Mohon tunggu...
Fahrudin Alwi
Fahrudin Alwi Mohon Tunggu... Jurnalis - Peneliti InMind Institute (Inisiatif Moderasi Indonesia)

Fahrudin Alwi, mahasiswa pascasarjana di Sekolah Kajian Stratejik Global (SKSG) Universitas Indonesia dengan konsentrasi Islamic Studies. Saat ini aktif sebagai peneliti di InMind Institute (Inisiatif Moderasi Indonesia).

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Minoritas Islam di Asia Tenggara: Studi Kasus Kemanusiaan pada Minoritas Islam di Myanmar

26 April 2021   15:35 Diperbarui: 26 April 2021   15:58 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Fahrudin Alwi[1]

 

Islam --menurut beberapa ahli sejarah- masuk ke Myanmar sekitar tahun 1055 M. Para pedagang Arab memperkenalkan Islam kepada masyarakat setempat saat mendarat di delta Sungai Ayeyarwady, Semenanjung Tanintharyi, serta wilayah Arakan yang terletak di sebelah barat Myanmar. Dataran tinggi di wilayah tersebut memisahkan Arakan dengan daerah-daerah lain Myanmar yang mayoritas menganut Buddha. Selain etnis Arakan --etnis yang menetap lama di Arakan-, etnis Shan dan etnis Rohingya juga dikenal sebagai penganut Islam di negara Myanmar. 

Selain Arakan, Rohingya dan etnis Shan, masyarakat Myanmar cukup banyak yang sudah menjadi muslim. Muslim Myanmar ini disebut Zerbadee, salah satu komunitas yang paling tua berdiri dan berakar di wilayah Shwebo. Mereka inilah yang diduga merupakan bagian dari keturunan para pendakwah Islam paling awal yang beranak pinak dan berasimilasi dengan dengan berbagai etnis pribumi di Myanmar. Dari sana, Islam kemudian menyebar ke berbagai daerah di Myanmar, seperti Tenasserim, Pegu, dan Pathein.[2]

Myanmar sendiri merupakan sebuah negara yang secara astronomi terletak di antara 11LU sampai 28LU dan 92BT sampai 100BT. Myanmar berbatasan langsung dengan Bangladesh, India dan laut Benggala di wilayah barat, berbatasan dengan Laos, Thailand dan China di sebelah timur. 

Adapun di sebelah utara, Myanmar berbatasan dengan China. Kemudian Laut Andaman menjadi perbatasan Myanmar di wilayah selatan. Myanmar memiliki luas sekitar 676.578 km persegi dengan jumlah penduduk sebanyak 55.123.814 jiwa. Etnis Burma menjadi mayoritas penduduk dengan angka 68% dari total populasi. Myanmar mengakui adanya 135 kelompok etnis asli di Myanmar. Mayoritas penduduk Myanmar adalah penganut agama Buddha dengan angka 87,9% sedangkan agama Kristen menyusul dengan angka 6,2%, agama Islam sebanyak 4,3% serta disusul agama lainnya. Bahasa resmi Myanmar adalah bahasa Myanmar.[3]

Secara pemerintahan, Myanmar adalah negara yang dipimpin oleh Presiden yang melakukan kewenangan sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan. Myanmar pernah dipimpin oleh Militer antara tahun 1962 sampai 2016. Pada 2016, pemilihan umum dimenangkan oleh kalangan non-militer. Partai National League for Democracy atau NLD memenangkan pemilihan umum tersebut. Aung San Suu Kyi menjadi pemimpin pada 6 April 2016. Namun pemerintahan Kembali bergejolak dengan adanya kudeta militer pada 2021.[4]

Dengan 4,3% penduduk minoritas muslim di Myanmar, ada berbagai catatan terkait diskriminasi muslim di Myanmar. Terkhusus terhadap etnis Arakan dan Rohingya. Setidaknya ada 750.000 etnis Rohingya yang mengungsi akibat adanya kekerasan, diskriminasi, dan pembunuhan, serta pengusiran terhadap etnis Muslim minoritas tersebut. 

Sejak 1948, terjadi berbagai rangkaian peristiwa pembantaian berdarah yang menewaskan ratusan ribu Muslim di Arakan. Puncaknya ada pada pemerintahan Jenderal Ne Win tahun 1962 yang melakukan operasi melenyapkan ulama dan pemimpin Muslim di Arakan. Sejak 1982, Undang-Undang Myanmar menyatakan bahwa etnis Rohingya bukanlah merupakan warga negara Myanmar melainkan mereka adalah imigran ilegal dari Bangladesh dan keturunannya.[5]

Kemudian sepanjang tahun 1988-1997, pemerintah Myanmar di bawah sebuah kebijakan State Law and Order Restoration Council (SLORC) seringkali melakukan provokasi gerakan anti-Muslim yang di kemudian hari mengakibatkan meningkatnya kekerasan terhadap umat Islam di beberapa daerah di Myanmar. 

Tujuan provokasi tersebut adalah untuk memecah belah populasi umat Islam sehingga Myanmar dapat mempertahankan posisi (SLORC). Serangan yang dilakukan terhadap minoritas Muslim tersebut kemudian menyebabkan semakin memanasnya hubungan antara umat Islam dan Buddha pada beberapa daerah di Myanmar. Pengusiran dan pembunuhan masih terjadi hingga 2021 bahkan ketika pandemi Covid-19 sedang melanda dunia.[6]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun