Mohon tunggu...
Faisal Haitsam
Faisal Haitsam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berpayah-payah menulis diatas batu, daripada musykil menggores diatas air.

Buku dan Kopi itu Jodoh. Sekaligus Candu.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dana Desa 'Impoten' Membendung Urbanisasi

5 Oktober 2022   19:56 Diperbarui: 5 Oktober 2022   21:57 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Gonjang-ganjing soal BLT tidak tepat sasaran bukan lagi rahasia umum. Isu itu menjadi bumerang bagi desa, pun tak jarang mengadu domba aparat desa dengan masyarakat. Yang tak kebagian jatah, acap kali menuding aparat desa 'pilih kasih' dalam pendistribusian. Memang maksud pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat. Tapi 'santunan' beberapa lembar uang ratusan ribu, tak akan pernah menyelesaikan problem ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Sampai kapanpun.

Harusnya Dana sebesar itu lebih produktif jika dikelola untuk pemberdayaan, peningkatan life skill berbasis minat rumah tangga. Outputnya lebih jelas, masyarakat bisa semakin berdaya, mandiri mengurusi asap dapurnya. Toh selama ini, daya tarik jadi gelandangan di Ibukota lebih memikat daripada iming-iming uang raskin itu.

Dilema lain, Pernah seorang teman aparat desa bercerita, soal carut-marutnya birokrasi kita. Dana desa ibarat buah simalakama, tak ada 'kebebasan' dalam penggunaannya. Mampir direkening desa, lalu sebagiannya menguap dengan program-program yang kurang ada relevansinya dengan kebutuhan desa. Terkadang ada tawaran program dari desa terbentur oleh tembok birokrasi diatasnya. Padahal pemerintah Desa lah yang lebih paham kebutuhan warganya. Sebagai contoh, pernah desa mengajukan tawaran studi banding, belajar ke salah satu desa percontohan di jogjakarta. tapi lagi-lagi mental oleh birokrasi yang berwenang memberi izin. tanpa alasan yang jelas.

Lebih miris jika ada 'pesanan program' dari 'atas'. Pemerintah desa dilema untuk mengatakan : TIDAK. Maklum, persoalan hierarki birokrasi kita, harus manut sama yang di 'atas'. Otonomi desa jelas dikangkangi. Pernah teman bercerita, kalau di desanya pernah mengeluarkan anggaran pengadaan tenda payung, padahal jelas itu tidak dibutuhkan. Tak menurut, kadang ada sanksi sosial. Minimal dicuekin, tak jarang dipersulit soal tetek-bengek apabila ada keperluan ke birokrasi 'diatas'. Tak heran dana desa kadang menguap dari rekening di 'begal' persoalan hierarki birokrasi.

Jika tak ada terobosan berarti dari pemerintah, godan-godaan meninggalkan desa semakin besar. Pun saya mulai bimbang. jangan-jangan tahun depan kembali memanggul ransel, merantau, mencecap deru kendaraan, menghirup debu jembatan layang, mengadu nasib di kota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun