Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nuansa Jawa pada Kata Ungu dalam Bahasa Phoenicia dan Bahasa Kuno Lainnya

16 Juli 2020   15:19 Diperbarui: 1 Agustus 2020   18:17 923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ungu dalam beberapa bahasa kuno (Dokumen pribadi)

Ada banyak literatur kuno yang menggambarkan jika warna ungu merupakan warna yang diagungkan pada masa kuno. Bahkan, dikatakan warna ungu khusus digunakan oleh kalangan atas saja. 

Pliny the Elder (23 M - 79 M), dalam buku kesembilan dari Natural History-nya, menggambarkan kemegahan dan kemewahan yang diwakili oleh warna ungu: "Di Asia ungu yang terbaik adalah Tirus, [...]. Untuk warna inilah kapak Roma memberi jalan di tengah kerumunan; inilah yang menegaskan keagungan masa kanak-kanak; inilah yang membedakan senator dari barisan berkuda; orang-orang yang tersusun dalam warna ini adalah orang-orang yang beribadah." 

Ketika Raja Persia Cyrus mengadopsi tunik ungu sebagai seragam kerajaannya, di Romawi, kaisar melarang warganya memakai pakaian ungu ketika menjalani hukuman mati, sementara hakimnya menggunakan jubah ungu ketika menjatuhkan hukuman. Pada zaman Nero, penyitaan properti bahkan hukuman mati dijatuhkan bagi mereka yang kedapatan berpakaian ungu kekaisaran. 

Di masa Kekaisaran Bizantium, ungu bahkan dipuja dengan cara lebih militan. Penguasanya senantiasa mengenakan jubah ungu, serta menandatangani dekrit mereka dengan tinta ungu. Di Konstantinopel, kamar tidur kaisar dicat dengan warna ungu, dan putranya, yang lahir di ruangan tersebut, menikmati gengsi memiliki nama panggilan Porphyrogenitus : "lahir dalam warna ungu".

Demikianlah, selama berabad-abad tradisi menggunakan warna ungu sebagai warna kekaisaran terus berlangsung hingga ke zaman Kekaisaran Romawi Suci, bahkan hingga hari ini, pada keuskupan Katolik Roma kita masih dapat melihat warna ungu sebagai warna yang istimewa.

Jika kita menoleh jauh ke belakang untuk mencoba mencari tahu dari semenjak kapan warna ungu ini digunakan, kita bisa menemukan laporan dari beberapa sejarawan yang menginformasikan bahwa orang-orang Fenesialah yang bertanggung jawab atas kemunculan warna ungu, dan ini berkontribusi pada reputasi mereka.

Orang-orang Yunani memberi mereka nama Fenisia (phoenix) sehubungan dengan warna ungu yang mereka buat sebagai salah satu spesialisasi utama mereka.

Dalam mitologi, legenda Penemuan warna ungu dikaitkan dengan dewa Melqart, dewa pelindung kota Tirus dan merupakan dewa utama orang Fenisia. Dalam legenda tersebut diceritakan bahwa ketika dewa Melqart sedang berjalan di pantai bersama peri Tyros, anjingnya menemukan cangkang kerang dan mengunyahnya. Rahangnya kemudian dipenuhi warna ungu. 

Peri Tyros mengagumi warna tersebut dan meminta Melqart menghadiahkan kepadanya kain dengan warna yang indah seperti itu. Untuk menyenangkan kekasihnya, Melqart memerintahkan mengumpulkan kulit kerang untuk dijadikan bahan pewarna kain.

 Lukisan
 Lukisan "Hercules Dog Discovers Purple Dye"  oleh Peter Paul Rubens. Di Yunani Melqart diidentikkan dengan Herakles. (sumber: pixels.com/augusta-stylianou) 

Dari sudut pandang arkeologis, sisa-sisa pewarna yang ditemukan di pantai timur Laut Mediterania, membuktikan bahwa industri pewarna ungu sudah ada di sana sejak zaman kuno. Pada tahun 1934, Franois Thureau-Dangin (1872-1944), arkeolog dan epigrafis Prancis menerbitkan teks runcing dari Ugarit, yang mengabarkan bahwa sekitar 3500 tahun yang lalu, seorang pedagang lokal mencatat tagihan sejumlah wol ungu kepada beberapa orang yang berhutang kepadanya. [Nina Jidejian, Tyr a travers les ages, 1996: 279]

Umumnya para sejarawan berpendapat bahwa alasan warna ungu memiliki reputasi agung di masa kuno, terutama disebabkan oleh kelangkaan jenis kerang laut yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan pewarna ungu, sekaligus proses pengolahaannya yang membutuhkan waktu lama. 

Untuk memanen Bolinus brandaris (jenis kerang yang digunakan), pembuat pewarna harus mengekstraksi lendir ungu dan memaparkannya di bawah sinar matahari dalam tempo waktu yang tepat. Diperkirakan bahwa Butuh sebanyak 250.000 kerang ini untuk menghasilkan hanya satu ons pewarna yang dapat digunakan.

Bisa dikatakan pakaian berkain ungu pada saat itu adalah pakaian yang menggunakan bahan pewarna yang harganya sangat mahal --- dimana satu pon wol ungu harganya lebih mahal daripada penghasilan yang diperoleh orang kebanyakan dalam setahun. Inilah yang kemudian secara alami menjadikan kain ungu sebagai identitas kaum kaya dan  berkuasa pada masa itu. 

Sebutan "Ungu" dalam beberapa bahasa kuno

Dengan reputasi warna ungu yang demikian istimewa pada masa kuno, tentunya adalah hal yang menarik untuk mencari tahu sebutan warna ungu dalam berbagai bahasa yang digunakan bangsa besar di masa tersebut. 

Maximillien de Lafayette Dalam bukunya "Etymology, Philology and Comparative Dictionary of Synonyms in 22 Dead and Ancient Language", Menunjukkan bahwa dalam bahasa Aram dan Suryani (Aramaic/Syriac) warna ungu disebut 'banawasha'. Sinonim dengan kata 'Argwonoyo' (juga dalam bahasa Aram dan Suryani), 'Urjanu' dalam bahasa Fenesia (Phoenicia), 'Argowan', 'Ourjouwan' dalam bahasa Arab (Arabic), merupakan derivasi dari bahasa Fenesia (Phoenicia): Urjanu dan Urr'jawa'nu.

Dengan reputasi Maximillien de Lafayette yang dikenal banyak mengeluarkan karya-karya tulis yang sifatnya pseudosains seperti "penelitian UFO", astronot kuno, dan dewa Anunnaki yang dianggap sebagai alien yang datang ke bumi di masa kuno, saya berupaya mencari tahu kebenaran dari komparasi bahasa tersebut pada sumber-sumber lainnya.

Hasilnya menarik. Karena nampaknya uraian tersebut ada benarnya. 

Dalam www.jewishencyclopedia.com diurai bahwa ungu-merah dalam bahasa Ibrani disebut "argaman", sementara dalam bahasa Aram "argewan".

Ungu-biru atau ungu dalam bahasa Ibrani disebut "tekelet", sementara dalam bahasa Aram "tikla". Yang menarik, kata tikala ini mirip dengan nama 'patikala' (sebutan kecombrang dalam bahasa Tae di Sulawesi) yang memang berwarna ungu.

Patikala atau Kecombrang (sumber: food.detik.com)
Patikala atau Kecombrang (sumber: food.detik.com)

Lalu, Argwonoyo ternyata juga memang berarti "ungu" dalam bahasa Suryani (Syriac). Terdapat dalam buku "Way of Teaching Syriac". (di sini)

Ourjouwan memang berarti "ungu" dalam bahasa Arab. Menjadi nama varietas anggur yang di ditanam di lembah Bekaa (Cabernet Sauvignon, Syrah, Merlot dan Cinsault). Dalam blog ini pauch.wordpress.com dijelaskan bahwa: "OURJOUWAN berarti ungu merah dalam bahasa Arab, warna yang ditemukan oleh orang Fenisia (...)"

Hanya kata Urjanu dan Urr'jawa'nu yang belum saya temukan dalam sumber lain. (Insya Allah setelah saya dapat, tulisan ini akan saya update).

Setidaknya, beberapa sumber di atas saya pikir cukup menunjukkan kepada kita bahwa komparasi bahasa dalam buku Maximillien de Lafayette sejauh ini terbukti ada benarnya.

Saya pikir kita semua bisa sepakat bahwa kata-kata seperti 'banawasha','Argwonoyo', 'Argowan', 'Ourjouwan', Urjanu dan Urr'jawa'nu, bunyi sangat bernuansa "jawa".

Yama dan Melqart sebagai raja dunia bawah pada masa kuno

Kedua tokoh mitologi ini (Yama dan Melqart), dalam legendanya masing-masing, disebut sebagai Raja atau penguasa dunia bawah. Selain itu, jika ditinjau pada aspek warna, Yama dan Melqart memang menunjukkan adanya kesamaan.

Melqart dalam legendanya disebutkan sebagai penemu warna ungu. Sementara itu, warna kulit Yama sering digambarkan sebagai biru, tetapi juga kadang-kadang merah. Yama menempati graha Mars (planet Merah), dan lembu yang ditunggunginya pun biasanya digambarkan berwarna ungu.

yama (sumber: pinterest.com/vasivasishta26)
yama (sumber: pinterest.com/vasivasishta26)

Dalam tulisan sebelumnya "Ini Asal-Usul Nama "Jawa" Menurut Konsep Lokapala (Penjaga Mata Angin)" telah saya urai bahwa ada kemungkinan nama "jawa" berasal dari nama Dewa Yama (atau Sam bin Nuh), yang merupakan dewa penjaga arah selatan (dalam konsep Lokapala), dan bahwa kuat dugaan saya jika Nusantara terutama pulau Jawa adalah merupakan pusat wilayah kekuasaannya.

Sebenarnya, aspek yang dimiliki Yama tersebut, memiliki korelasi dengan nama Melqart yang dalam abjad bahasa Fenisia ditulis MLK QRT, yang berarti "Raja Kota". dengan pengertian demikian, dapat diduga jika QRT kemungkinan berbunyi "Qarta" yang memang berarti "kota". 

Adapun MLK, jika menimbang bahwa Fenesia adalah bangsa laut, yang mana ciri utama bahasa bangsa maritim adalah tidak ada kata yang berakhir konsonan tetapi semua berakhir vokal, maka MLK kemungkinan bisa berbunyi "malaka" sinonim dengan kata Molokh ( juga ditulis sebagai Moloch, Molech, Molekh, Molok, Molek, Molock, atau Moloc) yang juga memang berarti "raja". (sejalan dengan apa yang dijelaskan di sini)

penulisan MLK QRT dalam abjad Fenesia. Untuk diketahui, aksara Fenesia ditulis dari arah kanan seperti penulisan Arab. (Dokumen pribadi)
penulisan MLK QRT dalam abjad Fenesia. Untuk diketahui, aksara Fenesia ditulis dari arah kanan seperti penulisan Arab. (Dokumen pribadi)

MLK QRT atau "Malaka Qarta" yang berarti "Raja Kota" tentu saja dapat dilihat sangat besar kemungkinannya merujuk pada wilayah Malaka yang menjadi dasar kata Malayu atau Melayu. 

Jadi, Jika dalam tulisan sebelumnya telah saya ungkap jika Dewa Yama (personifikasi dari Sam bin Nuh) adalah penguasa wilayah Selatan (sund/ sunda) atau "dunia bawah" atau "dunia kematian" dalam konsep mitologi pada masa kuno, yang meliputi Nusantara pada hari ini, maka dalam tulisan ini saya menunjukkan fakta lain bahwa Dewa Melqart (dewa pelindung bangsa Fenesia atau Phoenicia) sesungguhnya adalah penguasa di wilayah nusantara pada masa kuno.

Dengan uraian ini, dapat ditarik kesimpulan jika bangsa Phoenicia sebagai bangsa pelaut besar di masa kuno, adalah bangsa yang hidup di Nusantara pada masa lalu.

Saya pikir ini adalah fakta yang sulit dibantah. Namun tentu bebas untuk tidak dipercaya... :) 

...seperti yang selalu saya kutip: "...Hanyalah orang-orang yang berakal (berpikir) saja yang dapat mengambil pelajaran" (Q.S. Ar-Ra'd : 19) 

Sekian apa yang wajib saya sampaikan. Semoga bermanfaat. Salam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun