan MK Nomor 25/PUU-XIV/2016, jika dana sudah dikembalikan dan kegiatan telah terlaksana sesuai peruntukannya, maka unsur kerugian negara tidak terpenuhi.
Asas Ultimum Remedium dan Ketiadaan Mens Rea
Prinsip ultimum remedium, yang menyatakan bahwa sanksi pidana adalah upaya terakhir, sangat relevan di sini. Dengan adanya pemulihan dana secara penuh dan terlaksananya kegiatan sesuai peruntukannya, penerapan hukum pidana menjadi tidak relevan dan tidak proporsional. Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP) secara jelas menyatakan: "Upaya hukum pidana merupakan upaya terakhir setelah upaya administratif tidak dapat menyelesaikan masalah".
Selain itu, JPU sudah seharusnya membuktikan unsur "melawan hukum yang memperkaya diri sendiri" dan ketiadaan mens rea (niat jahat). Sementara seluruh kegiatan NPCI Jawa Barat telah terlaksana, membantah inferensi JPU mengenai kegiatan fiktif. Tuduhan mark-up sepatu juga tidak terbukti dalam dokumen "Opini Auditor" yang diajukan JPU sendiri. Apabila dana digunakan untuk memastikan kelancaran kegiatan dan kemudian dikembalikan, niat untuk memperkaya diri secara melawan hukum mungkin tidak ada atau setidaknya tidak terbukti secara meyakinkan.
Kesimpulan
Kasus dugaan tindak pidana korupsi NPCI Jawa Barat ini menunjukkan bagaimana SEMA Nomor 2 Tahun 2024 berpotensi menjadi "jebakan" jika diinterpretasikan secara keliru dan bertentangan dengan asas hukum pidana fundamental serta kewenangan konstitusional BPK. Jangan sampai gagal membuktikan unsur esensial tindak pidana korupsi, khususnya "kerugian nyata" dan "memperkaya diri sendiri secara melawan hukum".
Ketergantungan pada audit KAP yang tidak memiliki otoritas konstitusional dan cacat secara internal, pengabaian terhadap interpretasi konstitusional yang mengikat, serta pengabaian terhadap fakta pemulihan dana secara penuh, membuat penuntutan ini tidak proporsional dan bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum fundamental.
Adalah tugas pengadilan untuk menegakkan keadilan dan kepastian hukum, memastikan bahwa penegakan hukum pidana tidak menyimpang dari koridor konstitusi dan asas-asas hukum yang berlaku, serta tidak mengkriminalisasi kesalahan administratif yang telah dipulihkan. Membebaskan Terdakwa Supriatna Gumilar dari seluruh dakwaan dan tuntutan hukum, serta memulihkan hak, harkat, dan martabatnya, adalah langkah yang tepat untuk menjaga integritas sistem peradilan.
(Fajarikhsan L.F. Bandung, 11 Juli 2025)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI