"Bahasa bukan sekadar alat komunikasi. Ia adalah rumah bagi pikiran, perasaan, dan identitas kita. Ketika sebuah bahasa menghilang, ada satu dunia yang ikut lenyap bersamanya."
Saya membaca ulang artikel di Kompas.com berjudul "Bahasa Jawa Berisiko Semakin Terpinggirkan di Kalangan Anak Muda", dan satu kalimat dari Prof. Dr. Hendrokumoro langsung menancap:Â "Bahasa Jawa bisa punah bukan karena tidak diajarkan, tapi karena tidak lagi digunakan dalam kehidupan sehari-hari."Â
Ada semacam getaran getir di balik pernyataan itu. Sebuah bahasa besar seperti Jawa yang dituturkan oleh jutaan orang ternyata juga bisa menuju senjakala.
Tapi benarkah ini hanya soal Bahasa Jawa saja?Â
Menurut saya, apa yang sedang terjadi pada Bahasa Jawa juga sedang terjadi pada banyak bahasa daerah lainnya di Indonesia.Â
Bahasa Sunda, Batak, Minang, Bugis, Dayak, hingga bahasa-bahasa kecil yang hanya dituturkan oleh komunitas minor di pelosok-pelosok negeri ini. Semuanya kini berada dalam bayang-bayang dominasi Bahasa Indonesia.
"Bahasa Indonesia makin kuat, tapi dalam diam, bahasa daerah kian kehilangan tempat di hati generasi muda."
Di Balik Kemajuan, Ada yang Terlupakan
Saya tidak anti pada Bahasa Indonesia. Justru sebaliknya, saya bangga dengan bahasa pemersatu bangsa ini. Tapi seperti banyak hal dalam hidup, selalu ada sisi gelap di balik yang tampak terang.Â
Di balik kebanggaan kita pada Bahasa Indonesia, ada kekhawatiran yang perlahan mengendap bahwa dominasi ini justru mengikis kebhinekaan linguistik kita.
Ketika anak-anak lebih fasih menyanyi lagu viral TikTok daripada memahami arti kata dalam bahasa ibunya sendiri, kita tahu ada yang tidak sedang baik-baik saja.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!