Mohon tunggu...
EVRIDUS MANGUNG
EVRIDUS MANGUNG Mohon Tunggu... GURU - PENCARI MAKNA

Berjalan terus karena masih diijinkan untuk hidup. Sambil mengambil makna dari setiap cerita. Bisikkan padaku bila ada kata yang salah dalam perjalanan ini. Tetapi adakah kata yang salah? Ataukah pikiran kita yang membuat kata jadi serba salah?

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ketika Nama Kita Dicoret: Pelajaran dari Pencoretan 8,26 Juta Peserta BPJS Gratis

17 Juli 2025   10:38 Diperbarui: 17 Juli 2025   10:38 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebanyak delapan juta orang dikeluarkan dari data penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan.(DOK. BPJS Kesehatan Via Kompas)

 Beberapa hari terakhir, jagat pemberitaan kembali riuh. Pemerintah mencoret 8,26 juta peserta BPJS Kesehatan dari skema Penerima Bantuan Iuran (PBI). (Kompas.com, 27/07/2025). 

Sebuah angka yang besar bukan hanya di atas kertas, tapi juga dalam kenyataan. Di balik setiap angka itu, ada wajah-wajah tua yang rutin memeriksakan tekanan darah, ibu menyusui yang baru pulih pasca melahirkan, dan pekerja serabutan yang menggantungkan hidupnya pada sistem jaminan sosial.

Yang mengejutkan, sebagian dari mereka baru sadar namanya hilang saat hendak berobat. Saat pintu layanan ditutup, saat status mereka tak lagi ditemukan di sistem.  Lantas, apa yang sebenarnya terjadi? Dan lebih penting lagi: pelajaran apa yang bisa kita petik dari peristiwa ini sebagai warga negara yang hidup di dalam sistem jaminan sosial yang katanya "untuk semua"?

Kesehatan Memang Hak, Tapi Tak Hadir Sendiri

Sejak kecil, kita diajarkan bahwa kesehatan adalah hak dasar. Tapi hidup di negara berkembang membuat kita sadar: hak tak selalu hadir secara otomatis. Ia tidak datang seperti air di kran. Kadang hak harus dicari, dirawat, bahkan diperjuangkan dari balik antrean puskesmas hingga layar situs BPJS yang tak kunjung memuat.

Pencoretan peserta PBI menjadi cermin bahwa hak bisa hilang tanpa aba-aba. Tanpa pemberitahuan. Tanpa peringatan. Jika hak bisa lenyap tanpa kita sadari, masihkah kita menyebutnya hak?

Menjaga hak berarti menjaga kesadaran. Bukan sekadar soal tahu hak apa yang kita punya, tapi juga bagaimana sistem itu bekerja dan bagaimana kelalaian kecil bisa membuat kita tergelincir keluar dari sistem.

Hak bukan semata-mata pemberian negara. Ia hasil kontrak sosial, lahir dari partisipasi warga dan tanggung jawab negara. Dan jika kita abai, maka hak itu bisa dikikis pelan-pelan, hingga tak tersisa apa-apa selain berita buruk di headline.

Sistem Sosial Itu Dinamis, Bukan Abadi

Ada asumsi lama yang hidup di kepala kita: sekali terdaftar di BPJS, berarti aman selamanya. Nyatanya tidak. Sistem jaminan sosial bukanlah bangunan kokoh yang kebal dari tekanan anggaran, revisi kebijakan, dan tafsir ulang terhadap data.

Pemutakhiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) menjadi dasar pemerintah mengevaluasi siapa yang masih berhak mendapatkan subsidi. Tapi dalam sistem yang sangat tergantung pada data dan sinkronisasi antar-instansi, celah kesalahan selalu terbuka. Satu data NIK yang belum diperbarui bisa berujung pada penghapusan status.

Negara memang hadir, tapi kadang sibuk menata ulang dirinya sendiri. Maka kita pun dituntut untuk tidak pasif. Literasi sosial kita harus tumbuh. Kita perlu memantau, menyesuaikan, bahkan mengantisipasi logika sistem.

Di titik ini, kita perlu mengganti pola pikir: dari "mengandalkan negara" menjadi "bermitra dengan negara." Dan sebagai mitra, kita perlu aktif, cerdas, dan sadar bahwa sistem bukan makhluk hidup. Ia hanya bergerak sejauh dorongan kita bersama.

Gotong Royong Harus Diiringi Tanggung Jawab

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun