Mohon tunggu...
Fahrudin Alwi
Fahrudin Alwi Mohon Tunggu... Jurnalis - Peneliti InMind Institute (Inisiatif Moderasi Indonesia)

Fahrudin Alwi, mahasiswa pascasarjana di Sekolah Kajian Stratejik Global (SKSG) Universitas Indonesia dengan konsentrasi Islamic Studies. Saat ini aktif sebagai peneliti di InMind Institute (Inisiatif Moderasi Indonesia).

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Minoritas Islam di Asia Tenggara: Studi Kasus Kemanusiaan pada Minoritas Islam di Myanmar

26 April 2021   15:35 Diperbarui: 26 April 2021   15:58 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam konteks memperjuangkan hak-hak minoritas Muslim di Rohingya, setidaknya ada tiga hal yang bisa menjadi konsern bersama. Pertama, responsif bukan reaktif. Perjuangan di Myanmar adalah perjuangan panjang. Kondisi minoritas Muslim sangat kompleks baik dari sisi politik, ekonomi, maupun budaya. Dan hanya orang bernafas panjanglah yang akhirnya bisa ikut berjuang. Maka menjadi responsif adalah satu hal yang penting. Memastikan sumber informasi primer dan sekunder menjadi satu hal yang juga penting yang harus dilakukan. Bukan menjadi reaktif dengan sekonyong-konyong menuntut tanpa tahu cara dan resiko. Saya ingin mengambil contoh: di awal meledaknya isu, ada beberapa bagian masyarakat yang reaktif namun redup di sekian bulan setelahnya. 

Ada juga cerita sebuah NGO Indonesia yang masuk secara diam-diam, berhubungan people to people dan mengambil jaminan dari tokoh di Myanmar, memberikan berbagai cenderamata candi Borobudur sebagai candi Buddha terbesar di Indonesia, hingga cerita bahwa Indonesia sebagai manyoritas Muslim sangatlah menghargai umat Buddha. 

Dengan diploasi people to people tersebut, akhirnya NGO tersebut dapat memasuki Rakhine dan membangun beberapa sekolah serta memberikan berbagai bantuan lainnya. Tentu berjalan sebagai kolaboratif NGO, karna ia bukan pemain tunggal yang kesepian. NGO tersebut baru mem-publish aktivitasnya 3 bulan kemudian karena mempertimbangkan keselamatan tim yang bekerja di lapangan dan keamanan misi program jangka panjang.

Kedua, upaya diplomatis. Setidaknya ada dua jenis diplomasi yang bisa dilakukan oleh kita untuk saat ini: people to people diplomacy (p to p) dan people to government diplomacy (p to g). Diplomasi (p to p) bisa dilakukan dengan poin pertama. Kemudian diplomasi (p to g) bisa diperjuangkan oleh Indonesia. Pemerintah Indonesia sebagai negara yang memiliki pengaruh cukup besar di Kawasan Asia Tenggara tentu memiliki bargaining position yang kuat. 

Hal ini bisa digunakan untuk melakukan dialog perdamaian baik antara Indonesia-Myanmar maupun forum perdamaian di ASEAN. Dan yang ketiga, melangitkan doa dan mengirimkan donasi terbaik. Poin ketiga ini salah satu yang paling penting. Mengirim dan langitkan doa terbaik untuk saudara kita tersebut. Baik dengan mengirimkan bantuan untuk membangun kamp pengungsian di Arakan maupun membantu etnis Rohingya yang saat ini terpencar di beberapa wilayah ASEAN termasuk etnis Rohingya yang berada di Aceh, Indonesia.

 

----------------

[1] Fahrudin Alwi, mahasiswa pascasarjana Kajian Wilayah Timur Tengah dan Islam, Sekolah Kajian Stratejik Global (SKSG) Universitas Indonesia dengan konsentrasi Islamic Studies. Saat ini aktif sebagai peneliti di InMind Institute (Inisiatif Moderasi Indonesia). 

[2] Nasruddin (2017). Islam di Myanmar. Jurnal Al-Hikmah. Hlm. 64.

[3] Jurnal Britannica. https://www.britannica.com/place/Myanmar. 10 Maret 2021.

[4] Nasruddin (2017). Islam di Myanmar. Jurnal Al-Hikmah. Hlm. 62.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun