Mohon tunggu...
Fahrizal Mukhdar
Fahrizal Mukhdar Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Bisinis Online | Praktisi Bisnis Online | Pembelajar

Terus Belajar untuk memberi manfaat ke lebih banyak orang

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kisah Bertahan Hidup (Lahirnya UMKM Jilid Pandemi)

21 Oktober 2020   14:46 Diperbarui: 21 Oktober 2020   14:50 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

AWAL MULA: PANDEMI

Hampir 8 bulan sudah Pandemi melanda Tanah Air. Ya, tepatnya akhir Februari 2020 lalu. Saya ingat sekali saat itu kebijakan Kementerian Pendidikan adalah menutup sekolah dan mulai menerapkan aktivitas pembelajaran dari rumah. Benturan pertama yang cukup mengguncang bagi saya dan kawan-kawan guru di sekolah. Sebab sejak saat itu kegiatan pembelajaran dilakukan semuanya dari rumah.

Sekolah tempat saya mengajar adalah sekolah swasta. Jangan bayangkan apa yang terjadi ketika kegiatan semuanya dilakukan dari rumah! Gejolak dari wali murid yang menuntut untuk keringanan pembayaran SPP tentunya juga berdampak pada kehidupan ekonomi para guru.

Pembelajaran dari rumah yang digadang-gadang sebagai solusi faktanya membawa masalahnya sendiri. Bagi masyarakat daerah seperti di Sampit (Kalimantan Tengah) penggunaan media pembelajaran daring tidak serta merta bisa dilakukan dengan lancar. Kendala-kendala kepahaman guru akan kecanggihan teknologi baru cukup menguras tenaga dan fikiran. Belum lagi tuntutan lain yang mengekor dibalik tekonologi tersebut yaitu spesifikasi standar smartphone yang bisa mengoperasikan aplikasi seperti Zoom dan Google Classroom serta biaya paket data juga menambah permasalahan baru. Tak sedikit guru-guru terpaksa merogoh tabungannya untuk membeli smartphone yang spesifikasinya lebih canggih agar bisa melakukan PBM dari rumah.

Di sini saya tidak ingin mengomentari bagaimana pendidikan berlangsung pada masa Pandemi COVID-19 ini lho ya. Meskipun faktanya kebijakan belajar daring sangat tidak sebanding dampaknya jika yang dipertimbangkan adalah kekhawatiran munculnya cluster sekolah--sementara pasar-pasar dibuka--padahal jika ini terus dibiarkan mungkin saja bangsa ini terancam menghadapi bencana Lost Generation 5 sampai 10 tahun kedepan. Sekali lagi, saya tidak ingin mengomentari itu. Saya hanya ingin mengisahkan bagaimana dampak dari pandemi bagi kehidupan ekonomi segelintir rakyat Negeri ini dari sudut pandang kehidupan pribadi yang saya alami.

EKONOMI KELUARGA KECIL 4.0

Kalau negara-negara tetangga berteriak di rumah saja supaya bisa bertahan hidup, nampaknya itu tidak berlaku dengan Negeri ini. Karena di rumah saja artinya bunuh diri. Di rumah saja tanpa penghasilan, bagaimana bisa makan. Akhirnya resiko tertular COVID-19 tak lagi jadi momok bagi masyarakat kalangan menengah ke bawah. Momok lebih berbahaya itu adalah kelaparan dan krisis penghasilan. Lebih baik mati bertahan hidup (untuk memenuhi kewajiban nafkah) daripada bertahan hidup dengan cara menunggu saja kematian itu datang ke rumah dalam wujud virus tak terlihat. Bahasa pasarnya Bodo amat!

Saya pun mau tak mau harus demikian. Tanggungan keluarga kecil mungkin tidak seberat para pengusaha yang harus menanggung puluhan bahkan ratusan nasib pegawainya. Tapi hidup tetaplah hidup. hehe. Akhirnya selama di rumah saja, ide memulai bisnis online muncul. Saya dan istri bersepakat untuk menggencarkan penjualan online produk serba-serbi. Ya, meski di awal-awal pandemi bukan itu yang banyak dicari, alhamdulillah setiap harinya ada saja yang order.

Setelah sebulan berjalan, kalau dihitung-hitung kebutuhan susu dan popok anak lumayan. Sementara laba dari penjualan produk serba-serbi juga belum bisa memenuhi kebutuhan harian, selanjutnya saya juga mencoba menjual makanan buatan rumah yaitu Pizza. Alhamdulillah, pizza di masa pandemi banyak peminatnya. Kasarannya kalau profit penjualan per produk 10 ribu, bisa lah untuk belanja beras karena biasanya bisa dapat profit sampai 100ribu.

Hari demi hari di masa pandemi akhirnya menjadi kenormalan baru bagi kami. Mengajar, merekap pesanan dan mengantar pesanan menjadi kegiatan yang normal kini. Perlahan tapi pasti, naik turun dinamika bisnis bisa dilalui. Alhamdulillah, modal awal memulai bisnis 6 juta bisa menghasilkan omset 20 juta per bulannya. Sembari berharap bisa terus ditingkatkan.

Agaknya saya sudah mulai memasuki tahapan ekonomi 4.0 secara perlahan. Strategi jualan online mulai saya lahap satu per satu dari banyak sumber dan mentor kenamaan. Ya, mau gimana lagi. Guru Bahasa Arab ini terlalu sabar jika harus bertahan dengan gaji yang biasanya sudah habis untuk kebutuhan di awal bulan. Sementara setiap hari dapur tetap harus ngebul, asap knalpot motor harus tetap ngebul biar bisa mabur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun