Mohon tunggu...
Faisal L. Hakim
Faisal L. Hakim Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Penikmat harmoni

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Paham Radikal Masuk Pelajaran, Guru Dituntut Jadi Keeper

28 Maret 2015   10:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:53 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Masuknya materi radikal di buku agama di salah satu sekolah di kabupaten Jombang bisa dibilang brillian. Untuk menyuarakan dan menyalurkan kepentingan yang fundamental memang seharusnya tidak serta merta terang-terangan. Itu tidak efektif. Kebenaran yang berversi-versi untuk dapat bersaing dan mendapat posisi di halayak harus diperhalus hingga taraf wajar dan berterima. Salah satunya adalah memasukan nilai-nilai ideologis kelomopok tertentu melalu materi pelajaran di sekolah.

Di ranah sekolah, seringkali apa yang tertulis di dalam buku pelajaran sudah dianggap benar. Apalagi konsumennya adalah peserta didik yang masih naif dan cuek terhadap hal-hal fundamental. Meski demikian,  tidak lantas nilai-nilai ideologis tersebut berlalu saja di otak mereka. Pada suatu saat nanti, ketika ada salah satu peserta didik yang sempat mengenyam pelajaran tersebut, akan teringat kembali ketika sebuah keadaan menjelma sebagai bom waktu di mana apa yang sudah dipelajari saatnya untuk diamalkan.

Mencomot postulat yang sesuai

Dalam rangka melancarkan kepentingan kelompok, postulat-postulat harus tersedia sebagai batasan ideologi. Postulat-postulat tersebut berubah menjadi bahan bakar penggerak sistem yang penuh dengan kepentingan-kepentingan kelompok. Dengan adanya batasan dalil-dalil yang dicomot sesuai dengan kepentingan, dari penafsir tertentu, dan yang dianggap pas, pada akhirnya disuarakan sebagai kebenaran yang seolah-olah mutlak dan universal.

Produksi kebenaran bagaimanapun menuntut kekuasaan. Fungsinya sebagai pelumas pendistribusian kebenaran yang telah diproduksi. Dengan lancarnya proses distribusi tersebut, maka kendali atas halayak sasaran tercapai. Selain itu, kelompok tersebut menjadi semakin besar dan berkembang secara otomatis. Sebab, kebenaran-kebenaran yang telah diproduksi selama ini menjadi standar kehidupan.

Apa yang terjadi di ranah pendidikan belakangan adalah upaya untuk menggerogoti ideologi kita selama ini, Pancasila. Dan agama, memang ranah paling efektif dalam upaya pendekonstruksian pemahaman yang mapan karena agama adalah ranah yang sensitif, yang senantiasa dibela dan diperjuangkan oleh penganutnya. Agama seringkali dijadikan alat paling mutakhir oleh kelomopok-kelompok tidak bertanggung jawab demi mencapai kepentingannya. Sebab itu, pemahaman dan kejernihan berpikir menuntut setiap manusia untuk mengetahui mana yang sesuai dan mana yang tidak, mana yang untuk perut dan mana yang untuk lidah.

Guru sebagai filter terakhir

Banyaknya paham-paham radikal yang diselipkan di mata pelajaran sekolah tentu saja menuntut kejelian sang guru sebagai filter terakhir. Layaknya seorang kiper, guru adalah pertahanan terakhir karena bola sudah digiring bebas setelah menerobos pemain bertahan. Artinya, ideologi-ideologi radikal tersebut ketika sudah bertatap muka dengan siswa memerlukan peran guru yang mengerti dan bisa mengarahkan ke jalan pemikiran yang seharusnya diterima oleh siswa.

Intelektualitas dan kedalaman, serta keluasan dan keluesa berpikir merupakan syarat mutlak menjadi guru yang ideal. Tidak abal-abal. Atau bahkan malah membawa dan menyelipkan paham-paham ideologi aneh ke siswanya melalui penuturannya ketika menerangkan sabuah mata pelajaran di sekolah. Untuk itulah, peran guru sangatlah penting bagi tumbuh-kembangnya sebuah peradaban yang harmonis dan demokratis. Tidak fanatis yang mengakibatkan kebutaan mata hati generasi selanjutnya dalam mencapai kedamaian, kearifan, dan kebijaksanaan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun