Mohon tunggu...
Galang Gelar
Galang Gelar Mohon Tunggu... Jurnalis - Akun ini bersifat sebagai kawah candradimuka

Lahir di Bandung, 6 Desember 97. Silahkan yang mau ngado dan mendoakan semoga saya panjang umur di tunggu. :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Petaka untuk Suku Mink-mink

30 Agustus 2019   17:49 Diperbarui: 30 Agustus 2019   17:49 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebanyakan manusia memandang, sesuatu yang berbeda adalah suatu anomali. Wajar saja. Baik maupun buruk sesuatu tergantung bagaimana paradigmanya. Aku yakin, kau pasti akan merasa kaget ketika datang ke Suku Mink-Mink. Selain letaknya jauh dari peradaban: kau pasti takkan menemukannya di peta manapun, hanya perompak dan pedagang gelap yang tahu pulau ini. Setiap anggota suku tersebut wajib memiliki sesuatu yang "besar" pada salah satu bagian tubuhnya. Aneh bukan?

Sebenarnya, ini tidaklah alami. Awalnya kami terlahir normal. Namun, setelah umur menginjak tujuh hari, orang tua kami memberi kami silikon di salah satu bagian tubuh. Tentunya diawali dengan ritual agar arwah leluhur menentukan: pada bagian mana yang harus diperbesar. Uniknya, setiap ciri yang dimiliki sesuai dengan karakter dan kemampuan kami; orang berkepala besar, kalau tidak keras kepala, sudah pasti ia pintar; jika memiliki kaki yang besar, ia merupakan orang yang tangguh.

Saat aku kecil dulu, orang tuaku bercerita tentang Mink Boy Lambodo, nenek moyang pendiri suku ini. Dulunya ia merupakan anggota salah satu suku di sebuah negara yang sudah modern. Sejak lahir, ia memiliki telinga yang sangat besar: masing-masing daun telinga sebesar daun talas ukuran sedang. Kau pasti berpikiran salah. Tindakan sarkas justru datang ketika ia sudah dewasa, saat itu pemerintah bertindak korup dan otoriter, ia pun mendatangi keresidenan untuk memprotes.

"Raja sudah tidak adil! Aku datang kepada patih untuk memberitahukan. Ia dengan sewenang-wenang mengambil istri dan anak-anak di suku kami untuk dijual. Tambang emas kami pun ia rampas."

"Kurang ajar kau kuping gajah, bicara seenak jidatmu!"

Mendengar kata kuping gajah dari sang patih, semua aparat yang ada di kantor keresidenan sekonyong-konyong tertawa dengan kelakar. Sejurus kemudian, surat perintah untuk mengucilkan si kuping gajah segera dilayangkan ke setiap distrik. Sepekan dari sana ia mendapat julukan si kuping gajah. Bahkan kata itu keluar dari setiap sungut orang di sukunya. Suku yang ia bela.

Tak tahan dengan itu, Boy pun pergi meninggalkan suku dan tanah air, hatinya bagai dicabik-cabik srigala. Di tengah perjalanan ia bertemu dengan perempuan yang bernasib sama: korban rasisme. Karena telah merasa senasib sepenanggungan, mereka memutuskan untuk menyeberangi samudra, dan sampailah di sini. Sebuah pulau yang dulunya tak berpenghuni.

Setelah sekian generasi mereka berkembang biak, bentuk tubuh manusia suku ini berangsur normal kembali. Hal itu disebabkan persilangan genetika yang wajar. Boy Lambodo yang berniat untuk membuat ras baru pun geram. Ia marah kepada Tuhan, tak rela kiranya manusia keturunannya memiliki bentuk tubuh yang normal. Manusia seperti itu hanya bisa mencemooh, menghina, bahkan merendahkan seseorang yang memiliki "anugerah lebih" dari-Nya.

Langkah preventif yang memungkinkan ia lakukan adalah dengan membuat semacam mercusuar sederhana di pesisir, dengan asap sebagai pengganti cahaya. Aku tak akan bercerita dimana ia menyalakan api. Silahkan pikirkanlah sendiri apakah mungkin menyalakan api di sebuah mercusuar  yang aku sangsikan terbuat dari kayu?

Empat dasawarsa bukanlah waktu yang singkat. Namun, takdir berkata pada kurun waktu selama itulah ia baru memetik buah manis penantian. Sebuah Galliot berisikan perompak sepertinya tersasar sampai kemari. Boy menawarkan sebongkah emas untuk ditukar dengan silikon.Ya, inilah awal mula dikenalnya Suku Mink-Mink oleh sekawanan perompak dan pedagang gelap.

Kembali ke masa kini, ada sebagian orang istimewa, mereka dipilih arwah leluhur untuk mendapatkan pembesaran organ pada bagian yang tak nampak di muka. Aku salah satunya. Kau takkan melihat hidung, bibir, kepala, lengan atau kakiku yang besar salah satunya. Namun, jika kau melihat ke arah selangkanganku, di sana terdapat ekor yang menjulur ke depan lengkap dengan dua telur burung unta. Aku terpaksa harus membuat celana bercabang tiga. Jika tidak, ini merupakan suatu masalah. Coba kau bayangkan, bagaimana rasanya punya kemaluan yang belum ereksi saja sudah sebesar lengan orang dewasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun