Mohon tunggu...
Fadchul Achmad Albaihaqi
Fadchul Achmad Albaihaqi Mohon Tunggu... Lainnya - -

🌹

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tanda Alam

22 November 2020   23:48 Diperbarui: 23 November 2020   00:37 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Halaman belakang adalah tempat di mana pohon-pohon besar yang sudah hidup berpuluh-puluh tahun dan ada batu-batu besar yang sudah berlumut dimana-mana jadi aku merasa sedikit merinding. Kami selaku anak kelas dua belas akhirnya memberanikan diri tanpa menolak perintah dari Pak Narno.

Sampai di halaman belakang, aku langsung mengambil sabit, dan teman-teman yang cewek mengambil sapu. Eh ternyata ada mantan gebetanku juga namanya Dewi, dia nyapa aku “Ada Ahmad nihh”. Aku memang biasa dipanggil Ahmad oleh teman-temanku. “Lho kamu udah di sekolah lagi, nggak pergi-pergi kaya waktu kelas sebelas?” Dewi kembali bertanya. “Iya, udah pensiun aku”, jawabku sambil garuk-garuk kepala yang sebenarnya sama sekali tidak gatal. Kami akhirnya berbincang-bincang sambil melaksanakan hukuman.

Tiba-tiba Rudi kesurupan. Teman-teman yang lain kaget mendengar Rudi teriak-teriak, sementara yang lain langsung berhamburan. Pak guru langsung datang menenangkan semua siswa termasuk si Rudi. “Tenang semua, jangan sampai pikiran kalian  kosong”, kata pak guru. Akupun tanpa pikir panjang langsung memikirkan pujaan hatiku hehehe.

“Ngalih... ngalih ojo ganggu panggonanku!” teriakan Rudi sambil mengguling-nggulingkan badannya. Dalam pikiranku aku bertanya-tanya siapa juga yang gangguin tempat kamu. Setelah itu pak guru membacakan ayat suci Al Quran, kemudian Rudi mulai tenang dan kembali normal. Setelah ditanya-tanya ternyata Rudi tidak sengaja menginjak batu besar yang ada di halaman belakang sekolah. Setelah muncul kupu-kupu yang banyak sekali seketika badannya terasa berat dan kepalanya berkunang-kunang dan dia hilang kesadaran. 

Rudi adalah anak yang satu kelas denganku, anaknya memang agak bandel, tapi masih batas wajar. Akibat dari kesurupan itu, hukuman dibubarkan.

Jam kedua dimulai, pelajaran berlangsung seperti biasa. Sampai akhirnya jam istirahat datang. Jam yang ditunggu-tunggu walaupun waktunya hanya 15 menit, aku dan teman-temanku langsung menuju kantin yang berada di bawah. Jarak kantin sangat jauh dari kelasku, tetapi tetap aku lampaui dengan ikhlas demi rasa lapar yang merong-rong perutku. 

Kami pun memesan bakso kesukaan kami. “Buu... bakso empat dimakan di sini sama minumnya es jeruk dua, es teh dua.” Ujarku memesankan pesananku dan pesanan teman-teman. Setelah kenyang, kami bercerita soal kesurupan tadi pagi. Bel masuk kembali berbunyi. “Ttreet..... treeeet.... treet...” kami bergegas masuk ke kelas.

Pelajaran selanjutnya adalah pelajaran bahasa Indonesia. “Oke, sekarang kalian buat puisi temanya bebas!” perintah Pak Nugroho, guru bahasa Indonesiaku.

“Yahhhh.. kok puisi pakk, tapi gapapa deh kalo gitu”, teman-teman menyahut perintah Pak Nugroho.

“Saya beri waktu 45 menit untuk membuat puisi, saya tinggal dulu yaa”, kata pak guru.

Waktu berjalan perlahan-lahan ku upayakan otakku untuk berpikir kata demi kata supaya tersusun kalimat yang indah. Setelah menulis sekitar 30 menit, akhirnya puisiku selesai, dengan percaya diri aku membacakan puisiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun