Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ahok, Ketegasan Identik dengan Kasar?

18 Juli 2013   08:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:23 3448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara pribadi saya mendukung kiprah Ahok membenahi Jakarta terutama membersihkan saluran-saluran birokrasi DKI Jakarta yang tersumbat dan sarat dengan KKN melalui pengetatan anggaran, transparansi penyusunan program serta penganggarannya. Ketegasan dan keberaniannya untuk membuka kedok di balik tindakan busuk para pejabat birokrasi, pengusaha, LSM, dan masyarakat umum, bahkan DPRD-nya sendiri yang tidak mendukung program unggulan mereka memberikan secercah harapan bahwa Jakarta perlu pemimpin yang tegas. Untuk menjadikan Jakarta yang baru perlu pemimpin tegas, konsisten, dan tidak kompromistis dengan habitus lama KKN yang telah mapan dan membudaya. Jakarta Baru memang harus diterobos dengan habitus baru yang harus dimulai oleh pemimpinnya sendiri.

Akan tetapi, ketegasan Ahok sebagai seorang pejabat publik yang seringkali mengatakan sesuatu secara to the point, blak-blakkan, menggunakan bahasa pasar/percakapan sehari-hari terhadap masyarakat kecil maupun pejabat yang membleo/plintat-plintut dan tidak mau diatur seringkali menuai kritikkan dari sejumlah pihak. Bahkan muncul desakan kepada Jokowi untuk menegur Ahok agar lebih santun lagi dalam berbicara, tidak mudah mengumbar amarah, dan lebih sopan budi bahasanya. Apa tanggapan Jokowi? Jokowi tenang-tenang saja karena bisa jadi dia sangat menghargai model komunikasi publik ala Ahok, mitra kerjanya. Sepertinya, selama ini Jokowi tidak ikut mempersoalkannya.

Apakah Ahok salah ketika menyampaikan pendapatnya secara apa adanya tanpa diplomasi, bahkan terkesan kasar? Apakah Ahok salah menggunakan kata: brengsek, nyolong, miskin, berlagu, jika memang apa yang menjadi kenyataan sesungguhnya yang diamati, dirasakan, dan dipikirkannya sesuai dengan yang digambarkannya di dalam diksi kata yang dipilihnya tersebut? Mengapa Ahok tidak berubah ketika semakin banyak pihak menyatakan keberatannya terhadap model komunikasi publik Ahok yang menurut mereka kurang santun sebagai seorang pejabat publik?

Mungkin itulah karakter Ahok yang memang suka apa adanya dalam bertutur kata. Ahok tidak ingin memoles kata-katanya menjadi lebih diplomatis, ketika berhadapan dengan kemajemukan masyarakat Jakarta yang dipimpinnya dan akutnya persoalan ibu kota. Dia ingin tetap menggunakan cara komunikasi yang demikian agar pesannya menjadi jelas, gamblang, mudah dipahami oleh semua kalangan. Jabatan sebagai Wagub DKI Jakarta tidak akan mengubah Ahok dalam  hal cara bertutur kata. Ahok ingin tampil apa adanya sebagai seorang pemimpin dengan segala kelebihan dan kekurangannya termasuk ketidakmampuannya untuk mengatakan secara lebih diplomatis apa yang menurutnya keliru/salah dengan mimik yang datar sambil menebarkan senyuman manis. Ahok tetap tampil dengan penuh ekspresif (kesannya: marah-marah) ketika mengeluarkan pernyataan/pendapatnya mengenai suatu hal/persoalan yang dihadapi Pemprof DKI Jakarta.

Lalu apakah model komunikasi publik ala Ahok menjadi kontraproduktif dan tidak efektif untuk mengubah keadaan?

Banyak tuh yang mulai takut dan tidak berani macam-macam dengan upaya Jokowi-Ahok menata semerawutnya tata kelola pemerintahan/birokrasi Ibu Kota yang tercermin dalam kesemerawutan Kota Jakarta. Keberanian Ahok untuk mengatakan apa adanya apalagi selalu diupload/diekspos media membuat masyarakat Indonesia bisa menangkap apa sih persoalan sesungguhnya terjadi di Ibu Kota negaranya.

Model komunikasi Ahok memang menuai pro-kontra karena Indonesia sudah terbiasa dengan cara berkomunikasi yang santun, sopan, diplomatis, bahkan saking terlalu diplomatis esensi pesannya sulit didapat, dipahami, dan ditanggapi oleh masyarakat sederhana yang mendengarkannya. Ahok memang tampil beda dengan gaya kepemimpinannya. Memilih Ahok dan menjadikannya sebagai pemimpin untuk Jakarta Baru berarti siap menerima gaya kepemimpinannya yang seperti itu.

Apakah Ahok akan mengubah gaya komunikasi publiknya yang 'tampil beda' dari kelaziman ala Indonesia karena tekanan publik?

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun