Tapi wajah kokoh dan mata Sugara yang tajam bersinar menunjukkan segalanya pada Gendis.Â
Pria di depannya itu suka petualangan dan entah dia lari dari apa atau mencari sebuah arti hidup sebab seseorang bisa lebih mudah merenungkan arti kehidupannya di antara alam bebas yang membentang luas dan tak terbatas.Â
Hanya udara bersih, pepohonan, sungai, air terjun dan langit biru yang membentang luas sebagai nauangan para pemerhati alam.
"Apa kau tak punya sesuatu atau seseorang yang ingin kau temui dan enggan kau tinggalkan?" tanya Gendis menyelidik.Â
Walau dia tahu pemerhati alam bukan orang yang suka keramaian dan kadang -- kadang hatinya tak terikat pula, tapi Sugara cukup tampan, mestinya mudah saja dia mengikat hati seorang wanita yang menunggunya pulang dari petualangan.
Sugara terkekeh pelan, "Apa kau tak punya?" dia balik bertanya.
"Itu tak adil. Aku bertanya padamu lebih dulu. Kau terlihat sangat menyatu dengan alam bebas. Kau mengetahui banyak tentang tanaman dan tak seorangpun yang akan mengunyah daun -- daun jarum cemara yang enak atau tahu cara mengambil jarak dari sumber air saat mencuci sesuatu dan kau juga menyelamatkan kita semua dari sarang ular berbisa. Kau tahu caranya. Kau tak mungkin mempelajarinya dari camp latihan sukarelawan penjaga hutan kan?"
" Kenapa kau ingin sekali tahu tentang aku untuk kemudian kagum padaku?"
"Tolong jangan besar kepala."
"Hei, jangan marah, tapi kau yakin kalau aku bercerita banyak padamu dan kau tahu lebih banyak tentang aku kau takkan apa -- apa."
"Apa maksudmu aku takkan apa -- apa? Memangnya kenapa? Apa maksud omonganmu sih?"