[caption id="attachment_98937" align="aligncenter" width="300" caption="td-informasi.blogspot.com"][/caption]
Banyak orang bilang, masa remaja adalah masa yang terindah. Mengapa? Karena masa remaja persis berada di perbatasan antara keinginan untuk meninggalkan masa kanak-kanak dan antusiasme atau semangat yang berkobar-kobar untuk menjadi orang dewasa. Persis di titik inilah remaja tidak ingin disebut anak-anak lagi. Mengapa? Karena secara fisik dan bilogis, remaja telah bertumbuh menuju kematangan seorang pria dan seorang wanita secara biologis. Remaja pria sudah mulai mengalami mimpi basah karena secara seksual telah menjadi seorang pria sejati (bisa kawin), mulai muncul jakun di leher dan bertumbuhnya bulu-bulu di wilayah-wilayah privasi. Begitupun dengan remaja wanita sudah mulai mengalami menstruasi yang menandakan kesanggupan untuk dibuahi (mulai sibuk nyari pembalut). Nah saat inilah remaja mulai mengalami perasaan-perasaan yang baru baginya, yang tidak pernah dirasakannya ketika ia masih kanak-kanak. Remaja mulai merasa tertarik dengan lawan jenis karena ketampanan atau kecantikan fisik mereka. Karena itu, muncullah cinta monyet. Semuanya itu alami sekali atau normal-normal saja, karena semuanya terasa indah dan menakjubkan. Akan tetapi, persis di sinilah letak titik rawan atau tantangannya. Mengapa? Karena remaja harus dibekali dengan pengetahuan yang memadai tentang tubuhnya, tentang seksualitasnya, tentang bagaimana membangun sebuah relasi yang sehat dan saling mendukung dengan lawan jenis. Hal ini penting, karena pengetahuan yang benar dan sehat akan sangat menentukan hidupnya sebagai seorang remaja.
Pada masa ini juga, kaum remaja akan dihadapkan dengan aneka mimpi yang indah dan muluk-muluk mengenai masa depannya. Kepalanya penuh dengan cita-cita, yang terkadang berlebihan (menurut orangtuanya loh). Akan tetapi, semuanya itu normal. Sah-sah saja jika remaja bermimpi tentang masa depannya di kemudian hari, asalkan diimbangi dengan kemauan, ketekunan, kesetiaan yang penuh komitment untuk mewujudkan impian tersebut.
Masa remaja juga ditandai dengan aneka pemberontakkan baik terhadap keluarga, orang tua, sekolah, dan ajaran Agama (anti kemapanan). Bisa saja terjadi, ada orang yang ketika masih kanak-kanak begitu sopan, saleh, rajin berdoa, rajin sekolah dan belajar di rumah, ketika memasuki usia remaja malah menjadi sebaliknya. Bagi saya semua itu normal, wajar, karena para remaja masih dalam proses pencarian identitas diri. Mereka masih mencari-cari siapakah diri ideal mereka. Karena itu, di masa remaja, mereka mempunyai banyak tokoh idola entah dalam dunia olahraga, dunia selebritis, maupun dalam dunia pendidikan (yang terakhir ini umumnya jarang!). Mengapa? Karena tokoh-tokoh itu yang mereka jadikan sebagai panutan atau idolanya. Sebagai idola, poster mereka tertempel di dinding kamar, foto atau gambar diri mereka ada di dalam memori HP, dll. Remaja ingin menjadi seperti para idolanya. Hal itu wajar, meski tetap disadari bahwa para idola itu tetap berbeda dengannya karena setiap orang dilahirkan unik. Karena itu, secara perlahan-lahan kaum remaja mesti menemukan diri mereka yang sejati itu seperti apa.
Tantangan dari luar bagi kaum remaja terasa juga semakin berat bagi orang tua masa kini (mucul istilah kecil menggemaskan, besar menyebalkan). Keluhan yang muncul di media massa akhir-akhir ini adalah dominasi jejaring sosial seperti “facebook, friendster, yahoo messengger,” dll, dalam diri kaum remaja di seluruh dunia. Sampai ada orang tua yang mengeluh: “anakku setiap hari facebook-an mulu, sampai lupa segalanya.” Banyak remaja yang prestasinya merosot dan terjerumus dalam seks bebas karena keasikan berlama-lama di depan internet. Mengapa? Karena internet lebih menarik dari membaca buku karena di sana tersedia kenyamanan visual di mana bisa mengopi dan mendengarkan lagu kesukaan, menonton film, mencari teman-teman dunia maya, dll. Filter atau penyaring yang lemah akan memudahkan remaja jatuh dalam pilihan yang tidak sehat. Ketika lagi booming film Luna Maya, banyak sekolah yang merazia HP para murid dan ditemukan film Ariel dan Luna di sana. Kog bisa? Karena orang tua dan lingkungan tidak bisa mengawasi remaja 24 jam. Semua sarana dan fasilitas itu baik dan bermanfaat ketika digunakan secara bertanggung jawab. Untuk sampai pada sikap ini remaja perlu dibimbing dan dibekali dengan nilai-nilai yang kuat termasuk nilai-nilai iman. Makanya, pendidikan hendaknya bukan hanya menggenjot nilai akademis anak, tetapi juga harus sampai pada penanaman nilai-nilai kehidupan. Jika tidak, hasilnya “otak oke, hati ancur.”
Selain itu, banyak kaum remaja juga terlibat dalam narkoba, HIV/AIDS, dan penyakit menular seksual lainnya. Mengapa? Karena salah pergaulan yang tidak disertai penanaman nilai-nilai kehidupan yang bisa menjadi filter atau penyaring bagi remaja. Jika nilai-nilai kehidupan yang ada di dalam diri kaum remaja lemah, maka remaja akan mudah tergoda dengan segala macam tawaran yang enak-enak, nikmat, dan menggiurkan padahal sifatnya menyesatkan dan merusak.
Ketika berhadapan dengan aneka tantangan, baik dari dalam diri sendiri maupun dari luar di atas, apa yang mesti dilakukan? Pertama-tama, adalah para remaja perlu dibimbing untuk mengenal diri mereka sendiri. Kaum remaja perlu mengenal dengan baik semua potensi, bakat, dan talenta yang ada di dalam dirinya. Untuk apa? Agar semua potensi yang ada dapat dikembangkan untuk menghasilkan buah-buah yang baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bersama.
Di sanalah remaja dapat mengenal dengan baik apa yang menjadi kelemahan dan keunggulan dirinya. Terhadap kelemahan diri, jangan berkecil hati, karena masih ada kesempatan baginya untuk bertumbuh dan berkembang asalkan mau berusaha keras. Terhadap keunggulan yang dimiliki, jangan sampai membuatnya menjadi sombong dan meremehkan teman. Di sana remaja diajak untuk membagikan keunggulannya dengan sahabat-sahabat yang ada di sekitarnya. Jika dia jago dalam Matematika, bagilah pengetahuan dengan teman yang lemah dalam ilmu hitung. Jika hebat dalam bahasa asing, bantulah teman yang tidak mampu berbahasa asing dengan baik. Dengan demikian, satu dengan yang lain dapat saling belajar untuk saling melengkapi kekurangan atau kelemahan masing-masing. Di sini juga aspek sosial di dalam diri remaja bisa dibentuk sejak dini.
Selain belajar menerima keunggulan dan kelemahan diri, kaum remaja mesti didampingi dengan serius (tanpa memaksa) dengan pola asuh yang lebih perseasif (karena lagi dalam masa pemberontakan, pencarian identitas diri).
Oleh karena itu, pendidikan seyogyanya jangan sampai hanya menekankan aspek kognitif saja, tanpa penanaman dan pembatinan nilai-nilai kehidupan. Karena nilai-nilai kehidupan yang dibatinkan di dalam diri kaum remaja dapat menjadi penyaring baginya ketika menghadapi aneka tawaran dari luar dan juga dari dalam yang menyesatkan dan menjerumuskan. Anak tidak hanya butuh “uang”, tetapi kasih sayang dan perhatian. Jika di rumah dan di sekolah (wajar) mereka tidak merasa dicintai, maka mereka akan mencari cinta di tempat lain di mana mereka merasa sungguh-sungguh diterima, dihargai, dan dicintai (meski kadang semu dan salah).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI