Mohon tunggu...
faisal fahmi mrp
faisal fahmi mrp Mohon Tunggu... Relawan - Pemula bersahaja

Searching.......

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Menjadi Pengembara di Pinggir Telaga

2 Mei 2017   11:10 Diperbarui: 2 Mei 2017   11:23 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk berfikir mencari ikan, malah seekor ikan bermain-main didekatnya, ikan inilah yang membuatnya terpancing untuk menjalankan niatnya setelah bangun tadi, dilihat sekelilingnya ada patahan ranting runcing seakan memanggilnya untuk membuat mata tombak buat penangkap ikan, dan akhirnya tidak menunggu waktu lama pemuda tersebut pun mengambil beberapa ranting tersebut , jleb jleb jleb, sipemuda pengembara itu tidak berfikir panjang, sekali lempar 15 tusukan jatuh menghujam telaga , telaga pun berbuih bahkan ikan kecil berlarian, hari itu tidak satupun ikan yang dia dapatkan, sampai perutnya makin mengeluarkan suara yang berdenging ditelinga, untuk mengajaknya mempercepat gerakannya menancapkan ranting lebih banyak lagi dengan maksud agar ikan lebih cepat tertangkap.

Jleb seekor ikan terapung pecah kepalanya terkena tusukan ranting tersebut, senangnya bukan main ketika pemuda itu mendapatkan ikan yang dia habisi dengan tangannya sendiri, karena selama ini dia hanya bisa makan ikan atas pemberian orang disekitar tempat pengasingannya saja, tanpa tahu bagaimana cara mendapatkannya, dia hanya pernah melihat orang memasak ikan, maka dengan ingatannya itu dipangganglah ikan dengan bara api yang sudah dinyalakannya, dan akhirnya dengan makan ikan tersebut hilang pulalah bunyi diperutnya lapar pun enggan datang seketika.

Sepemuda pengembala itu berfikir bahwa untuk makan saja diperlukan usaha yang sangat luar biasa, itupun hanya mendapatkan seekor ikan saja, dari telaga inilah dia mulai belajar satu bagian dalam hidup untuk mencari makan dengan menggunakan sebuah tombak kayu saja, hari demi hari ia lewati hanya dipinggir telaga itu saja, tempat dia tidur makan dan mandi, tidak jarang dia juga mencuci pakaian yang hanya dua potong saja, karena cuma itu yang ia bawa dari tempat pengasingan.

Hari demi hari ia lewati dengan membuka jalan fikiran lainya sampai dia pun memutuskan untuk keliling telaga itu, tidak butuh waktu lama bagi dia untuk mengelilingi telaga itu, hanya 1 jam lebih dia sudah berkeliling telaga dan banyak mendapatkan pelajaran dari hasil dia berkeliling, salah satu pelajaran yang dapat dia petik ialah sejauh apapun dia mengitari telaga yang sama sekali belum dia ketahui, maka dia tetap saja kembali kepada satu titik itu lagi, dimana dirinya semula berada.

Dilihat sekelilingnya, bahkan dia jenuh makan ikan dari perut telaga itu saja, sampai suatu hari saat dia duduk di bibir telaga itu dia melihat ada seekor ikan yang tidak seperti biasa yang ia makan, diapun memutuskan untuk menangkap ikan itu kembali dengan tombak tajamnya, maklum saja ikan itu berwarna emas yang menarik perhatiannya, karena saat berada di tempat pengasingan , sesuatu yang berwarna emas itu sangat mahal harganya.

Disiapkan beberapa anak tombak untuk memburu kawanan ikan berwarna keemasan itu, tidak butuh waktu lama juga, karena sudah terbiasa dan akhirnya, jleb , seekor ikan berwarna emas timbul dan diangkat dengan luka parah di kepala terkena tombak pemuda itu, buntut ikan itu masih menggelepak-lepak saat menghembuskan nafas terakhirnya, pemuda itu berfikir bahwa yang berwarna emas itu bukan seperti yang dilihat sebelumnya, namun yang berwarna emas kali ini adalah binatang sama seperti yang dimakannya setiap hari , sama saja itu ikan . dari sini dia semakin banyak belajar bahwa untuk tinggal disebuah telaga pun dia harus banyak belajar, bahkan tidak cukup setahun untuk menyelami telaga itu untuk melihat isi perut telaga, hari demi hari dihabiskan waktu dengan berkeliling telaga yang kini sudah menjadi tempat tinggal sementaranya.

Terpujilah dikau pengembara telaga yang berada di bibir telaga mengitari setiap hari dengan penuh kesetiaan , dengan penuh harapan bahwa dia tidak sendiri saat pelariannya, dia ditemani jenis ikan yang berbeda yang banyak mengajarkannya arti kehidupan.

Dari sini kita belajar, dari sini kita awali, dan akan kesini kita kembali dan menghembuskan nafas terakhir, ikan adalah guru, telaga adalah sekolah baginya yang sadar.

Medan, 1 mei 2017

Faisal Fahmi Marpaung

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun